Selama beberapa tahun, para peneliti menganalisis keanekaragaman hayati bakteri, jamur, tanaman dan hewan. Tim peneliti juga mengukur dampak regulasi air, karbon dan siklus nutrisi, iklim mikro, kualitas tanah, penyerbukan, interaksi biologis dan pengendalian spesies invasif. Dengan demikian, kolaborasi erat dengan manajer perkebunan sangat penting.
"Ini membantu kami untuk lebih mempertimbangkan aspek agronomi perkebunan dan bagaimana eksperimen ini memengaruhi produksi kelapa sawit. Aspek ini sangat penting bagi industri," kata Prof Delphine Clara Zemp.
Baca Juga: Perjuangkan Suara Petani Sawit Kecil, Airlangga Marahi Uni Eropa: EUDR Diskriminatif!
"Kajian ini melibatkan lebih dari 40 peneliti dari berbagai lembaga riset dan pendidikan dunia, menunjukkan komitmen dan kolaborasi apik dalam pengelolaan lingkungan yang lebih baik, khususnya dalam mengatasi dampak negatif budi daya sawit intensif," jelas salah satu anggota tim, Prof Damayanti Buchori dari IPB University.
Namun demikian, tim kajian sepakat bahwa prioritas utama tetaplah "mencegah deforestasi". "Hasil yang menggembirakan ini tidak boleh dibiarkan dan dijadikan alasan untuk membahayakan konservasi hutan tropis, rumah bagi keanekaragaman hayati yang tak tergantikan," pungkas tim.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait:
Advertisement