Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kualitas Listrik Belum Mumpuni, Pemerintah Perlu Evaluasi Definisi Rasio Elektrifikasi

Kualitas Listrik Belum Mumpuni, Pemerintah Perlu Evaluasi Definisi Rasio Elektrifikasi Kredit Foto: PLN
Warta Ekonomi, Jakarta -

Institute for Essential Services Reform (IESR) mendorong pemerintah untuk melakukan evaluasi dan memutakhirkan definisi rasio elektrifikasi di Indonesia agar mencakup pemenuhan kebutuhan masyarakat Indonesia terhadap kualitas listrik yang mumpuni. 

Menurut data pemerintah, rasio elektrifikasi di Indonesia telah mencapai 99,63 persen dan rasio desa berlistrik mencapai 99,79 persen pada akhir 2022, berdasarkan laporan Capaian Kinerja 2022 dan Rencana Kerja 2023 Subsektor EBTKE.

Manajer Program Transformasi Energi IESR, Deon Arinaldo mengatakan, saat ini definisi rasio elektrifikasi masih terbatas pada perbandingan jumlah rumah tangga yang berlistrik dengan total rumah tangga.

Baca Juga: Transformasi Kelautan Indonesia: Elektrifikasi Marine sebagai Solusi Kesejahteraan Nelayan

Menurutnya, akses listrik yang berkualitas akan berpengaruh terhadap peningkatan mutu hidup masyarakat.

“Akses listrik seharusnya semangatnya tidak hanya memberikan akses terhadap listrik, tetapi akses listrik sejatinya bisa memberikan kesempatan bagi penerimanya untuk meningkatkan kualitas hidup dan perekonomian,” ujar Deon dalam keterangan tertulis yang diterima, Rabu (23/8/2023). 

Sementara itu, Analis Sistem Ketenagalistrikan dan Energi Terbarukan IESR, Alvin P Sisdwinugraha mengatakan, besarnya rasio elektrifikasi di Indonesia belum mampu menjamin aksesibilitas, keandalan, serta kapasitas dan kualitas listrik yang diterima oleh masyarakat.

Menurutnya, diperlukan indikator baru yang memberikan gambaran kualitas akses listrik di Indonesia, misalnya seperti Multi-Tier Framework (MTF) yang mampu menilai spektrum kualitas layanan dari sudut pandang pengguna listrik.

“IESR pernah mencoba mengukur kualitas akses listrik menggunakan MTF di NTB dan NTT pada 2019. Hasilnya, kebutuhan listrik tidak tersedia selama 24 jam dan terbatas untuk alat elektronik dan pencahayaan berdaya rendah,” ujar Alvin.

Alvin mendorong pemerintah agar menggunakan metode evaluasi yang mengintegrasikan kualitas layanan listrik sebagai indikator kunci pencapaian terkait akses energi. 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Djati Waluyo
Editor: Rosmayanti

Advertisement

Bagikan Artikel: