Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Peluang TV di Era Pasca Analog Shut Off

Peluang TV di Era Pasca Analog Shut Off Kredit Foto: Ist
Warta Ekonomi, Jakarta -

Fase terakhir penghentian signal analog televisi, Analog Shut-Off (ASO) di Indonesia yang mengalihkan sinyal TV ke digital bulan lalu dapat dianggap sebagai berakhirnya masa jayanya media penyiaran TV tradisional.

ASO telah mengubah TV non-digital (juga dikenal sebagai Free-To-Air) sebagai bagian dari media digital. 

Demikian diungkapkan oleh Prami Rachmiadi, President Director CEO, Citra Surya Indonesia, dalam tulisannya berjudul Peluang TV di Era Pasca Analog Shut Off (ASO).

Namun, meskipun platform digital dianggap telah mendominasi industri komunikasi, media TV tradisional saat ini masih memiliki nilai yang sangat besar di lanskap periklanan di Indonesia.

Menurutnya, meskipun periklanan online semakin populer, pembelian media TV terus menawarkan keuntungan unik dan efektif dalam menjangkau pemirsa Indonesia. Dengan lebih dari 17 ribu pulau di Indonesia, jangkauan luas TV tidak bisa dianggap remeh.

Televisi tetap menjadi sumber berita dan hiburan tepercaya bagi banyak rumah tangga, menjangkau khalayak luas dan beragam di berbagai demografi. Per 1 Juli 2023, penetrasi TV digital dikatakan telah mencapai 95,2 persen.

"Terlepas dari tingginya penetrasi internet seluler, televisi masih memiliki tempat khusus dalam budaya Indonesia, membangun kepercayaan dan kredibilitas di kalangan pemirsa. Sebagai media tradisional, iklan TV dianggap lebih dapat diandalkan dan berwibawa karena kualitasnya seringkali lebih tinggi dibandingkan iklan digital," tulis Prami Rachmiadi.

Faktanya yang terakhir ini sangat mudah diakses bahkan para penjahat siber pun dapat menggunakannya untuk mempromosikan penipuan online mereka di berbagai platform.

Dan dengan proses lelang yang sangat kompetitif untuk penempatan iklan digital, merek bisa membayar lebih banyak secara online untuk kampanye nasional dibandingkan dengan TV.

Pengaruh TV terletak pada kemampuannya untuk melibatkan pemirsa secara emosional dan menciptakan kesan branding yang bertahan lama, dengan membangun kepercayaan lewat kualitas pesannya.

Hal ini tentu saja memerlukan kreativitas dari merek dan agensi media untuk berinteraksi dengan target konsumennya, serta memerlukan lebih banyak investasi dalam pemikiran dan nilai produksi dibandingkan investasi digital.

Jika dilakukan dengan benar, iklan tersebut akan diingat selamanya, seperti iklan “1984” dari Apple dan “Di Mana Xon Cenya?” dari Kalbe Farma.

Faktor penting lainnya dengan televisi adalah keragaman budaya Indonesia. Stasiun TV regional di setiap provinsi atau kabupaten melayani pasar lokal tertentu, menawarkan konten khusus dan peluang periklanan.

Dan dengan teknologi TV saat ini, pengiklan dapat menyesuaikan pesan mereka agar selaras dengan nuansa dan preferensi budaya tertentu, sehingga memungkinkan adanya hubungan yang lebih dalam dengan khalayak sasaran di seluruh nusantara. Dari 112 wilayah siaran di 341 kabupaten dan kota, sebanyak 676 stasiun TV sudah go digital.

Iklan TV juga memiliki keuntungan dalam menarik perhatian pemirsa karena muncul pada jeda program acara TV populer yang sudah terjadwal.

Pengiklan dapat menampilkan merek mereka di layar besar, memikat pemirsa dengan visual dan audio yang menarik di sela-sela acara selebriti populer atau acara bincang-bincang politik. Peningkatan visibilitas ini dapat membantu meninggalkan kesan abadi merek di benak konsumen.

Iklan TV mampu melampaui siaran tradisional, karena sekarang dapat mencakup peluang promosi silang dan integrasi multi-saluran, memanfaatkan kemitraan TV untuk memperkuat kampanye melalui platform media online dan aplikasi seluler, sehingga memaksimalkan jangkauan dan dampak pesan merek.

Perusahaan raksasa teknologi Indonesia juga beriklan di TV dan mempertahankannya dalam bauran pemasaran (marketing mix) mereka.

Seperti halnya digital, alat pengukuran untuk penempatan TV juga telah maju, dengan alat otomatis untuk melacak penjualan dan ingatan merek, menghitung jangkauan dan frekuensi iklan, menangkap keterlibatan digital dan media sosial serta kode promo yang dikirimkan.

Alat-alat ini dapat menganalisis keberhasilan dan efektivitas kampanye TV seakurat kampanye digital.

Pada akhirnya, berakhirnya penghentian siaran analog di Indonesia bukanlah sebuah akhir, namun sebuah awal baru bagi periklanan di TV.

Televisi tetap penting bagi keberhasilan kampanye periklanan di negara ini karena jangkauan, kepercayaan, kredibilitas, keragaman budaya, dan visibilitasnya menjadikannya sebagai media yang efektif untuk melibatkan pemirsa Indonesia.

Dengan menggabungkan periklanan TV dan digital secara strategis, pengiklan dapat menciptakan kampanye holistik yang secara efektif terhubung dengan konsumen di berbagai titik kontak.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Advertisement

Bagikan Artikel: