Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

BEM UI Ingin Gelar Debat Capres, Waketum Partai Garuda: Kampus Harus Bebas dari Politik Praktis

BEM UI Ingin Gelar Debat Capres, Waketum Partai Garuda: Kampus Harus Bebas dari Politik Praktis Kredit Foto: Istimewa
Warta Ekonomi, Jakarta -

Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) berencana mengundang tiga bakal calon presiden (capres), yaitu Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, dan Prabowo Subianto untuk debat, pada 14 September 2023.

Wakil Ketua Umum Partai Garuda Teddy Gusnaidi menyatakan, meski ketiganya masih bacapres, bukan capres, BEM UI tetap tidak bisa mengundang mereka untuk debat.

Teddy mengingatkan, dalam Undang-Undang (UU) Pendidikan Tinggi, diatur tentang Kebebasan Akademik, Kebebasan Mimbar Akademik, dan Otonomi Keilmuan. Kebebasan ini harus terbebas dari politik praktis.

"Jadi dilarang untuk melakukan kegiatan politik praktis. Artinya debat bacapres di universitas atau mengatasnamakan universitas dilarang," ujar Teddy, Jumat (25/8).

Diingatkannya, dalam UU Pendidikan Tinggi, mimbar akademik merupakan wewenang dari profesor atau dosen, bukan mahasiswa atau organisasi mahasiswa.

Hal ini pernah digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) karena merasa ada pembatasan kewenangan untuk diskusi, seminar dan kegiatan sejenisnya oleh mahasiswa. Namun, gugatan itu ditolak oleh MK.

"Artinya apa? Artinya ketika menggunakan UU Pemilu, yang bisa menyelenggarakan di kampus adalah pelaksana kampanye, bukan kampus, mahasiswa atau organisasi mahasiswa. Ketika menggunakan UU Pendidikan Tinggi, yang menyelenggarakan adalah dosen atau profesor, bukan mahasiswa atau organisasi mahasiswa," bebernya.

Jadi apakah boleh organisasi mahasiswa melaksanakan politik praktis dengan mengundang bacapres debat?

Teddy bilang, secara aturan tidak boleh, baik dalam UU Pendidikan Tinggi maupun UU Pemilu.

Diingatkannya, mahasiswa adalah pihak yang seharusnya menerima pendidikan politik, bukan yang memberikan pendidikan politik.

Oleh karena itulah, secara hukum atau aturan, pendidikan politik untuk urusan pemilu ada di partai politik dan penyelenggara pemilu.

"Secara pengalaman, pemilu itu pelakunya adalah partai politik dan penyelenggara pemilu. Jadi dilihat dari sisi hukum atau aturan dan kemampuan, tentu tidak layak jika yang seharusnya diberikan pendidikan politik malah memberikan pendidikan politik," tandas Teddy.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Advertisement

Bagikan Artikel: