Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Sudah Habiskan Duit Negara Hingga Triliunan Rupiah, Proyek LRT Malah Salah Desain: Merugikan Rakyat

Sudah Habiskan Duit Negara Hingga Triliunan Rupiah, Proyek LRT Malah Salah Desain: Merugikan Rakyat Kredit Foto: Antara/Aditya Pradana Putra
Warta Ekonomi, Jakarta -

Proyek pembangunan LRT (Ligth Rail Transit) Jakarta, Bogor, Depok dan Bekasi (Jabodetabek) yang telah dibangun sejak September 2015 hingga kini belum kunjung beroperasi. Rencana operasional komersial proyek yang memakan nilai investasi hingga Rp32,5 triliun ini pun berulang kali mundur lantaran kendala teknis. 

Terakhir, pemerintah melalui Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi menyatakan bahwa LRT Jabodetabek akan memulai operasional komersial pada 30 Agustus 2023, mundur dari yang ditetapkan sebelumnya 18 Agustus 2023. 

Keputusan tersebut dilakukan guna memastikan keamanan dan keselamatan LRT Jabodetabek. Pasalnya, terjadi kesalahan desain dari longspan atau jembatan lengkung LRT Jabodetabek. 

Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo, yang menyatakan bahwa desainnya salah sejak awal. Salah satu kesalahan yang mencolok adalah pembangunan lengkung jembatan bentang panjang atau longspan di atas jalan tol dalam kota, Jakarta Selatan. 

Kontraktor PT Adhi Karya (Persero) Tbk disoroti karena tidak melakukan simulasi dan perhitungan matang terkait kemiringan dan kecepatan LRT selama proses perencanaan.

Akibat dari kesalahan teknis ini, LRT harus melaju sangat pelan saat melewati longspan, berpotensi meningkatkan risiko kecelakaan. Jadwal kereta LRT juga harus disesuaikan dengan kecepatan trainset karena tikungan yang sempit, mengakibatkan LRT berjalan hanya 20 km per jam, jauh dari kecepatan yang diharapkan. 

Menyoroti kejadian tersebut, Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta,  Achmad Nur Hidayat mengatakan bahwa ini saatnya Indonesia khususnya pemerintah menyadari pentingnya perencanaan yang baik dan matang dalam menghadapi proyek-proyek infrastruktur yang ambisius.

“Semua ini disebabkan oleh ketidaktepatan perencanaan dan ketidaktahuan tentang kemungkinan masalah yang muncul,” ucap  Achmad Nur Hidayat. 

Menurutnya, dampak dari keputusan perencanaan yang buruk ini tidak hanya terbatas pada masalah teknis, tetapi juga menyebabkan biaya proyek membengkak. 

“Longspan LRT yang seharusnya menjadi lintasan cepat malah menjadi penghalang dan harus direkayasa ulang. Perubahan ini membutuhkan biaya tambahan dan menyebabkan waktu proyek menjadi lebih lama dari yang seharusnya,” jelasnya. 

Ia menuturkan bila proyek LRT Jabodebek awalnya diapresiasi karena konstruksi jembatan lengkungnya yang presisi bahkan mendapatkan rekor MURI. Namun, apresiasi ini tidak dapat menggantikan fakta bahwa biaya tambahan dan penundaan yang terjadi akibat perencanaan yang buruk mengambil uang dari kantong publik. 

“Biaya yang semestinya dapat dialokasikan untuk proyek lain yang lebih mendesak dan bermanfaat bagi masyarakat, malah terbuang sia-sia akibat kegagalan perencanaan,” ucapnya. 

Baca Juga: Presiden Jokowi Jajal LRT Jabodebek: Nyaman dan Alhamdulillah Semua Lancar!

Slogan “Kerja, Kerja, Kerja” yang digaungkan Presiden Joko Widodo (Jokowi), lanjut CEO Narasi Institute ini, memang memiliki pesan kuat tentang pentingnya aksi dan kerja keras dalam membangun infrastruktur. “Namun, kerja tanpa perencanaan yang baik hanya akan menghasilkan kesalahan yang mahal dan merugikan masyarakat,” lanjutnya. 

Ia menegaskan jika proyek infrastruktur yang berhasil memerlukan rencana yang matang, simulasi yang teliti, dan perhitungan yang akurat sebelum pelaksanaan dilakukan.

“Yang diharapkan proyek ini berjalan baik hingga selesai ternyata masih menyisakan persoalan. Dan tentu saja ini menjadi PR tambahan yang mengharuskan adanya anggaran untuk menyelesaikannya. Akibatnya pembiayaan proyek ini akan semakin membengkak,” tutupnya. 

Sebagai informasi, nilai investasi LRT Jabodetabek memang telah mengalami pembengkakan senilai Rp2,6 triliun dari rencana awal Rp29,9 triliun menjadi Rp32,5 triliun. Cost overrun ini karena keterlambatan penyelesaian lahan depo kereta akibat pandemi Covid-19, tepatnya pada biaya praoperasi dan biaya Interest During Construction (IDC).

Baca Juga: Optimisme Presiden Jokowi terhadap Proyek Pembangunan LRT

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri

Bagikan Artikel: