BPOM: Labelisasi BPA Galon Guna Ulang Berdasarkan Isu Global dan Sains
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menegaskan komitmennya untuk terus menggerakkan industri obat dan makanan di Indonesia, dengan berpegang pada praktik operasional memastikan tidak ada kontaminan berbahaya di dalam produk produsen dan ramah lingkungan.
Penegasan ini disampaikan oleh Kepala BPOM RI, Penny K. Lukito, dalam Forum Dialog yang berjudul “Menuju Sustainable Corporate Governance: BPOM Mendukung Produksi dan Konsumsi Berkelanjutan Industri Obat dan Makanan Untuk Indonesia Maju” (17/7), bertepatan dengan momentum peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia (World Environment Day 2023) setiap 5 Juni.
“BPOM sebagai regulator akan mendorong dengan memberikan insentif, dalam artian BPOM akan memberikan kemudahan dalam regulasi, apresiasi, dan dukungan terkait labeling untuk produk-produk yang menaati aspek keamanan lingkungan, serta dukungan edukasi kepada masyarakat agar hanya memilih produk yang ramah lingkungan,” kata Penny K. Lukito, dalam sambutannya.
“Jadi, di situlah esensi dari tanggung jawab dan keterlibatan BPOM dalam aspek keamanan lingkungan ini,” katanya.
Dalam memperingati tema "Beat Plastic Pollution (Meminimalkan Polusi Plastik)" pada Hari Lingkungan Hidup Sedunia tahun ini, BPOM kembali meneguhkan langkahnya sebagai regulator yang bertugas menjaga keseimbangan lingkungan di industri obat dan makanan. Tema ini berfokus pada solusi permasalahan plastik yang menjadi isu lingkungan global saat ini.
“Rantai proses produksi dari industri obat dan makanan dapat berisiko menghasilkan limbah berbahaya bagi lingkungkan hidup, maupun kontaminasi pada produk yang dihasilkan. Hal ini yang menjadi concern BPOM dari sisi keamanan lingkungan,” kata Penny.
Selain menghadapi tantangan lingkungan, BPOM juga mengambil langkah progresif dalam menghadapi ancaman kontaminan dari produk kemasan yang mengadung Bisphenol A (BPA).
Penny menegaskan, seperti dikutip Antara (17/7), kebijakan labelisasi bahaya BPA pada galon guna ulang berbahan polikarbonat didasari atas isu global serta penelitian secara saintifik.
“Ada penelitian yang mendukung dan kami percaya pada latar belakang sains tersebut. Harus diaplikasikan dalam regulasi,” kata Penny.
Untuk melindungi masyarakat Indonesia, BPOM telah merancang aturan labelisasi pada kemasan galon air minum guna ulang sebagai langkah preventif dan edukatif. Rancangan labelisasi ini bertujuan memberikan kesadaran lebih kepada masyarakat, untuk lebih berhati-hati dalam menggunakan galon yang telah digunakan kembali.
Adanya labelisasi yang jelas, memungkinkan konsumen untuk memilih galon yang lebih aman dan terhindar dari kontaminasi BPA.
Penny tak menampik ada segelintir kalangan pengusaha air minum dalam kemasan (AMDK) yang mempertanyakan fakta konsumen yang meninggal, ataupun yang sakit akibat terpapar BPA.
Penny mengatakan secara tegas, seharusnya para pengusaha yang meragukan aturan labelisasi galon BPA oleh BPOM, mau belajar dari peristiwa Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA). Gangguan kesehatan ini memicu korban jiwa pada anak, akibat terkontaminasi Etilen Glikol/Dietilen Glikol (EG/DEG) yang melampaui ambang batas aman pada produk obat sirup.
“Harusnya kita belajar, sudah pintar, dikaitkan EG dan DEG, bahwa risiko produk mengandung kontaminan itu ada. Kita tidak perlu menunggu yang meninggal atau sakit,” katanya tegas.
Labelisasi BPA masih sangat wajar, katanya, sebab tidak sampai menerapkan larangan terhadap penggunaan kemasan air minum yang digunakan berulangkali.
“Kebijakan BPOM sangat lunak untuk mengedukasi masyarakat, tidak sampai melarang penggunaan kemasan air yang dipakai berulang. Tapi masih ada industri yang menolak,” kata Penny.
BPOM mengharapkan labelisasi galon BPA dapat menciptakan kompetisi sehat melalui inovasi kemasan air minum yang aman dan bermutu, sehingga konsumen dapat teredukasi dan cerdas memilih produk.
“Masyarakat akan memilih produk yang aman, akhirnya produk yang tidak ramah lingkungan dengan sendirinya akan tersingkir karena adanya kompetisi inovasi,” kata Penny.
Sementara itu, Deputi Bidang Pengawasan BPOM, Rita Endang, mengatakan bahwa bahaya galon BPA isi ulang ada pada jenis plastik keras atau polikarbonat yang pembuatannya menggunakan campuran senyawa BPA.
Rita mengatakan, rancangan regulasi pelabelan galon BPA menargetkan produk galon guna ulang yang saat ini digunakan oleh lebih dari 50 juta warga Indonesia untuk kebutuhan sehari-hari.
Dari total 21 miliar liter produksi industri AMDK per tahunnya, kata Rita, sekitar 22 persen di antaranya beredar dalam bentuk galon guna ulang.
Di samping menyelenggarakan forum dialog, dalam rangkaian kegiatan puncak peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia ini, BPOM memberikan apresiasi kepada industri obat dan makanan yang proaktif menerapkan produksi berkelanjutan berwawasan lingkungan.
Apresiasi ini diberikan setelah dilakukan serangkaian tahap penilaian oleh tim juri yang berasal dari BPOM, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Perindustrian, tim ahli di bidang lingkungan hidup, dan aliansi jurnalis di bidang lingkungan hidup, untuk memastikan penerapan produksi berkelanjutan berwawasan kelestarian lingkungan.
Dalam rangkaian kegiatan tersebut, BPOM juga menyelenggarakan pameran inovasi teknologi berwawasan lingkungan yang diimplementasikan di industri obat dan makanan.. Pameran ini diikuti oleh 26 industri obat dan makanan yang dapat dimanfaatkan untuk menambah wawasan, serta menggali kreativitas pelaku usaha untuk memproduksi produk obat dan makanan secara ramah lingkungan.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement