Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Nilai Untungkan Pekerja, Pakar Bingung Kenapa Buruh Tolak Undang-Undang Cipta Kerja

Nilai Untungkan Pekerja, Pakar Bingung Kenapa Buruh Tolak Undang-Undang Cipta Kerja Kredit Foto: Antara/Yulius Satria Wijaya
Warta Ekonomi, Depok -

Pengesahkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2/2022 tentang Cipta Kerja (Perppu Cipta Kerja) menjadi Undang-Undang (UU) oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada rapat paripurna ke-19 masa persidangan IV tahun sidang 2022-2023 pada Selasa (21/3/2023) menimbulkan kontroversi di kalangan buruh.

Pasalanya, pihak buruh mengatakan bahwa undang-undang tersebut secara sistematis merugikan kelas pekerja. Sementara pemerintah menegaskan bahwa Undang-Undang Cipta Kerja diperlukan untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif di Indonesia.

Pengamat Ketenagakerjaan UGM Tajuddin Nur Effendi menyatakan bahwa esensi pemerintah dalam merancang Undang-Undang Cipta Kerja adalah untuk menciptakan iklim investasi yang mudah bagi investor. Ia lebih lanjut mengatakan bahwa kebijakan ini akan mengubah arah orientasi pembangunan ekonomi Indonesia yang selama ini bergantung pada ekspor bahan mentah.

Baca Juga: Pakar: Undang-Undang Cipta Kerja adalah Cara untuk Manfaatkan Bonus Demografi

“Baru sekitar lima tahun ini, Presiden Jokowi berani melakukan setop ekspor. Siapa yang mau masuk ke sini (investor), harus mendirikan hilirisasi industri. Tapi, itu tidak mudah bagi saya. Itulah makanya dilakukan perombakan undang-undang dengan Undang-Undang Cipta Kerja ini,” kata Tajuddin, dikutip dari kanal Youtube Total Politik pada Senin (29/5/2023).

“Kalau kita baca Undang-Undang Cipta Kerja dari awal Pasal 3 dan Pasal 6, undang-undang ini adalah untuk menciptakan ekosistem investasi yang diharapkan dapat menciptakan peluang kerja, yang ujungnya adalah pertumbuhan ekonomi. Undang-Undang Cipta Kerja mempermudah izin, sehingga akan masuk investasi,” sambungnya.

Tajuddin mengamati bahwa ekonomi yang berbasis pada ekspor bahan mentah akan berimplikasi pada meningkatnya pengangguran terbuka dan kemiskinan.

“Situasi ketenagakerjaan kita ini memang kalau kita perhatikan semenjak empat puluh tahun yang lalu enggak ada perubahan. Pengangguran masih tinggi dan sulit sekali untuk orang masuk ke sektor formal, jadi ada penghalang di sana,” ungkapnya.

Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa Undang-Undang Cipta Kerja dapat memproteksi buruh secara keseluruhan. Ia lantas bingung kenapa pihak buruh menolak undang-undang ini. Pasanya, undang-undang ini meregulasi skema pengupahan dan jaminan perlindungan sosial dengan jelas.

“Karena punya jaminan sosial, ada beberapa jaminan sosial di Undang-Undang Cipta Kerja. Ada jaminan kehilangan pekerjaan, jaminan hari tua, jaminan asuransi, dan jaminan-jaminan lainnya, ada lima atau enam (jaminan). Dari situ sebenarnya sudah perlindungan,” bebernya.

Tajuddin mengklaim bahwa pemerintah selama ini telah banyak membuat program-program untuk mengurangi jumlah pengangguran, misalnya dengan Program Prakerja dan Program Keluarga Harapan (PKH). Menurutnya, akan lebih baik apabila program-program tersebut diintegrasikan menjadi satu, sehingga dapat menguntungkan kelompok pekerja juga.

“Bantuan sosial dari pemerintah ini banyak banget, ada prakerja, ada PKH (Program Keluarga Harapan), dan lain sebagai macam. Nah ini sebenarnya kalau bisa dijadikan satu, menjadi satu jaminan perlindungan sosial, tidak hanya untuk masyarakat miskin tetapi juga pekerja, saya pikir itu bagus,” tandasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Novri Ramadhan Rambe
Editor: Rosmayanti

Advertisement

Bagikan Artikel: