Revisi Permendag Nomor 50 Tahun 2020
Menteri Perdagangan, Zulhas mengaku telah mengikuti rapat terbatas (ratas) yang dipimpin Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) di Istana Merdeka, Senin (25/09/2023) lalu. Adapun ratas itu terkait revisi Permendag Nomor 50 Tahun 2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.
Zulhas menegaskan, dalam revisi Permendag baru itu memuat sejumlah ketentuan terkait perniagaan elektronik, termasuk ketentuan media sosial sebagai platform promosi bukan untuk transaksi.
“Social commerce itu hanya boleh memfasilitasi promosi barang atau jasa, tidak boleh transaksi langsung, bayar langsung, tidak boleh lagi. Dia hanya boleh untuk promosi seperti TV. Di TV kan iklan boleh, tapi TV kan tidak bisa terima uang kan. Jadi dia semacam platform digital, jadi tugasnya mempromosikan,” kata Zulhas, dikutip dari keterangan resmi, Selasa (26/9/2023).
Selain itu, kata Zulhas, pemerintah juga akan melarang media sosial merangkap sebagai e-commerce. Hal ini dilakukan pemerintah untuk mencegah penyalahgunaan data pribadi masyarakat.
“Social media dan ini (social commerce) tidak ada kaitannya. Jadi dia harus dipisah, sehingga algoritmanya tidak semua dikuasai, dan ini mencegah penggunaan data pribadi untuk kepentingan bisnis,” jelasnya.
"Sudah disepakati besok, pulang ini revisi Permendag Nomor 50 Tahun 2020 akan kita tanda tangani," tambahnya.
Kementerian Keuangan Enggan Bicara Besaran Pajak TikTok
Direktur Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan, Ihsan Priyawibawa mengaku tidak bisa membeberkan besaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) yang dikenakan untuk TikTok.
"TikTok kalau bayar pajaknya berapa? Saya tidak bisa cerita ya karena ini bagian dari rahasia jabatan," kata Ihsan dalam media gathering Strategi Kebijakan Penerimaan Negara dalam APBN 2024 di Puncak, Bogor, Selasa (26/9/2023).
Kendati begitu, Ihsan mengakui TikTok berstatus sebagai salah satu pemungut sekaligus penyetor PPN PMSE sejak 2020. Dia menuturkan, TikTok melakukan setoran pajak terhadap aktivitas pemungutan PPN atas transaksi-transaksinya di Indonesia, sementara orang Indonesia memanfaatkan jasanya menjadi pemungut PPN.
"Kan dia menyerahkan jasa seperti jasa platform kemudian ada jasa iklan dan seterusnya. Makanya kami minta bantuan dia untuk pungut PPN, jadi orang yang berbisnis dengan wajib pajak (WP) dalam negeri yang penyedia iklannya dalam negeri sama-sama kena pajak yang sama," jelasnya.
Baca Juga: UMKM Lokal Digempur TikTok Shop, Ekonom Usul Naikkan Pajak E-commerce
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Andi Hidayat
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait:
Advertisement