Bentuk Tim Advokasi, ILUNI UI Harap Mahkamah Agung Jadi Benteng Terakhir Keadilan
Ikatan Alumni Universitas Indonesia (ILUNI UI) masih menaruh kepercayaan dan harapan tinggi kepada institusi Mahkamah Agung (MA) RI sebagai benteng terakhir keadilan, yang sekali lagi dapat menunjukkan marwahnya sebagai lembaga tertinggi peradilan.
Tim Advokasi ILUNI UI juga menghendaki agar UU No. 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dapat diimplementasikan sesuai dengan tujuan luhurnya.
Baca Juga: ILUNI UI Bagikan 400 Paket Sembako untuk Korban Gempa Cianjur
"Untuk memberikan putusan yang seadil-adilnya berdasarkan kebenaran, kejujuran, bebas dari segala bentuk transaksi, intervensi, dan pengaruh-pengaruh pihak luar," kata Sekjen ILUNI UI, Ahmad Fitrianto, dalam keterangan resminya, Rabu (10/5/2023).
Ahmad berharap tim advokasi ILUNI UI dapat berkontribusi untuk membangun budaya dengan supremasi hukum yang bermartabat, serta terjaganya integritas para penegaknya yang memiliki ketauladanan dan komitmen terhadap tegaknya keadilan.
"Veritas, Probitas, Justitia adalah tiga kata luhur semboyan Universitas Indonesia yang bermakna kebenaran, kejujuran, dan keadilan, suatu prinsip moral dan etika yang sangat dihargai di berbagai budaya dan tradisi hukum," ungkapnya.
Menurut Ahmad, melihat refleksi dari perkembangan hukum secara nasional, dalam Indeks Rules of Law yang dikembangkan oleh World Justice Report pada tahun 2022 yang lalu, Indonesia hanya berhasil menduduki peringkat ke-64 dari 140 secara global, dengan total skor 0,53.
Sementara pada tingkat regional, Indonesia berada hanya pada peringkat 9 dari 15. Hal ini, menunjukkan banyak sekali pekerjaan rumah terkait reformasi hukum yang digaungkan sejak tahun 1998 masih belum selesai.
"Karenanya Tim Advokasi ILUNI UI telah mengambil langkah dan peran nyata untuk membela kepentingan masyarakat pencari keadilan. Umumnya yang berhadapan dengan proses penegakan hukum yang berjalan tidak sejalan dengan prinsip-prinsip etika yang dianut UI," jelasnya.
Sebagai contoh tahun lalu, melalui Tim ILUNI FHUI sukses memberikan pendampingan kepada salah satu Civitas Akademika UI yang menjadi korban kecelakaan lalu lintas dan dinyatakan sebagai tersangka oleh aparat.
"Upaya advokasi ILUNI UI berhasil mendorong proses hukum yang adil untuk korban dengan dicabutnya status tersangka," tegasnya.
Selanjutnya, pada awal tahun 2023, ILUNI UI menerima pengaduan lagi dari salah satu alumni yang merasa telah dikriminalisasi dan dihukum secara tidak adil.
Kasus tersebut melibatkan Ibnu Rusyd Elwahby, warga ILUNI Fakultas Teknik Kimia (d/h Gas Petro Kimia) yang diputus pada tingkat kasasi oleh Majelis Hakim di Mahkamah Agung RI bersalah dengan hukuman pidana maksimal 13 tahun penjara atas dakwaan penipuan dan tindak pidana pencucian uang.
Diduga kuat kasus ini sarat dengan unsur kriminalisasi. Padahal, pada proses hukum sebelumnya di tingkat pertama menghasilkan putusan Sdr. Ibnu Rusyd Elwahby (IRE) ini dinyatakan bebas murni, dan seharusnya objek perkara diselesaikan pada ranah perdata.
Tanpa bermaksud mendahului hasil akhir proses perkara yang sedang berlangsung, dan dengan tetap menjunjung tinggi independensi hakim dan peradilan, ILUNI UI mencium adanya kejanggalan dalam Putusan Kasasi tersebut yang keluar dalam waktu hanya 19 hari saja, padahal tidak ada alasan kuat untuk memprioritaskan perkara ini.
Dengan singkatnya waktu tersebut, timbul pertanyaan terkait apa yang menjadi dasar pertimbangan Majelis untuk memutus bertentangan dengan putusan pengadilan tingkat pertama yang justru dengan dasar pemeriksaan fakta telah membebaskan Ibnu Rusyd karena tidak terbukti ada kesalahan atau pidananya.
Kemudian, dalam kasus Ibnu Rusyd, Tim Advokasi ILUNI UI menganggap terdapat penerapan hukum pidana pencucian uang yang keliru dari segi konsepsi akademik maupun maksud dan tujuan pembentukan undang-undang.
Pada prinsipnya, pidana pencucian uang harus mengandung perbuatan yang merugikan keuangan negara dan kepentingan publik, memiliki dampak besar terhadap sistem dan tatanan ekonomi.
"ILUNI UI berpendapat delik pidana pencucian uang tidak tepat digunakan dalam kasus-kasus sengketa privat antara dua pihak yang melangsungkan bisnis secara sah dan normal seperti dalam kasus ini," katanya.
Selanjutnya, ILUNI UI menilai pendekatan kriminalisasi yang digunakan oleh aparat terhadap orang yang tidak bersalah atas nama hukum seperti dalam kasus Ibnu Rusyd adalah fenomena puncak gunung es yang jika terus dibiarkan, bakal berakibat merusak sendi-sendi keadilan dan hukum Indonesia, yang pada gilirannya akan timbul apatisme terhadap berjalannya sistem hukum dan kerja aparat penegak hukum itu sendiri.
"Artinya, tidak hanya dalam kasus Ibnu Rusyd, jika ada sengketa bisnis yang gagal diselesaikan, siapa pun bisa dijebloskan ke penjara dengan hukuman maksimal dengan alasan pidana pencucian uang," katanya.
Oleh karena itu, ILUNI UI membentuk Tim Advokasi melalui surat tugas bernomor 003/ST/ILUNI-UI/II/2023 yang secara khusus telah bekerja dan mendampingi Sdr. Ibnu Rusyd guna menuntut keadilan dan pengembalikan hak-haknya.
Baca Juga: ILUNI UI Bagikan 2.700 Paket Sembako untuk Warga
Lebih jauh, Tim Advokasi akan dipimpin dan dikomandoi oleh ILUNI UI Fakultas Hukum, dengan semangat kebersamaan yang berbasis kompetensi dan profesi.
"Tim bersama-sama dengan pemangku kepentingan dan elemen masyarakat seperti para pakar maupun praktisi hukum pidana dan perdata UI, unsur PPATK hingga Mantan Ketua MK Hamdan Zoelva yang telah lama mencermati kasus ini bersama pihak lainnya akan mengawal, memantau, mengadvokasi, dan memberikan pendampingan dalam upaya hukum Peninjauan Kembali," pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rahmat Saepulloh
Editor: Ayu Almas
Advertisement