Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Ganjar Pranowo dan Arsjad Rasjid Dinilai Mampu Jawab Tantangan Bonus Demografi

Ganjar Pranowo dan Arsjad Rasjid Dinilai Mampu Jawab Tantangan Bonus Demografi Kredit Foto: ASEAN-BAC
Warta Ekonomi, Jakarta -

Menghadapi tantangan bonus demografi Indonesia pada 2032, dimana jumlah penduduk usia produktif lebih banyak daripada usia tidak produktif. Diperlukan kepemimpinan kuat dan kerja kolektif yang mampu mewujudkan visi Indonesia Emas 2045. 

Akademisi Binus University, Fitria Andayani, M.A, Ph.D menilai Arsjad Rasjid selaku Ketua Umum KADIN bersama Ganjar Pranowo adalah dua tokoh muda yang dinilai publik mampu mengorkestrasi bonus demografi Indonesia. Ganjar dan Arsjad merupakan perpaduan yang pas, antara Jawa dan Sunda.

Arsjad sendiri memiliki darah Sunda, Jawa Barat. Dia lahir dari seorang Ibu bernama Hj Suniawati yang berasal dari Cimahi dan ayah seorang tentara, H.M.N. Rasjid yang berasal dari Palembang. 

Sebagaimana diketahui Indonesia akan menghadapi bonus demografi pada 2032, dimana jumlah penduduk usia produktif lebih banyak daripada usia tidak produktif. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2022, rasio ketergantungan atau dependency ratio kependudukan Indonesia sebesar 44,67%, atau ad 44-55 orang non-produktif di setiap 100 penduduk. 

“Pak Ganjar dan Pak Arsjad, ini tokoh muda yang saling melengkapi. Punya konsep soal sumber daya manusia. Punya jejak reputasi dan kompetensi mumpuni, Pak Ganjar lama di pemerintahan, dan Arsjad di dunia usaha. Visi Indonesia Emas 2045, kita membutuhkan pemimpin yang mampu mengelola sumber daya yang siap menjadi negara maju”, tutur Fitria. 

Menurut Fitria, menyikapi bonus demografi tahun 2032 negara harus menyiapkan sumber daya dengan pengetahuan dan keahlian khusus agar mampu bersaing global dan berkelanjutan.

“Di era 4.0 masyarakat harus mampu berdaya saing tinggi menjawab tantangan global. Jika tidak maka akan terjadi evolusi sosial. Peta jalan Indonesia Emas 2045 harus memiliki tolak ukur, dan target pembangunan yang jelas. Kolaborasi kepeminpinan pemerintah, dunia usaha dan civil society ini diperlukan," tegasnya. 

Indonesia diproyeksi menjadi negara dengan tingkat ekonomi berpenghasilan tinggi pada 2038. Indonesia diprediksi menjadi negara maju, negara tangguh, sejehtera dan inklusif berkelanjutan di 2045.  

Dengan pertubuhan ekonomi 5,3% pada 2022 Bank Dunia memprediksi pertumbuhan Indonesia bisa mencapai 7% dan Indonesia bisa naik kelas menjadi negara berpendapatan tinggi atau negara maju, pendapatan per kapita harus dimiliki Indonesia sebesar US$ 13.845 ke atas.

"Perlu transformasi secara total, tidak hanya transformasi ekonomi, tapi juga transformasi secara menyeluruh baik transportasi sosial, tata kelola, dan perlu menyiapkan landasan transformasi. Pilar pembangunan Indonesia memerlukan aspek pendukung seperti sumber daya manusia, infrastruktur, digitalisasi, dan regulasi, Tidak boleh bonus demografi justru membawa masalah sosial, gempa pengangguran dan tingkat kriminalitas tinggi" ujarnya.

Akademisi lulusan University of Missouri Amerika Serikat ini juga menjelaskan tantangan ke depan bahwa anak-anak muda memerankan peran strategis pembangunan. Tidak hanya memiliki pengetahuan dan skill, tapi juga menguasai AI (Artificial Intelligence) atau kecerdasan buatan. 

Menurutnya, AI akan menghasilkan pemimpin masa depan yang bisa memanfaatkan AI dengan bijak dan etis. Juga bisa membentuk pemimpin yang memiliki kemampuan identifikasi masalah dan solusi inovatif dengan mengandalkan kekuatan AI.

“Perlu sinergi lebih kuat antara pemerintah, dunia usaha, dan dunia akademik (vokasi). Menariknya sejak 2022 Pak Arsjad Rasjid ditunjuk oleh Presiden sebagai bagian dari Tim Koordinasi Nasional Revitalisasi Pendidikan Vokasi dan Pelatihan Vokasi lewat (Perpres) No.68/2022. Ini langkah strategis meyiapkan sumber daya manusia terutama untuk wirausaha muda dan sosial dalam mengantisipasi Revolusi Industri 4.0 dan Society 5.0," tuturnya. 

Arsjad Rasyid melalui Kadin Indonesia telah melakukan pelatihan vokasi yang dikembangkan secara luas di berbagai kota, minat masyarakat untuk berwirausaha dapat terdorong. Sementara Ganjar Pranowo selama memimpin Jateng, telah mendirikan berbagai SMK dan Balai Latihan Kerja. 

Di era digital seperti saat ini perlu mendorong dan mengakselerasi ekosistem usaha yang berbasiskan data dan ekonomi digital sehingga mampu menghasilakan pertumbuhan ekonomi yang berdampak bagi kesejahteraan masyarakat. 

Kolaborasi dengan pemerintah, akademisi, juga berbagai komunitas masyarakat diperlukan untuk mengoptimalkan pelatihan vokasi yang disesuaikan dengan kebutuhan pasar kerja dan tantangan dunia industry di masa depan. 

Tantangan bagi pemimpin kedepan juga menurut Fitria adalah bagaimana bonus demografi juga bisa memberdayakan perempuan Indonesia.

“Ada tantangan tersendiri bagi Pak Ganjar dan Pak Arsjad bagaimana memberdayakan perempuan, peran strategis perempuan dalam pertumbuhan ekonomi kita berkontribusi sebesar 60,51 persen Produk Domistik Bruto (PDB) dan mampu menyerap sebesar 96,92 persen tenaga kerja serta menyumbang 15,65 persen ekspor non migas. Jumlah UMKM kita itu 64,2 juta pelaku usaha, 37 jutanya dikelola perempuan," paparnya. 

Fitria mencermati jika bonus demografi tidak dikelola secara bijak, kesenjangan gender bisa saja menyebabkan hilangnya pendapatan 30 persen dan kerugian rata-rata 17,5 persen bagi suatu negara dalam jangka panjang. 

“Di ASEAN WOMEN CEO FORUM kemarin, data Fortune 500 menyebutkan hanya 5 persen posisi CEO yang ditempati perempuan, posisi manajemen hanya 24 persen, perempuan terkendala masalah sosial, hukum, budaya dan institusional. Perlu pengembangan dan pemberdayaan perempuan secara strategis khususnya untuk anak-anak muda secara merata dalam pembangunan ke depan," ungkap dia.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Advertisement

Bagikan Artikel: