Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Membaca Manuver Pemerintah dan BUMN dalam Divestasi Vale Indonesia

Membaca Manuver Pemerintah dan BUMN dalam Divestasi Vale Indonesia Kredit Foto: Wafiyyah Amalyris K
Warta Ekonomi, Jakarta -

Momentum divestasi saham PT Vale Indonesia Tbk (INCO) menjadi yang ditunggu-tunggu pemerintah Indonesia. Bagaimana tidak, melalui divestasi tersebut, Indonesia diharapkan dapat mengambil alih dominasi kekuasaan atas perusahaan pemilik lisensi eksplorasi, penambangan, dan pengolahan bijih nikel di Tanah Air itu.

Impian Indonesia menguasai mayoritas saham Vale tidak serta-merta berjalan mulus. Diketahui, Indonesia memegang kendali atas 40,7% saham Vale. Namun dari porsi tersebut, hanya 20% saham Vale yang murni dimiliki oleh Indonesia. Sementara itu, 20,7% saham Vale lainnya dimiliki publik melalui Bursa Efek Indonesia (BEI).

Baca Juga: RI Naik Kelas, Bagaimana Peran dan Kontribusi BUMN Bawa Indonesia Jadi Negara Maju?

Pemerintah sendiri telah menargetkan untuk bisa menguasai hingga 51% saham Vale Indonesia lewat perusahaan pelat merah. Lantas, bagaimana manuver pemerintah Indonesia dalam menguasai mayoritas saham Vale? Simak dalam ulasan yang disusun redaksi Warta Ekonomi berikut ini. 

Mengenal Vale Indonesia

Vale Indonesia dikenal sebagai raksasa perusahaan tambang global. Vale bahkan menjadi salah satu produsen terbesar untuk komoditas bijih besi dan nikel. Vale mulai beroperasi sejak 1968 setidaknya di 27 negara produsen nikel terbesar dunia, salah satunya adalah Indonesia.

Pada tahun 1968, PT Vale yang kala itu bernama PT International Nickel Indonesia menandatangani Kontrak Karya (KK) bersama Pemerintah Indonesia. Kontrak Karya tersebut menjadi lisensi yang diberikan pemerintah Indonesia kepada Vale untuk melakukan eksplorasi, penambangan, dan pengolahan bijih nikel.

Berdasarkan Laporan "Indonesia Tanah Air Siapa: Kuasa Korporasi di Bumi Pertiwi" yang dirilis Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), diketahui bahwa Vale menjadi satu dari sepuluh besar korporasi pemilik konsesi lahan pertambangan terluas di Indonesia per Juli 2022.

Vale menguasai lahan tambang seluas total 118.017 hektare. Sebagian besar wilayah tersebut berada di Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Tengah. 

Data 10 Perusahaan Pemilik Konsesi Lahan Tambang Terluas per Juli 2022

Manuver Indonesia Kuasai Mayoritas Saham Vale

Kontrak Karya tambang Vale Indonesia akan berakhir pada 28 Desember 2025 mendatang. Untuk diketahui, Kontrak Karya Vale telah mengalami satu kali perpanjangan pada Januari 1996 silam. Sejak kontrak pertama yang dimulai tahun 1968, Vale telah melakukan penambangan nikel di Indonesia selama lebih dari 50 tahun.

Dengan masa penambangan selama itu, Indonesia masih belum mampu menguasai mayoritas kepemilikan saham Vale Indonesia. Di luar kepemilikan publik sebesar 20,07%, pemerintah Indonesia hanya menguasai 20% saham Vale Indonesia melalui Holding BUMN Tambang, MIND ID. Sementara itu, mayoritas saham Vale dikuasai oleh Vale Canada Limited (VCL) sebesar 43,79%. Pemegang saham Vale lainnya adalah Sumitomo Metal Mining Co.Ltd sebesar 15,03%.

Baca Juga: Historis Setoran Dividen BUMN ke Negara 5 Tahun Terakhir: BRI Konsisten Jadi Tulang Punggung Dividen Terbesar!

Pengamat Ekonomi Energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi, menyampaikan bahwa ini saat yang tepat untuk menambah kepemilikan pemerintah Indonesia atas saham Vale. Ia menyebut, Indonesia memiliki kekuatan dalam bernegosiasi sehingga dapat menguasai 51% saham Vale. Jika Vale tidak menyanggupi kepemilikan 51% tersebut, tegasnya, pemerintah punya kewenangan untuk tidak memperpanjang kontrak dengan Vale Indonesia.

"Kalau misalnya Vale tidak sanggup atau tidak mau, tahun depan pada saat kontrak ya habiskan 2025, jangan diperpanjang. Jadi syarat perpanjangan izin usaha pertambangan itu adalah penguasaan saham Vale 51% terjadi," pungkasnya kepada Warta Ekonomi beberapa waktu lalu.

Vale Indonesia Siap Divestasi 14% Saham

Sepakat dengan Fahmy Radhi, Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi PKS, yakni Mulyanto juga menilai penguasaan 51% saham dapat menjadi syarat yang diajukan pemerintah untuk memperpanjang izin usaha penambangan Vale Indonesia.

Dalam hal ini, Mulyanto menyoroti kabar adanya penambahan porsi divestasi saham Vale kepada Mind ID dari yang sebelumnya 11% menjadi 14%. Hal tersebut seperti yang disampaikan oleh Menteri ESDM, Arifin Tasrif, beberapa waktu lalu, "Berdasarkan presentase terakhir, 11% plus 3% jadi 14%, komposisi (kepemilikan MIND ID akan lebih besar."

Menurut Mulyanto, penambahan 14% saham hasil divestasi tersebut masih belum cukup untuk memenuhi  amanat konstitusi yang dipertegas dalam Undang-Undang tentang Pertambangan Minerba. Setidaknya dibutuhkan 7% saham lagi untuk dapat menjadi 51% sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang.

"Masih kurang 7 persen lagi untuk menjadi 51 persen. Karena saham MIND ID eksisting baru sebesar 20 persen dan saham publik nasional sebanyak 20 persen. Jadi penambahan saham 14 persen ini belum cukup membuat saham nasional mayoritas," tegasnya.

Perihal divestasi 14% tersebut, Kementerian ESDM memberikan tenggat waktu kepada Vale Indonesia untuk memberikan harga divestasi setahun sebelum kontrak berakhir, yakni pada akhir 2024.

Ambisi BUMN Jadi Pengendali Vale Lewat Divestasi

Pembicaraan soal divestasi saham Vale tidak lepas dari potensi BUMN Holding Industri Pertambangan Indonesia, yakni MIND ID untuk menjadi pengendali dalam Vale Indonesia. Terlebih lagi, Menteri BUMN, Erick Thohir, telah menegaskan bahwa BUMN sebagai perusahaan pelat merah akan turut serta dalam divestasi saham Vale.

"BUMN akan berperan (dalam divestasi Vale) seperti dulu (saat divestasi) PT Freeport," pungkas Erick Thohir pada awal tahun 2023 lalu.

Sejatinya, jika divestasi sebesar 14% dilakukan oleh VCL, MIND ID dapat langsung menjadi pemegang saham mayoritas dengan kepemilikan total sebesar 34% saham Vale. Pada saat yang sama, porsi saham VCL dalam Vale akan tergerus dari sebelumnya 43,79% menjadi 29,79%. Namun, jika divestasi 14% berasal dari Sumitomo, kepemilikan saham VCL dalam Vale masih yang paling dominan.

Kendati begitu, manajemen MIND ID secara tegas telah menyatakan komitmen untuk dapat menjadi pemegang saham pengendali dalam Vale. Hal itu dilakukan untuk memastikan kebijakan dan strategi bisnis Vale sejalan dengan kepentingan nasional.

Kepala Divisi Institutional Relations MIND ID, Selly Adriatika, mengatakan bahwa komitmen tersebut juga merupakan salah satu upaya MIND ID dalam meningkatkan nilai tambah dari produksi nikel Vale dengan mengembangkan industri hilir nikel di Indonesia.

"Kami tetap berkomitmen agar mayoritas saham INCO menjadi bagian dari konsolidasi di Indonesia. Kami yakin bahwa dengan menjadi pemegang saham pengendali INCO, kami dapat memberikan kontribusi yang lebih besar bagi pembangunan industri pertambangan dan mineral di Indonesia, terutama dalam sektor nikel," kata Selly di Jakarta beberapa waktu lalu.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Lestari Ningsih
Editor: Lestari Ningsih

Advertisement

Bagikan Artikel: