- Home
- /
- New Economy
- /
- Energi
Kritik Hilirisasi Nikel, Faisal Basri Buka-bukaan Dominasi China: Dari Mesin hingga Bank
Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Faisal Basri menjadi sorotan publik usai mengkritik kebijakan hilirisasi nikel Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Menurutnya, sebanyak 90% dari nilai tambah yang dihasilkan melalui tahap hilirisasi nikel mengalir ke China. Pernyataan ini menjadi sorotan karena menyoroti peran dominan China dalam rantai pasok industri nikel.
“Saya ingin ingatkan bahwa kita itu dapatnya paling sedikit karena sebagian besar lari ke China. Saya bilang lebih dari 90% lari ke China nilai tambahnya,” tegas Faisal Basri, dikutip dari kanal Youtube Prof Rhenald Kasali pada Selasa (22/8/2023).
Baca Juga: Revolusi Hilirisasi: Mengapa Ekspor Bukan Hanya Soal Angka, Tapi Juga Manfaat Nyata?
Faisal Basri menjelaskan bahwa hasil dari peningkatan nilai tambah melalui tahap hilirisasi nikel di Indonesia akan berdampak positif bagi perusahaan smelter, yang sebagian besar di antaranya dimiliki oleh pengusaha asal China.
Otomatis, pengusaha tersebut akan meraih keuntungan lebih lanjut dari hasil nilai tambah yang dihasilkan melalui proses hilirisasi nikel.
“Sederhananya, bijih nikel kemudian diolah jadi feronikel, katakan bijih nikel bernilai 10 dan feronikel 60, berarti ada nilai tambahnya 50. Nilai tambah 50 itu larinya ke mana? Ke pengusaha dalam bentuk laba. Hampir semua pengusaha dari China, otomatis laba itu larinya ke China,” terang Basri.
Dalam pengembangan proyek hilirisasi, mayoritas mesin tambang diimpor dari Negeri Tirai Bambu. Hilirisasi nikel mengacu pada langkah pengolahan lebih lanjut nikel mentah menjadi produk yang lebih bernilai tinggi, yang memerlukan produk-produk teknologi tinggi lainnya.
“Mesin kita impor dari China. Mesin itu ada paten fee 100% dari China. Sekali lagi ini larinya tidak ke Indonesia, tapi juga ke China,” tegasnya lagi.
Kemudian, Faisal menekankan bahwa dalam pendanaan modal hilirisasi, Indonesia meminjam dari bank yang seluruhnya bukan berasal dari Indonesia, melainkan dari pihak asing.
“Modal pinjam dari bank, tidak ada satu bank pun setahu saya yang dari lokal, khususnya untuk yang di Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Tengah yang bunganya masuk ke China,” terang alumnus Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia itu.
Faisal juga mengamati bahwa hilirisasi nikel tidak memberikan kontribusi signifikan terhadap peningkatan lapangan kerja di Indonesia karena jenis industri ini lebih cenderung membutuhkan investasi modal besar daripada banyak tenaga kerja seperti industri-industri padat karya.
“Tenaga kerja itu ada dua, tenaga kerja dari Indonesia dan tenaga kerja asing. Kalau tenaga kerja Indonesia nilai tambahnya 100% lari ke Indonesia dan masih sedikit tenaga kerja dari lokal,” ucapnya.
Baca Juga: Anak Buah Sri Mulyani Bantah Faisal Basri soal Hilirisasi Justru Untungkan China
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Nevriza Wahyu Utami
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait:
Advertisement