Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Enggan Hadir, Begini Kritik Pedas Indonesia dari Pertemuan Informal Thailand Soal Myanmar

Enggan Hadir, Begini Kritik Pedas Indonesia dari Pertemuan Informal Thailand Soal Myanmar Kredit Foto: Alfida Rizky Febrianna
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI menegaskan bahwa Indonesia menolak dan absen dari pertemuan informal inisiatif Thailand yang turut mengundang Junta Myanmar dan Menteri Luar Negeri (Menlu) se-ASEAN.

"Kita (Indonesia) diundang, tapi tidak hadir. Jangan ditanya kenapa nggak hadir, ya," ujar Staf Khusus (Stafsus) Menlu RI untuk Diplomasi Kawasan, Ngurah Swajaya, dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (19/6/2023).

Baca Juga: Thailand Gelar Pertemuan Undang Junta Myanmar dan ASEAN, Indonesia Pilih Absen

Meski begitu, Ngurah berujar, Indonesia mengapresiasi inisiatif Thailand yang mengadakan pertemuan tersebut. Hanya saja, menurut dia, jika pertemuan itu mengatasnamakan ASEAN, ada aturan yang perlu diperhatikan.

"Kalau satu negara melakukan inisiatif ya silakan saja, itu hak negara itu. Namun, kalau bicara dalam konteks ASEAN, kita punya aturan main yang harus diperhatikan, ada 5 point of consensus (5 PC), ada keputusan KTT," jelas Ngurah.

Pertemuan itu juga disebut-sebut telah melanggar keputusan para pemimpin ASEAN yang tertuang dalam 5PC. Namun, Indonesia tak secara gamblang menyatakan hal tersebut betul-betul melanggar.

"Nah kita tidak memberikan kualifikasi apakah pertemuan ini bertentangan atau tidak. Jadi, saya ingin menjelaskan bahwa itu kesepakatan 5PC dan kita harus stick kepada 5PC karena itu kesepakatan para kepala negara bersama-sama," tuturnya.

Ngurah lalu menjelaskan, terkait dengan penyelesaian konflik Myanmar, seluruh anggota ASEAN harus dapat menjadikan 5PC sebagai pedoman utama.

"(Pasalnya), salah satu dari mandat 5PC, jelas adalah melakukan engagement dengan semua stakeholders. Saya ulangi lagi, semua stakeholders, dan mendorong agar dialog inklusif secara nasional di Myanmar dapat dilakukan," tegasnya.

Menurut dia, penyelesaian melalui dialog inklusif adalah satu-satunya cara agar perdamaian yang nantinya tercipta di Myanmar bisa bersifat sustainable.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Alfida Rizky Febrianna
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Advertisement

Bagikan Artikel: