Penanganan Pasien Hemofilia di Indonesia Belum Optimal, HMHI Tekankan Pentingnya Tingkatkan Aksesibilitas Penatalaksanaan
"PNPK diturunkan menjadi Panduan Praktik Klinis (PPK) yang disesuaikan dengan kondisi masing-masing rumah sakit, sesuai dengan fasilitas dan sumber daya manusia yang ada. Akibatnya, pasien tidak bisa mendapatkan pengobatan yang optimal dan sangat bergantung dari rumah sakit yang menanganinya," jelas dia.
Tantangan lainnya adalah terkait pembiayaan pengobatan. Hemofilia adalah penyakit yang diderita seumur hidup sehingga pembiayaan menjadi kendala terbesar bagi pasien. Dalam sistem JKN, hemofilia merupakan salah satu dari delapan penyakit katastropik yang dijamin oleh JKN, dengan jumlah kasus serta biaya yang terus meningkat setiap tahunnya. Data Profil Kesehatan Indonesia, Kementerian Kesehatan tahun 2021 menyebutkan pembiayaan hemofilia mencapai lebih dari Rp 500 miliar.
Baca Juga: Benarkah Paru-Paru Dapat Kolaps akibat Vape? Ini Kata Praktisi Kesehatan
Dokter Spesialis Anak, Himpunan Masyarakat Hemofilia Indonesia (HMHI), DR. Dr. Novie Amelia Chozie, Sp.A(K) menambahkan, pengobatan inovatif tidak selalu identik dengan biaya tinggi.
"Terdapat pengobatan inovatif yang lebih baik dari segi manfaat, namun juga lebih efisien dari segi total biaya perawatan yang tidak hanya terkait biaya obat. Sebuah studi lokal menggunakan pendekatan model simulasi mengenai pemberian profilaksis dengan obat inovatif emicizumab terbukti menghemat anggaran negara sebesar 51 milyar dalam waktu 5 tahun dibandingkan dengan tanpa emicizumab," ungkapnya.
Studi ini sebelumnya telah dipresentasikan di HTAsiaLink dan Konas HMHI tahun 2021. Dari sisi pembiayaan, penting untuk membangun sinergi antar lembaga pemerintah, swasta, dan masyarakat, untuk memastikan transformasi kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang tengah berlangsung dapat memperluas akses penyandang hemofilia dalam mendapatkan perawatan yang sesuai standar.
Anisah (42 tahun, Depok), sebagai orang tua dari anak penyandang hemofilia menyampaikan pengalamannya dalam merawat pasien hemofilia.
"Ketika masih menggunakan pengobatan on-demand, Aryo harus ke rumah sakit untuk disuntik minimal 10 hari sekali dan memiliki batasan ketika berkegiatan. Tetapi setelah menggunakan Emicizumab, Aryo hanya perlu untuk melakukan penyuntikan sekali dalam sebulan di rumah sakit dan tidak pernah mengalami keluhan apapun. Aryo juga bisa bermain dan beraktivitas layaknya anak seumurannya. Saya sebagai orang tua juga merasa lebih tenang," ungkapnya.
Anisah kemudian menyampaikan harapannya untuk anak-anak penyandang hemofilia lain agar bisa mendapatkan pengobatan yang sama dengan Aryo dan Anisah juga berharap pemerintah dapat hadir untuk memberikan akses terhadap pengobatan ini.
Upaya HMHI Wujudkan Penanganan yang Optimal bagi Penyandang Hemofilia di Indonesia
Penyebaran informasi akan urgensi dan pentingnya kesadaran hemofilia oleh pemangku kepentingan dan masyarakat menjadi penting, sehingga dapat mewujudkan akses yang lebih luas bagi para penyandang hemofilia.
Ketua HMHI Prof. Dr. Djajadiman Gatot, Sp.A(K), Ketua HMHI, menyampaikan, HMHI sebagai wadah untuk komunitas penyandang hemofilia dan tenaga medis terkait berkomitmen untuk meningkatkan pemahaman tenaga medis tentang diagnosis dan tata laksana terkini untuk hemofilia dan kelainan darah.
"HMHI juga berupaya memberikan rekomendasi kepada pemerintah agar penanganan hemofilia dapat ditingkatkan secara optimal di Indonesia. Tidak berhenti di situ, kami juga meningkatkan kesadaran masyarakat umum tentang pentingnya peningkatan penanganan hemofilia ini," tegasnya.
Sebagai upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat umum dan pengetahuan tenaga medis profesional terkait penanganan hemofilia, HMHI mengadakan simposium nasional yang berlangsung pada 21-22 Juli 2023 di Jakarta.
Ketua Simposium Nasional HMHI, Dr. Fitri Primacakti, Sp.A(K) mengatakan simposium nasional ini berfokus pada diagnosa dan profilaksis dosis rendah, serta mengedukasi keluarga, penyandang hemofilia, dan masyarakat luas tentang hemofilia dan penanganannya, termasuk pengobatan inovatif yang dapat memberikan penanganan yang optimal bagi penderita hemofilia.
Baca Juga: BPJS Kesehatan Bayar Klaim Rp113,47 Triliun Sepanjang Tahun 2022, Lebih Tinggi dari Tahun 2021
Sebelumnya, HMHI telah melakukan berbagai kegiatan untuk meningkatkan awareness hemofilia, edukasi dan pelatihan untuk dokter dan tenaga kesehatan lainnya, termasuk edukasi untuk penyandang hemofilia dan keluarga, yang dilaksanakan secara kolaboratif dengan berbagai pihak baik internasional, nasional maupun lokal.
Semuanya bertujuan untuk meningkatkan kualitas penanganan hemofilia di Indonesia, yang pada akhirnya berdampak pada meningkatnya kualitas hidup dan kemandirian penyandang hemofilia di Indonesia.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ayu Almas
Tag Terkait:
Advertisement