Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Manisnya Hilirisasi Kakao, Indonesia Jadi Pemasok Rantai Global

Manisnya Hilirisasi Kakao, Indonesia Jadi Pemasok Rantai Global Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin, Putu Juli Ardika. | Kredit Foto: Kemenperin

Cokelat artisan biasanya diproses dari biji yang berasal dari daerah tertentu (single origin), misalnya craft bean to bar dari Ransiki (Papua), Berau (Kalimantan Timur), atau Jembrana (Bali), dan lain-lain. Produk cokelat artisan bean to bar memiliki nilai tambah yang paling tinggi. Sebagai gambaran, produk artisan bean to bar memiliki nilai tambah berkisar 700% hingga 1.500%, sedangkan produk cokelat lainnya berkisar 100% hingga 300%.

Indonesia memiliki peluang untuk pengembangan cokelat artisan karena didukung sekitar 600 profil aroma yang dapat digunakan sebagai modal dasar inovasi dan variasi produk cokelat artisan. Karena nilai tambahnya yang tinggi, produsen cokelat artisan ini mampu membeli biji kakao dengan harga yang lebih bersaing, sekitar Rp50.000 per kg hingga Rp70.000 per kg, di mana harga biji kakao pada umumnya sekitar Rp30.000 per kg.

Baca Juga: Revolusi Hilirisasi: Mengapa Ekspor Bukan Hanya Soal Angka, Tapi Juga Manfaat Nyata?

Produsen cokelat artisan membutuhkan biji kakao yang telah difermentasi dengan kualitas premium, sedangkan produsen kakao olahan lainnya masih dapat mengolah biji kakao asalan. "Oleh karena itu, pemerintah melalui Kemenperin akan terus mendorong hilirisasi pengolahan cokelat artisan," tegas Putu.

Program pengembangan cokelat artisan bean to ba, telah dimulai dengan pembentukan wadah (perkumpulan/asosiasi) yang akan dilanjutkan dengan berbagai program kerja, antara lain peningkatan kompetensi sumber daya manusia (SDM) bagi chocolate maker.

Selain itu, kampanye peningkatan konsumsi cokelat di dalam negeri, kampanye cokelat untuk kesehatan dan lifestyle, promosi atau pameran nasional maupun internasional, program fasilitasi restrukturasi mesin dan peralatan dalam rangka peningkatan teknologi, serta dukungan terhadap program sustainability dan traceability pada rantai pasok.

"Penyelenggaraan event bertaraf internasional, seperti pameran, promosi, dan kompetisi pengolahan kakao yang diselenggarakan di daerah-daerah tujuan wisata nasional, seperti Bali, Yogyakarta, dan lain-lain, diharapkan mampu menjadikan Indonesia sebagai episentrum kegiatan cokelat global. Hal ini perlu didukung oleh para pemangku kepentingan terkait," pungkas Putu.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Ayu Rachmaningtyas Tuti Dewanto
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Advertisement

Bagikan Artikel: