Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Ekspor Bauksit Dilarang, Peneliti INDEF: Apakah Sudah Siap Hilirisasi?

Ekspor Bauksit Dilarang, Peneliti INDEF: Apakah Sudah Siap Hilirisasi? Kredit Foto: Djati Waluyo
Warta Ekonomi, Yogyakarta -

Indonesia menduduki peringkat ke-6 produsen bauksit terbesar di dunia dan memiliki pasar internasional yang besar.

Namun saat ini, ekspor mineral mentah jenis bauksit akan dihentikan dan dilarang mulai Juni 2023. Larangan ekspor tersebut disebut sebagai komitmen hilirisasi bauksit yang dipercaya akan meningkatkan nilai tambah ekspor.

Menanggapi aturan ini, Kepala Pusat Industri, Perdagangan dan Investasi The Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Andry Satrio Nugroho mengatakan bahwa pemerintah perlu melihat kesiapan industri bauksit di Indonesia saat ini untuk masuk ke proses hilirisasi. Dia menjelaskan saat ini masih terdapat empat smelter bauksit, serta tujuh dari delapan smelter yang baru akan dibangun.

Baca Juga: Progres Pembangunan Smelter Tak Capai 90 Persen, Perusahaan Tambang Bakal Kena Denda

“Jadi, satu pertanyaan sendiri, apakah hilirisasi bauksit ini dipandang sudah siap?” ungkapnya dalam diskusi Larangan Ekspor Bauksit dan Dampaknya yang diadakan oleh INDEF secara daring pada Rabu (31/5/2023).

Menurut Andry, kondisi smelter yang masih minim menjadi tanda bahwa hilirisasi belum siap dilakukan. Kebijakan ini, lanjutnya, masih minim perencanaan dan memiliki indikasi terhadap penurunan kinerja ekonomi. Belum ada juga rencana terhadap apa yang harus difokuskan dalam hilirisasi bauksit selain mengubahnya menjadi alumina.

“Kami tidak melihat bagaimana pemerintah merencanakan value chain atau supply chain untuk industri aluminium, sampai ke level siapa yg akan mengkonsumsi produk aluminium itu. Hanya sebatas dilarang, lalu dengan larangan itu diharapkan investasi akan masuk,” jelas Andry.

Dia menyoroti fakta bahwa meskipun Indonesia termasuk dalam sepuluh besar negara dengan cadangan bauksit terbanyak, namun rasio produk alumina di negara ini masih rendah.

Menurutnya, hilirisasi seharusnya bukan semata-mata melarang ekspor, namun juga membangun industri yang memaksimalkan produk akhir bauksit. Di antara industri yang membutuhkan aluminium yaitu konstruksi, transportasi, dan elektronik.

“Jika industri akhirnya, penggunanya tidak ada, maka ya hanya dihilirisasikan sampai ke level alumina, sesudah itu diekspor. Apakah itu kebijakan hilirisasi yang kita sasar? Atau kita ingin memperkuat industri yang memiliki produk akhir yang nilainya lebih besar?” tanya Andry.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Tara Reysa Ayu Pasya
Editor: Rosmayanti

Advertisement

Bagikan Artikel: