Sistem Pembayaran Digital Ancam Keberadaan Kartu Konvensional, Kok Bisa?
Sistem pembayaran elektronik, termasuk dompet digital dan kartu virtual, terus bertumbuh signifikan. Faktor yang mengakselerasi tren ini adalah adopsi solusi berbasis digital oleh pemerintah dan lembaga keuangan untuk meningkatkan efisiensi, transparansi dan inklusi keuangan nasional. Akibatnya, terdapat sebuah ancaman terhadap sistem pembayaran kartu konvensional. Kok bisa?
Dilansir dari keterangan Ayoconnect pada Selasa (29/8/2023), survei dari Statista tahun 2023 mencatat 79% konsumen menilai pembayaran digital sebagai sistem pembayaran yang lebih aman dan 78% berencana untuk terus menggunakan pembayaran digital.
Data lainnya dari Bank Dunia tahun 2021 mencatat kepemilikan kartu kredit pada usia 15 tahun ke atas hanya 9,98%, sedangkan tingkat kepemilikan kartu debit sebesar 43,99%. Meski demikian, masih ada peluang untuk bisnis sistem pembayaran berbasis kartu di Asia Tenggara.
Baca Juga: Gara-gara Ketidakpastian Regulasi, GameStop Hentikan Layanan Dompet Digital Kriptonya
Founder dan CEO Ayoconnect, Jakob Rost memaparkan bahwa bisnis kartu di Indonesia dalam posisi yang unik karena di satu sisi, kegunaan kartu sebagai metode pembayaran masih menjadi pilihan handal masyarakat namun menjadi tantangan besar bagi konsumen yang belum memiliki akses ke fasilitas perbankan.
Ia melanjutkan, tingginya angka populasi yang tidak mendapat akses perbankan dan kurang mendapat akses bank (underbanked dan unbanked) di Asia Tenggara, khususnya di Indonesia, membuat perlambatan adopsi sistem pembayaran berbasis kartu. Namun ketika pandemi COVID-19, pertumbuhan angka penetrasi penggunaan ponsel pintar (smartphone) dan penggunaan internet di masyarakat telah memaksa pemain dalam lanskap finansial untuk mengikuti tren pembayaran digital.
Karena itu, keberadaan kartu virtual atau kartu digital, menjadi representasi digital dari kartu pembayaran konvensional baik kartu kredit atau debit.
“Kartu virtual berfungsi sebagai solusi finansial alternatif tanpa rekening bank tradisional. Jika melihat tren perilaku pembayaran yang terus berkembang di Indonesia, kita akan mendapati perkembangannya condong ke arah pembayaran berbasis digital,” ujar Rost dalam diskusi panel acara Open Finance Summit 2023 beberapa waktu lalu.
Menurutnya, signifikansi antara dua kartu ini adalah kartu virtual dapat digunakan oleh masyarakat tanpa rekening bank untuk melakukan berbagai transaksi daring (online) dan offline seperti kartu konvensional. Kartu virtual mudah diakses oleh pengguna melalui aplikasi atau platform online lainnya yang diterbitkan oleh lembaga keuangan atau perusahaan teknologi finansial (fintech). Sehingga, misi mencapai inklusi keuangan dan masyarakat ekonomi digital dapat dipercepat.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Nadia Khadijah Putri
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait:
Advertisement