Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Industri Teh Indonesia Melesu, Asia Tea Alliance Bantu Promosi di Pasar Global

Industri Teh Indonesia Melesu, Asia Tea Alliance Bantu Promosi di Pasar Global Kredit Foto: Rahmat Saepulloh
Warta Ekonomi, Bandung -

Saat ini, tren konsumsi teh global terus meningkat, tetapi kondisi sektor teh di Tanah Air justru makin melesu. Penurunan kinerja telah dialami oleh tiga pelaku utama sektor teh, yaitu Perkebunan Besar Negara, Perkebunan Besar Swasta, dan Perkebunan Rakyat. Kendati demikian, petani kecil yang mengelola kebun secara mandiri merupakan pihak yang paling rentan.

Petani dengan sederet keterbatasan modal, kemampuan dan teknologi, umumnya kurang luwes dalam menghadapi kondisi pasar yang dinamis. Hampir separuh (46%) perkebunan teh Indonesia digarap oleh petani, sedangkan 34% dikelola oleh negara dan 20% dikelola oleh swasta.

Baca Juga: Ekspor Perdana Teh Oolong Indonesia ke Vietnam, PTPN Group dan Suntory Garuda Buka Pasar Baru

Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2021 mencatat, meskipun mempunyai area perkebunan terluas, ironisnya produktivitas kebun teh rakyat justru yang paling kecil. Dari 144.064 ton produksi teh kering Indonesia pada 2020, 40% dihasilkan oleh Perkebunan Besar Negara, 35% oleh Perkebunan Rakyat, dan 25% oleh Perkebunan Besar Swasta.

Hal ini terjadi karena mayoritas petani teh masih menjual pucuk basah sehingga belum ada nilai tambah produk. Selain itu, harga masih bergantung pada pengepul di daerah masing-masing. Akibatnya, petani sering kali menerima berapapun harga yang ditentukan pengumpul atau pabrik pengolahan.

Tak heran bila sejumlah petani meninggalkan kebun teh mereka, dan mencari alternatif pekerjaan lain, seperti buruh, karyawan, atau jadi pedagang. Generasi muda pun tidak tertarik melanjutkan kebun teh yang sudah menjadi warisan turun-temurun. Kebanyakan dari mereka memilih merantau untuk mendapat upah lebih baik.

Ketua Paguyuban Tani Lestari, Waras Paliant mengatakan, posisi petani berada di paling ujung rantai pasok dengan segala keterbatasannya. Ketergantungan yang besar pada pelaku lain juga makin menempatkan mereka pada posisi tawar yang rendah.

"Jadi, harus ada solusi inovatif untuk mengubah kondisi tersebut. Salah satunya adalah seperti yang kami (paguyuban) lakukan bersama para petani dengan membangun produk teh rakyat yang telah kami beri nama 'Teh nDeso'," kata Waras kepada wartawan dalam acara Asia Small Tea Growers Conference 2023 di Bandung, Rabu malam (23/8/2023).

Melalui event Asia Small Tea Growers Conference 2023, pihaknya akan mengumumkan rencana  ekspansi pasar ke Jawa Barat dan launching brand Teh Juwara. Di lain sisi, membanjirnya impor teh di pasar Indonesia juga karena konsumen Indonesia lebih menghendaki produk teh dengan harga murah. Hal itu membuat para pengusaha minuman bahan baku teh, lebih pilih mengimpor teh berkualitas rendah dengan harga murah. Jika kondisi ini berlanjut, tentu dapat merugikan sektor teh Indonesia dan berdampak negatif bagi seluruh petani teh.

Melihat kondisi tersebut, aliansi organisasi teh dari negara-negara produsen dan konsumen teh utama di Asia, Asia Tea Alliance (ATA) akan mempromosikan teh Asia di pasar global, membantu para produsen (terutama produsen kecil) mengidentifikasi peluang pasar baru, dan mengatasi hambatan perdagangan.

Tahun 2023, Indonesia berkesempatan menjadi tuan rumah pertemuan tahunan ATA yang dihadiri oleh para delegasi ATA)l dari berbagai negara dan tamu undangan dari perwakilan stakeholder sektor teh di Indonesia. ATA secara rutin menyelenggarakan pertemuan tahunan yang memberikan wadah untuk saling memperkuat hubungan yang menguntungkan dengan cara berbagi informasi, promosi perdagangan untuk meningkatkan konsumsi teh.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Rahmat Saepulloh
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: