Diplomat Senior Timur Tengah Ungkap Amerika Makin 'Gatal' dengan Ulah Benjamin Netanyahu, Lihat Saja Ini
Seorang diplomat senior Timur Tengah mengatakan kepada The Times of Israel bulan lalu bahwa pemerintah Benjamin Netanyahu telah membuat upaya untuk mempertahankan Perjanjian Abraham, apalagi memperluasnya dengan melibatkan Arab Saudi, menjadi "sangat sulit."
Meski begitu, Arab Saudi telah bersedia menyebutkan harga yang harus dibayar untuk melakukan normalisasi dengan Israel dalam pembicaraan dengan para pejabat Presiden Joe Biden.
Diplomat senior tersebut mengatakan bahwa Riyadh telah meminta Amerika Serikat untuk memberikan lampu hijau bagi pengembangan program nuklir sipilnya sebagai imbalan bagi kerajaan tersebut untuk menormalkan hubungan dengan Israel.
Program nuklir sipil adalah salah satu dari beberapa tuntutan yang diajukan Riyadh dalam pembicaraan dengan pemerintahan Biden selama setahun terakhir, kata diplomat tersebut, sambil menjelaskan bahwa kesepakatan semacam itu masih "sangat jauh."
Diplomat senior itu mengatakan bahwa meskipun Washington tertarik untuk menengahi perjanjian normalisasi, Riyadh tidak terburu-buru untuk menandatanganinya, karena mengakui adanya penolakan Kongres terhadap tuntutan Saudi untuk kerja sama pertahanan AS yang lebih erat.
Mengingat kekhawatiran pemerintahan Biden bahwa program nuklir Saudi dapat mempercepat perlombaan senjata nuklir regional, Riyadh telah menyarankan untuk mengembangkannya dengan kerja sama penuh dengan AS dan menyetujui pemantauan dan inspeksi Amerika, kata diplomat itu, sambil mengakui bahwa Washington belum setuju dengan gagasan tersebut.
Lebih lanjut memperumit upaya tersebut, Arab Saudi juga mengkondisikan kesepakatan normalisasi dengan Israel pada perluasan hubungan pertahanan yang signifikan dengan AS, termasuk sistem jaminan untuk mencegah pemerintahan di masa depan menarik diri dari kesepakatan senjata yang telah ditandatangani, kata diplomat itu.
Secara khusus, diplomat Timur Tengah tersebut mengungkapkan bahwa para pejabat Saudi belum mengajukan permintaan khusus terkait masalah Palestina dalam pembicaraan mereka dengan AS, seperti yang dilakukan Uni Emirat Arab ketika mengkondisikan keputusannya untuk menormalkan hubungan pada tahun 2020 dengan syarat Netanyahu mengesampingkan rencananya untuk mencaplok sebagian besar wilayah Tepi Barat.
Diplomat tersebut berspekulasi bahwa permintaan terkait Palestina kemungkinan akan diajukan menjelang akhir negosiasi.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait:
Advertisement