Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kemenperin Beberkan Efek Ganda Hilirisasi Nikel pada Ekonomi Indonesia

Kemenperin Beberkan Efek Ganda Hilirisasi Nikel pada Ekonomi Indonesia Kredit Foto: Antara/Jojon
Warta Ekonomi, Jakarta -

Juru bicara Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Febri Hendri Antoni Arif menyampaikan sejak program hilirisasi sumber daya alam bergulir, terutama logam nikel di tanah air, beberapa multiplier effect mulai terlihat pada ekonomi nasional.

Saat ini, berdasarkan data Kemenperin, terdapat 34 smelter yang sudah beroperasi dan 17 smelter yang sedang dalam kontruksi. Investasi yang telah tertanam di Indonesia sebesar US$11 miliar atau sekitar Rp165 triliun untuk smelter Pyrometalurgi, serta sebesar US$2,8 miliar atau mendekati Rp40 triliun untuk tiga smelter Hydrometalurgi yang akan memproduksi Mix Hydro Precipitate (MHP) sebagai bahan baku baterai.

Selama masa konstruksi, kehadiran smelter tersebut menyerap produk lokal. Saat ini, smelter tersebut mempekerjakan sekitar 120 ribu orang tenaga kerja. Dilihat dari lokasi, smelter tersebar di berbagai provinsi, yaitu Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Maluku Utara, serta Banten.

Baca Juga: Anak Buah Sri Mulyani Bantah Faisal Basri soal Hilirisasi Justru Untungkan China

“Hal ini mendorong pertumbuhan perekonomian di daerah tersebut dengan meningkatnya PDRB di daerah lokasi smelter berada,” kata Febri dalam keterangan resminya, Minggu (13/8/2023).

Besarnya multiplier effect smelter nikel ini dapat dilihat dari nilai tambahnya. Kemenperin menghitung nilai tambah yang dihasilkan dari nikel ore hingga produk hilir meningkat berkali-kali lipat jika diproses di dalam negeri atau menghilirkan proses barang mentah.

Febri menyampaikan, apabila nilai nikel ore mentah dihargai US$30 per ton, ketika menjadi Nikel Pig Iron (NPI) harganya akan naik 3,3 kali mencapai US$90 per ton. Sedangkan bila menjadi Ferronikel, akan naik 6,76 kali atau setara US$203 per ton.

Ketika hilirisasi berlanjut dengan menghasilkan Nikel Matte, nilai tambahnya juga akan naik menjadi 43,9 kali atau US$3.117 per ton. Terlebih, sekarang Indonesia sudah punya smelter yang menjadikan MHP sebagai bahan baku baterai dengan nilai tambah sekitar 120,94 kali (US$3.628 per ton).

“Apalagi, jika ada ada pabrik baterai yang mengubah ore menjadi LiNiMnCo, maka nilai tambahnya bisa mencapai 642 kali lipat,” papar Febri. 

Hal ini tentu akan menambah pemasukan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan pajak-pajak lain yang nilainya triliunan rupiah. Dari sini saja sudah terbukti, seperti yang disampaikan Presiden Jokowi, jika Indonesia mengekspor bahan mentah, angkanya Rp17 triliun, dibandingkan dengan ekspor produk hasil hilirisasi nikel yang mencapai Rp510 triliun. Sehingga, penerimaan negara dari pajak akan jauh lebih meningkat.

Melihat performa kontribusi logam dasar ke ekonomi, Febri menjelaskan, PDB logam dasar di triwulan I-2023 tumbuh 11,39 persen. Pada semester I-2023 ini, logam dasar mencatatkan PDB sebesar Rp66,8 triliun. Selama periode tahun 2022, subsektor ini tumbuh di atas 15 persen dengan nilai Rp124,29 triliun, juga tahun 2021 tumbuh double digit setara Rp108,27 triliun. Bahkan di tahun 2020 yang penuh tekanan akibat pandemi Covid-19, industri logam dasar berhasil tumbuh mengesankan. 

“Indikator ini sangat jelas menunjukkan bahwa benefit smelter memberi manfaat bagi ekonomi nasional, bukan untuk negara lain. Hadirnya PMA merupakan pengungkit investasi untuk pertumbuhan ekonomi nasional,” tegas Febri.

Baca Juga: Luhut Harap Hilirisasi Pertambangan Jangkau UMKM Lebih Luas

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Rosmayanti

Advertisement

Bagikan Artikel: