Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pulau Rempang Series: Dasar Kebijakan dan Komitmen Pengembangan Rempang ECO City

Pulau Rempang Series: Dasar Kebijakan dan Komitmen Pengembangan Rempang ECO City Sejumlah ladang milik warga berada di dalam kawasan hutan Sembulang di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau, Senin (21/8/2023).Pemerintah berencana mengembangkan seluas 17.000 hektare lahan Pulau Rempang yang termasuk dalam Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) menjadi kawasan ekonomi baru dengan nilai investasi mencapai Rp381 triliun hingga tahun 2080 dan mampu menyerap tenaga kerja langsung sebanyak 306.000 orang. ANTARA FOTO/Teguh Prihatna/foc. | Kredit Foto: Antara/Teguh Prihatna/foc.
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pemerintah Indonesia mencanangkan pembangunan yang terintegrasi di kawasan Pulau Batam, Pulau Rempang, dan Pulau Galang (Barelang) melalui pengembangan Rempang Eco City. Melansir laman resmi BP Batam, Rempang Eco City terdaftar sebagai salah satu proyek dalam Program Strategis Nasional 2023 berdasarkan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 7 Tahun 2023 yang disahkan pada Agustus 2023 lalu.

Dibutuhkan perjalanan panjang untuk mengembangkan Rempang Eco City hingga akhirnya PT Makmur Elok Graha (MEG) dipercaya sebagai pihak yang akan menggarap proyek strategis tersebut. Masuknya MEG sebagai pemegang hak eksklusif untuk mengelola dan mengembangkan Rempang Eco City dinilai mampu mendorong investasi di kawasan Rempang hingga nantinya dapat berdaya saing dengan Singapura dan Malaysia.

Lantas, bagaimana peran dan komitmen MEG dalam pengembangan Rempang Eco City? Simak dalam informasi berikut ini.

Peran dan Komitmen MEG Kembangkan Rempang Eco City

Sejak tahun 1973, Otorita Batam (OB) memiliki Hak Pengelolaan Lahan (HPL) Pulau Batam berdasarkan Keppres Nomor 41 Tahun 1973. Hingga pada tahun 1992, pemerintah melalui Keppres Nomor 28 Tahun 1992 melakukan Penambahan Wilayah Lingkungan Kerja Daerah Industri Pulau Batam dan Penetapannya sebagai Wilayah Usaha Kawasan Berikat, di mana Pulau Rempang dan Pulau Galang termasuk dalam wilayah kerja Daerah Industri Pulau Batam.

Kebijakan tersebut kemudian menjadi dasar pengembangan Pulau Rempang dan Pulau Galang untuk mendukung Batam sebagai wilayah yang berdaya saing dan menjadi the next Singapura. 

Baca Juga: Investasi Pulau Rempang, DPR Sebut Gaya Humanis Bahlil Perlu Dicontoh

Berkenaan dengan rencana pengembangan Pulau Rempang, pemerintah pusat bersama-sama mendukung BP Batam untuk mendapatkan Hak Pengelolaan (HPL) terhadap Kawasan Pulau Rempang, sehingga BP Batam dapat menerbitkan Alokasi Lahan kepada PT Makmur Elok Graha (MEG), dan MEG dapat mengembangkan Kawasan Pulau Rempang sesuai perencanaan yang disepakati dengan alas Hak Guna Bangunan (HGB).

Sejatinya, MEG telah menandatangani MoU dan Perjanjian dengan Wali Kota Batam periode 2001-2005, yakni Nyat Kadir dan Otorita Batam disaksikan oleh Gubernur Kepulauan Riau pada tahun 2004 silam. Kala itu, proyek pengembangan Pulau Rempang masih bernama Kawasan Wisata Terpadu Eksklusif (KWTE). Setelah belasan tahun tertunda, pengembangan Pulau Rempang kembali dilakukan dengan nama proyek Rempang Eco City.

Setelah mendapatkan Alokasi Lahan dari BP Batam dan sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) dari BPN, MEG baru dapat mengembangkan Kawasan Rempang. Hal itu dipertegas oleh pernyataan Menteri ATR/BPN, Hadi Tjahjanto, bahwa Rempang Eco City akan dikembangkan di atas lahan seluas ±17.000 hektare yang saat ini sebagian besar masih merupakan kawasan hutan. Dari jumlah tersebut, 600 hektare dalam proses penerbitan sertifikat HPL tahap 1 yang dimohonkan oleh BP Batam telah dicadangkan untuk HGB atas nama MEG.

Baca Juga: Di Depan Warga Rempang, Bahlil Jelaskan Mekanisme Pembayaran Ganti Rugi Lahan Tergusur

MEG diketahui berkomitmen untuk mengembangkan dan mengelola Rempang Eco City dengan target investasi yang ditaksir mencapai Rp381 triliun. Selain itu, Rempang Eco City juga dinilai dapat meningkatkan populasi dan tenaga kerja sebanyak 306.000 orang hingga tahun 2050 mendatang. Proyek investasi terdekat di Rempang Eco City ialah pembangunan industri pabrik kaca dan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) pada Mei-Juni 2024. Total investasi atas proyek tersebut ditaksir mencapai US$11,6 miliar.

Kepala BP Batam, Muhammad Rudi, menyampaikan bahwa pihaknya memastikan bahwa pengembangan Rempang Eco City akan dilakukan dengan maksimal untuk memberi dampak ekonomi yang baik bagi masyarakat.

“Pengembangan ini akan kami laksanakan secara maksimal karena BP Batam yakin dampak ekonomi yang akan diperoleh nantinya sangat signifikan," tegasnya dalam Rapat Dengar Pendapat Bersama Komisi VI DPR RI, 13 September 2023.

Penguasaan Lahan secara Fisik oleh Masyarakat

Ketika proses pengembangan Rempang Eco City mulai dilakukan, masalah penguasaan lahan oleh masyarakat pun menjadi tantangan tersendiri. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa lahan-lahan di Pulau Rempang, Pulau Galang, dan sekitarnya telah habis dikuasai fisiknya oleh masyarakat secara illegal, karena secara yuridis status lahan tersebut masih berstatus Kawasan Hutan.

Penguasaan lahan secara fisik itu dilakukan dalam berbagai bentuk garapan, mulai dari pertanian, peternakan, perikanan, dan bangunan-bangunan tempat tinggal permanen. Merespons kondisi tersebut, Menteri ATR/BPN, Hadi Tjahjanto, menyebut bahwa lahan usaha dan tempat tinggal di Pulau Rempang tersebut tidak memiliki Hak Guna Usaha (HGU) dan/atau sertifikat apapun.

"Masyarakat yang menempati Pulau Rempang itu tidak ada sertifikat karena memang dulu semuanya ada di bawah Otorita Batam," tegas Hadi dalam Rapat Kerja bersama Komisi II DPR RI di Jakarta, 12 September 2023.

Mengenai rencana relokasi warga dari Pulau Rempang, Hadi mengaku bahwa pemerintah telah melakukan pendekatan kepada masyarakat setempat. Hampir 50% dari masyarakat pun menerima usulan relokasi tersebut. Bagi masyarakat yang memiliki hak atas tanah dan bersedia direlokasi, pemerintah telah menyiapkan sejumlah ganti untung. 

Baca Juga: Harap-harap Cemas, Luhut Tak Ingin Xinyi Grup Pindah dari Rempang ke Malaysia

Pemerintah telah menawarkan untuk mencarikan tempat tinggal baru atau relokasi yang disesuaikan dengan kehidupan masyarakat yakni sebagai nelayan. Sebagaimana diketahui, pemerintah telah menyiapkan Hak Guna Bangunan (HGB) pada lahan seluas 500 hektare yang lokasinya dekat dengan laut untuk memudahkan dalam mencari nafkah bagi masyarakat yang direlokasi. Nantinya, masyarakat akan mendapat ganti untung berupa lahan 500 meter dan rumah tipe 45 dengan nilai sebesar Rp120 juta.

"Dari 500 hektare itu akan kami pecah-pecah dan langsung kami berikan 500 meter dan langsung bersertifikat. Di situ pun, kita bangun sarana untuk ibadah, pendidikan dan sarana kesehatan," tambahnya.

Presiden Jokowi turut merespons rencana ganti untung tersebut. Menurut Jokowi, masyarakat akan senang dengan kompensasi yang diberikan, yakni lahan dan rumah. Jokowi pun berpesan bahwa perlu komunikasi lebih intens lagi mengenai lokasi lahan dan rumah tersebut sehingga dapat diterima dengan baik oleh masyarakat.

"Masyarakat kalau ada ganti rugi senang. Ini bukan ganti rugi, tetapi ganti untung karena memang harga yang diberikan adalah harga yang terbaik," ungkap Jokowi. 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Annisa Nurfitri

Advertisement

Bagikan Artikel: