Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Senang Bikin Tekor UMKM, CeIios Minta Pemerintah Turun Tangan Atur Social Commerce

Senang Bikin Tekor UMKM, CeIios Minta Pemerintah Turun Tangan Atur Social Commerce Kredit Foto: Imamatul Silfia
Warta Ekonomi, Jakarta -

Setelah ramai curhatan penjual Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di TikTok karena terkena ‘Shadowban’ atau larangan pembatasan akun, kini giliran para penjual mengeluhkan pencairan uang hasil transaksi yang lama bahkan bisa memakan waktu dua hingga tiga minggu.

Fenomena ini membuat penjual harus ekstra ketat dalam manajemen keuangan karena perputaran modal untuk berbisnis harus diatur sebaik mungkin, sebab pencairan hasil transaksi baru bisa dilakukan dua hingga tiga minggu setelah dana berada di saldo akun penjual. Untuk diketahui, dari sisi permodalan dan perputaran uang, UMKM membutuhkan kecepatan perputaran modal agar usaha bisa berjalan stabil dan arus kas lancar. Baca Juga: Social Commerce Evermos Raih Dana Segar Rp598 Miliar dari IFC

"Kenapa di tiktokshop pencairan dananya lama” keluh akun @grosirjilbabkendal di platform Tiktok. Hal serupa dialami oleh akun @AneiraAleaZ, “Ternyata pencairan uang di tiktok shop itu lama banget ya pesanan udah selesai juga uang tetep ditahan. Jadi gimana ini buat perputaran modalnya??nyari modal kemana lagi ini,” unggahnya.

Merespon hal tersebut, Pengamat Ekonomi sekaligus Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira Adhinegara menilai, ada hal mendasar yang perlu disoroti terkait fenomena-fenomena transaksi jual beli secara daring atau online yang terjadi di platform socio-commerce khususnya TikTok yang belum secara resmi diatur oleh Pemerintah.

“Karena pengaturan social commerce belum jelas, akibatnya standar pencairan hasil transaksi ke seller ikut tertunda. Hal ini berakibat kerugian di sisi seller karena banyak pelaku UMKM membutuhkan pencairan hasil penjualan secara cepat  yang akan digunakan membeli stok untuk dijual kembali,” ujar Bhima dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (15/6/2023).

Menurutnya, sejauh ini Pemerintah baru mengatur perdagangan sistem daring atau online melalui PP No.80 Tahun 2019 tentang perdagangan melalui sistem elektronik dan Permendag nomor 50 Tahun 2020 tentang ketentuan perizinan usaha, periklanan, pembinaan dan pengawasan pelaku usaha dalam perdagangan melalui sistem elektronik.

Sementara social commerce belum secara resmi diatur, padahal berdasarkan data Social Commerce 2022 oleh DSInnovate, pasar social commerce di Indonesia pada 2022 mencapai angka US$8,6 miliar. Baca Juga: Celios Pesimis Net Zero Emission Bakal Tercapai pada 2060

"Dengan estimasi pertumbuhan tahunan sekitar 55%, diperkirakan bakal menyentuh US$86,7 miliar pada 2028, proyeksi pertumbuhan transaksi social commerce diperkirakan mencapai sepuluh kali lipat dalam lima tahun ke depan," imbuhnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Fajar Sulaiman

Advertisement

Bagikan Artikel: