Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Teten Masduki: Produksi Minyak Makan Merah Hanya Boleh untuk Petani Sawit

Teten Masduki: Produksi Minyak Makan Merah Hanya Boleh untuk Petani Sawit Pekerja mengumpulkan Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit ke atas truk di Mamuju Tengah , Sulawesi Barat, Rabu (11/08/2021). Harga TBS kelapa sawit tingkat petani sejak sebulan terakhir mengalami kenaikan harga dari Rp1.970 per kilogram naik menjadi Rp2.180 per kilogram disebabkan meningkatnya permintaan pasar sementara ketersediaan TBS kelapa sawit berkurang. | Kredit Foto: Antara/Akbar Tado
Warta Ekonomi, Jakarta -

Menteri Koperasi dan UKM (Menkop-UKM) Teten Masduki menegaskan bahwa seluruh jajarannya selama lima tahun terakhir ini sudah meletakkan fondasi yang cukup kuat dalam menyiapkan koperasi dan UMKM (KUMKM) agar mampu menguasai pasar domestik maupun pasar global. Ekosistem yang sudah dibangun tersebut mencakup kemudahan berusaha, akses kepada pembiayaan, akses kepada teknologi industri yang modern, hingga 40 persen alokasi belanja pemerintah membeli produk KUMKM.

Teten menginginkan koperasi dapat dijadikan sebagai instrumen untuk mendorong pelaku UMKM naik kelas. Caranya adalah dengan mengonsolidasikan usaha-usaha kecil sehingga mereka bisa memiliki skala usaha yang masuk dalam skala ekonomi. Bagi Menkop-UKM, pihaknya akan mendesain sekecil apapun UMKM agar bisa diindustrialisasi di kemudian hari.

Baca Juga: Prediksi Produktivitas Kelapa Sawit dengan Data Penginderaan Jauh

"Hal itu sudah dilakukan di Jepang, Korsel, dan China. Indonesia harus melakukan evolusi tersebut. Kalau tidak, akan terjadi gap antara industri dan UMKM, termasuk gap kesejahteraan," kata Teten, dikutip Rabu (31/5/2023).

Di samping itu, Teten juga tengah menyiapkan ekosistem kelembagaan bagi koperasi yang sejak 1992 tidak terurus dengan baik. Berbeda dengan perbankan, di mana ekosistemnya sudah demikian lengkap sejak krisis moneter pada 1998.

"Seharusnya, pemerintah lebih mengurusi koperasi karena ini menyangkut urusan orang-orang kecil," ucap Teten.

Ke depan, lanjut Teten, dalam waktu bersamaan, akan dikembangkan koperasi-koperasi di sektor riil. Misalnya, di sektor industri kelapa sawit yang sekarang masih dikuasai industri besar. Padahal, sekitar 41,2 persen lahan sawit yang ada merupakan milik petani sawit mandiri (perorangan).

"Untuk itu, kita sudah membuat kebijakan afirmasi di mana koperasi-koperasi sawit yang memiliki lahan per 1.000 hektare bisa membangun pabrik CPO dan minyak makan merah yang jauh lebih sehat, bukan minyak goreng," katanya.

Dengan begitu, para petani sawit tidak akan lagi bergantung pada industri besar dalam menjual tandan buah segar (TBS), tapi bisa membuat hilirisasi sampai membuat minyak makan sehingga kesejahteraan petani akan jauh lebih baik, jelas Teten.

Baca Juga: Perjuangkan Suara Petani Sawit Kecil, Airlangga Marahi Uni Eropa: EUDR Diskriminatif!

Dampak positif lainnya, menurut Teten, harga minyak goreng tidak bisa lagi dipermainkan karena masyarakat punya banyak pilihan.

"Yang jelas, harga minyak makan merah akan jauh lebih murah. Karena, teknologi produksinya jauh lebih sederhana, hingga konsep pabrik terintegrasi antara pabrik, kebun, dan market," ujar Teten.

Bahkan, untuk urusan SNI, Teten mengungkapkan sudah beres semuanya. "Yang perlu diketahui, minyak makan merah ini hanya boleh untuk petani sawit, bukan untuk industri besar," kata Teten.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Ellisa Agri Elfadina
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Advertisement

Bagikan Artikel: