Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

AMI Sayangkan Sikap Diam Negara Muslim soal Nasib Etnis Uighur

AMI Sayangkan Sikap Diam Negara Muslim soal Nasib Etnis Uighur Kredit Foto: Antara/Novrian Arbi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Aliansi Mahasiswa Islam (AMI), menyebut negara-negara muslim baik di Asia maupun di Timur Tengah pada umumnya masih sangat berhati-hati dalam memberikan sikap terhadap masalah pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang menimpa etnis Uighur di China.

Selama bertahun-tahun, jutaan etnis minoritas Uighur yang beragama Islam, mengalami pelanggaran berat HAM mulai dari penahanan tanpa alasan jelas, pemerkosaan, penganiayaan serta penyiksaan yang berujung pada kematian, di kamp-kamp konsentrasi milik otoritas Tiongkok.

Sudah tidak terhitung lagi fakta berupa foto, video atau rekaman suara perihnya kehidupan umat muslim di Xinjiang yang di publish baik oleh jurnalis di media massa mainstream atau penggiat HAM melalui jejaring media sosial.

Peneliti sekaligus koordinator AMI, Andi Setya Negara, menyayangkan sikap diam negara-negara muslim, salah satunya Pakistan, yang peduduknya mayoritas beragama Islam.

“Setahu kami, jarak Pakistan yang 97% penduduknya beragama islam ke Xinjiang, hanya 3.284 KM. Kok bisa ya ‘gagu’ dengan penindasan saudara sesama muslim di sana,” kata Andi Setya Negara, kepada wartawan, Kamis, (5/9/2023).

Apalagi, lanjut Andi Setya Negara, negara-negara barat seperti Amerika Serikat (AS) menyebut rangkaian tindakan yang dilakukan Beijing terhadap muslim Uighur, menjurus pada upaya genosida etnis minoritas tersebut dari peradaban dunia.

Pada tahun 2021, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken secara resmi menyebut penganiayaan Tiongkok terhadap Uighur sebagai genosida.

Sikap berani AS ini langsung ‘dimentahkan’ oleh Pakistan yang memimpin 68 negara pada sesi ke-51 Dewan Hak Asasi Manusia PBB, dimana negara muslim tersebut menyatakan bahwa Xinjiang, Hong Kong serta Tibet adalah milik Tiongkok sebingga menilai dunia tidak dapat ikut campur tangan dalam urusan dalam negeri Tiongkok, meski dengan dalih hak asasi manusia.

Meskipun pemerintah dan masyarakat Pakistan menunjukkan semangat terhadap hak-hak umat Islam, terutama di Kashmir, Myanmar, dan wilayah Palestina di berbagai forum internasional, anehnya mereka menunjukkan sikap diam terhadap perlakuan Tiongkok terhadap Muslim Uighur.

“Pakistan sengaja memilih untuk menutup mata terhadap masalah pelanggaran berat HAM yang menimpa jutaan muslim Uighur ini, karena menghormati Tiongkok,” ujar Andi Setya Negara.

Berbicara kepada surat kabar Jerman Deutsche Welle, mantan Perdana Menteri Imran Khan pernah berkata, jika Pakistan tidak membicarakan hal-hal dengan Tiongkok di depan umum saat ini karena mereka sangat sensitif.

Ini adalah pernyataan resmi Khan, ditengah maraknya bukti penganiayaan kejam terhadap Muslim Uighur di Xinjiang, yang dilakukan oleh otoritas Tiongkok.

Dukungan Pakistan terhadap kebijakan Tiongkok ke Muslim Uighur tidak hanya terjadi pada masa Imran Khan.

Pada tahun 2008, Jenderal Musharraf dalam sebuah demonstrasi, nyata menyatakan dukungannya terhadap kebijakan Tiongkok di Xinjiang, termasuk singgah di Urumqi atas permintaan Beijing selama perjalanannya ke Tiongkok.

Proyek andalan Inisiatif Sabuk dan Jalan (BRI), Koridor Ekonomi Tiongkok-Pakistan (CPEC) senilai $62 miliar terletak di pusat kota Islamabad, diduga kuat menjadi penyebab ‘mandulnya’ Pakistan saat mengetahui terjadinya pelanggaran berat HAM terhadap Muslim Uighur.

Dalam hal ini, Pakistan sangat bersemangat berkolaborasi dengan Tiongkok, dimana negara tersebut mendapatkan undangan pada bulan Juni 2005 lalu, untuk bergabung sebagai pengamat Organisasi Kerja Sama Shanghai (SCO), dan investasi lebih dari $25 miliar sebagai bagian dari hal ini.

“Untuk mencegah kerusakan pada hubungan ekonomi yang baik dengan Tiongkok, Pakistan menentang segala dukungan dan identifikasi terhadap warga Uighur di Xinjiang,” ungkap Andi Setya Negara.

Dampaknya adalah Pakistan tidak lagi menjadi tempat yang aman bagi kelompok minoritas Muslim ini.

“Di bawah tekanan pemerintahan Xi Jinping, Islamabad telah menyerahkan warga Uighur ke Tiongkok, meski mengetahui bahwa saudara muslim mereka ini akan menghadapi penyiksaan, bahkan hukuman mati,” pungkas Andi Setya Negara.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: