Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Menakar Ambivalensi China dalam Konflik Rusia dan Ukraina

Menakar Ambivalensi China dalam Konflik Rusia dan Ukraina Kredit Foto: Reuters/Sputnik/Sergei Karpukhin
Warta Ekonomi, Jakarta -

Sudah lebih satu tahun invasi Rusia ke Ukraina, konflik yang santer diberitakan media sepanjang tahun 2022 itu kembali menjadi sorotan publik. Pasalnya, walaupun konflik tersebut terjadi di Eropa, dampak yang diakibatkannya secara signifikan merambah berbagai belahan dunia.

Tambahan pula, invasi Rusia ke Ukraina itu telah memperburuk krisis ekonomi yang telah terjadi pada tahun sebelumnya akibat pandemi Covid-19. Dunia yang sedang berharap untuk dapat pulih dari krisis itu harus menghadapi problema terganggunya pasokan pangan dan minyak dunia akibat konflik antara Rusia dan Ukraiana itu.

Baca Juga: Angkatan Udara Amerika Kuak Prediksi Dampak Penggunaan Jet Tempur F-16 di Ukraina

Oleh karenanya, setiap upaya untuk menyelesaikan konflik ini memiliki urgensi yang sangat besar. Tanpa penyelesaian konflik di atas, perdamaian dunia dan stabilitas ekonomi internasional sulit terwujud.

Sejak masa-masa awal dilancarkannya invasi Rusia ke Ukraina, negara-negara Barat yang antara lain terdiri dari Amerika Serikat, Kanada, serta negara-negara Eropa yang tergabung dalam Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) telah mengutuk agresi Rusia yang dipandang melanggar tatanan internasional.

Negara-negara itu bersepakat untuk menjatuhkan sanksi ekonomi demi menekan Rusia untuk segera menghentikan invasinya yang sudah menelan puluhan ribu korban, yang terdiri dari prajurit di kedua belah pihak dan warga sipil di Ukraina.

Namun di tengah upaya negara-negara Barat mendukung Ukraina mempertahankan diri, sebagian negara-negara di Asia dan kawasan lainnya memilih untuk mengambil sikap hati-hati dalam merespons invasi Rusia ke Ukraina itu.

Berbeda dengan negara-negara Barat dan ratusan negara kawasan lainnya yang mengambil sikap kontra terhadap invasi Rusia, beberapa dari negara-negara Asia mengambil sikap netral. Sikap netral ini terlihat, misalnya, dalam pemungutan suara untuk mendukung resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk memberi tekanan pada Rusia, baik pada Maret tahun 2022 maupun Februari 2023 lalu.

China adalah salah satu dari negara-negara yang memperlihatkan sikap “netral” dan oleh karenanya mendapat banyak sorotan dari media. Sikap seolah netral itu tampaknya dipengaruhi oleh dua hal yang penting untuk kita pahami.

Pertama, terdapat konteks bahwa China dan Rusia merupakan “teman baik” yang beraliansi untuk menghadapi negara-negara Barat. China juga bergantung kepada Rusia dalam menjamin ketahanan energinya dan China juga merupakan mitra dagang terbesar bagi Rusia.

Selain itu, perlu diketahui pula bahwa beberapa waktu sebelum Rusia menginvasi Ukraina, Chinadan Rusia baru saja mengumumkan kemitraan “tanpa batas” (no limits partnership) dalam hubungan bilateral mereka.

Kedua, kehati-hatian China tampaknya dipengaruhi pula oleh upaya China dalam menggapai posisi strategis tertentu dalam dunia internasional. Namun apapun penyebabnya, respons China terhadap invasi Rusia ke Ukraina merupakan hal yang cukup menarik untuk kita telaah.

Sumber: Artikel Callesya Lovely, Forum Sinologi Indonesia

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Advertisement

Bagikan Artikel: