Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Tingkatkan Risiko Importasi Ilegal, APLE Soroti Aturan Larangan Impor di Bawah USD100

Tingkatkan Risiko Importasi Ilegal, APLE Soroti Aturan Larangan Impor di Bawah USD100 Kredit Foto: APLE
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pemerintah berencana tetap memberlakukan larangan impor di bawah USD100 sebagai bagian dari revisi Permendag No 50 Tahun 2020. Terkait hal ini, Asosiasi Pengusaha Logistik E-Commerce (APLE) mengambil langkah.

Ketua APLE, Sonny Harsono, mengatakan, alih-alih melindungi UMKM, kebijakan larangan impor di bawah USD100 justru akan memberikan multiplier effect (efek berganda). Di samping tak memiliki yurisprudensi di dunia internasional, kebijakan tersebut rentan lebih membuka ruang importasi ilegal yang negara pengirim maupun kualitas produk tak tervalidasi. 

Baca Juga: Guna Lakukan Substitusi Produk Impor serta Tingkatkan Porsi TKDN, SIG Gunakan Suku Cadang Buatan UMKM

Sayangnya, ucap Sonny, wacana kebijakan larangan impor USD100 yang diusulkan oleh Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (KemenKopUKM) sebagai bagian revisi Permendag 50/2020 itu justru mendapat applause dari berbagai pejabat karena mengusung tagline melindungi UMKM.

Padahal, ia menilai kondisi tercipta justru akan sebaliknya dan malah membahayakan UMKM. Ekses masalah yang timbul juga diyakini jauh lebih besar, termasuk importasi ilegal yang membuat kerugian negara, serta peningkatan perilaku koruptif. 

"Dan yang paling penting adalah UMKM-nya sendiri malah dirugikan. Kita sudah bersurat, menyampaikan keberatan kita. Kita akan eskalasi, tapi kalau semua cara mentok, kita akan ambil langkah hukum, kita akan gugat kebijakan ini ke PTUN. Ini kan sebenarnya menciderai nama Indonesia juga. Karena pasti akan digugat juga oleh WTO. Jadi pemerintah Indonesia di dalam negeri digugat, di luar negeri juga akan digugat oleh pihak lain," kata Sonny di sela-sela diskusi bertajuk 'Impor E-Commerce Dilarang, Predator Pricing Makin Garang' yang digelar APLE bersama Communi&co di Plataran Restaurant, Jakarta, Rabu (23/08/2023). 

Dalam diskusi yang dipandu Maria Anneke itu, Sonny memaparkan larangan impor di bawah USD100 dikhawatirkan akan membuat sektor UMKM menjadi lumpuh. Hal itu karena banyak barang produksi atau kebutuhan yang diperlukan tak dapat diperoleh karena belum tersedia di Indonesia. Kekhawatiran lain adalah larangan impor di bawah USD100 berpotensi membuat UMKM Indonesia menerima efek resiprokal atau perlakuan serupa dari negara lain. 

"Jadi kalau barang ini katakanlah dari China, atau Taiwan, atau Amerika, di-banned, bagaimana kalau diambil tindakan serupa terhadap barang kita yang diekspor. Sementara saat ini ada 50 juta UMKM ditargetkan untuk on board. Dan kita sekarang ada per bulan 500 ton lebih barang UMKM yang dijual secara cross border, ekspor dengan transaksi yang 1 tahun mencapai Rp2 triliun. Harusnya dibatalkan segera (larangan impor di bawah USD 100)," ujarnya. 

Sonny menambahkan, efek domino dari kebijakan tersebut juga akan membuat perekonomian Indonesia yang saat ini tengah bangkit kembali terpuruk. Sektor logistik menurutnya akan sangat terdampak sehingga membuat aktivitas lebih dibebankan ke kegiatan ekspor.

Imbasnya, pelaku usaha logistik akan membuat penyesuaian untuk membuat perusahaannya tetap sehat dengan cara pengurangan tenaga kerja. Ancaman PHK massal itu urainya akan terjadi setidaknya 2 bulan paska larangan diberlakukan.

"Dari sisi logistik tentunya akan mendegradasi kemampuan untuk lebih kompetitif. Karena kegiatan importasi E commerce ini termasuk yang paling kompleks. Ini dihilangkan maka akan ada PHK besar-besaran, pendapatan logistik turun. Jangan lupa 2023 kuartal pertama dan kedua, Indonesia tumbuh 5,9 persen ekonominya. Dan penyumbang terbesarnya, sekitar 19 persen itu dari sektor logistik. Jadi apabila diterapkan dan berefek langsung ke logistik maka akan mendegradasi ekonomi nasional," beber Sonny.

Lebih jauh, Sonny berharap pemerintah dalam mengatasi persoalan predator pricing dapat membuat kebijakan yang tak mendegradasi UMKM dan perekenomian Indonesia. 

"Apabila (penyebab predator pricing) itu proses importasi ilegal, mari sama-sama kita berantas. Sama-sama kita cek di platform, barang-barang yang dijual tadi (importasi ilegal) segera dibatasi. Jadi bukan cross border-nya yang dibatasi. Tapi barang impor (ilegal) yang ada di platform yang dibatasi. Pengawasan barang impor di platform diperketat," tandasnya. 

Senada, Ekonom sekaligus Direktur CELIOS (Center of Economic and Law Studies) Bhima Yudhistira mengingatkan kebijakan pengendalian impor e-commerce penting, tapi perlu dilihat ekses dari regulasi, di mana batas minimal USD100 per barang berpeluang memunculkan barang impor ilegal.

Bhima berpendapat seharusnya pengaturan predatory pricing dipertegas pemerintah dalam revisi regulasi existing. Bukan hanya merugikan pelaku UMKM, kebijakan tersebut ditekankannya berpotensi menghilangkan pendapatan negara. 

"Dari mulai kehilangan PPN, PPh Badan, PPh karyawan. Mungkin bisa lost Rp40-50 triliun per tahun hanya dengan larangan 100 dolar," Bhima berkomentar.

Ia menilai kebijakan diambil pemerintah ini tak memikirkan secara matang ekses ditimbulkan dan tak melibatkan semua stakeholder. Kebijakan itu bahkan disebutnya lebih condong diambil karena anggapan populis jelang Pemilu 2024.

"Kebijakan ini membingungkan. Masalah pajak, Kementerian Keuangan dan bea cukai harus bicara. Pengaruh tax avenue harus dipikirkan. Kementerian tenaga kerja harus angkat bicara, ada UMKM mempekerjakan karyawan, akan ada lay off," tukasnya seraya menuturkan larangan impor di bawah USD100 sebagai bentuk ultra proteksionis yang justru berbeda dengan komentar Presiden Joko Widodo mengenai UMKM di tingkat ASEAN. 

Keluhan atas wacana larangan impor di bawah USD100 disampaikan Gita Dwi Ayu Putri, founder Wax Beauty Salon Serang dan Padeglang. Gita menyampaikan, dalam 80 persen pengadaan alat dan barang, untuk aktivitasnya mengandalkan impor karena tak adanya ketersediaan di dalam negeri.

Bila larangan benar-benar diterapkan, dirinya memastikan sebagian karyawan terpaksa di PHK karena aktivitas usaha yang melibatkan barang impor tak lagi dilakukan. Gita memprediksi banyak pelaku usaha yang akan menutup bisnisnya jika kebijakan tersebut diberlakukan karena beberapa produk tak terpenuhi dari dalam negeri.

Baca Juga: Jadi Sumber Energi Transisi, Indonesia Berpotensi Jadi Net Importir Gas pada 2040

Rossa Novitasari, Kepala Bidang Investasi UKM, Pada Asisten Deputi Bidang Pembiayaan dan Investasi UKM, KemenKopUKM berdalih revisi Permendag dimaksudkan agar UMKM, produsen, dan masyarakat dapat terlindungi dalam ekosistem digital.

Ia berharap adanya masukan yang konkret dari stakeholder kepada pemerintah sehingga kebijakan diambil akan baik untuk negara dan khususnya pelaku UMKM.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ayu Almas

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: