Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Bullying Makan Parah, DPR Gerah: Masa Depan Indonesia Terancam

Bullying Makan Parah, DPR Gerah: Masa Depan Indonesia Terancam Kredit Foto: Vecteezy/Tidty33936976
Warta Ekonomi, Jakarta -

Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi PKS, Mustafa Kamal, mengungkapkan rasa keprihatinan atas maraknya kasus perundungan anak dalam beberapa waktu terakhir. Menurutnya, hal ini perlu diantisipasi dan ditanggulangi oleh seluruh pihak.

“Kondisi ini perlu kita kategorikan sebagai bentuk kedaruratan, yang memaksa seluruh pihak, mulai dari orang tua, sekolah, lingkungan masyarakat, dan negara, berperan aktif dalam rangka mencegah perilaku negatif dan kekerasan pada anak”, ujar Mustafa Kamal saat dirinya menjadi narasumber dalam acara Forum Parlemen DPR RI, di Senayan, Jakarta, pada Kamis (05/10).

Baca Juga: Sukseskan Transisi Energi, DPR Dorong Optimalisasi Panas Bumi di Indonesia

Ia menyatakan, jika darurat perundungan ini tidak mampu diantisipasi dan ditanggulangi, maka akan sangat berbahaya.

“Anak-anak kita adalah bagian dari masa depan bangsa. Apabila kita sampai salah dan gagal dalam membina sekaligus mendidik mereka, maka masa depan bangsa berada dalam ancaman”, jelasnya lagi.

Dalam forum yang sama, Mustafa menyebut bahwa masifnya informasi negatif yang didapat anak dari perangkat digital adalah salah satu pintu masuk nilai-nilai kekerasan pada anak.

“Kita harus akui bahwa perangkat-perangkat negara yang ada, terutama pendidikan, belum mampu mendeteksi secara dini maupun mengantisipasi perkembangan dan aktivitas anak didiknya sendiri, khususnya di dunia digital. Tidak ada filter terhadap informasi-informasi yang terlalu banyak yang diterima oleh anak-anak kita”, ungkapnya

Ia pun menyayangkan minimnya perhatian pemerintah terhadap pembangunan karakter peserta didik.

“Ada hal-hal baru yang harus dicermati. Yang tidak mampu dijawab dengan kurikulum yang ada. Pendidikan budi pekerti, misalnya, digabung dengan pelajaran agama. Sementara, pelajaran agama hanya dua jam dalam seminggu. Dalam konteks ini, kemampuan sekolah sangat minim untuk membangun karakter baik pada anak. Muatan Kurikulum Merdeka yang ada saat ini rasanya perlu memasukkan lebih banyak indikator pembangunan karakter”, tegasnya.

Terakhir, ia pun menyoroti ketahanan keluarga yang makin rapuh sebagai salah satu faktor tumbuhnya benih-benih kekerasan pada anak.

Baca Juga: Dari Golkar ke Gerindra, Benarkah Elite DPRD Subang Sedang Bermigrasi?

“Anak-anak kita terkoneksi ke dunia yang jauh lebih luas dan mengglobal melalui perangkat digital. Sayangnya, banyak orang tua yang tidak mampu untuk mengikuti perkembangan tersebut. Mereka belum siap, khususnya dalam memberikan bimbingan, mana yang baik dan mana yang buruk. Hal ini perlu juga menjadi catatan bagi kita bersama”, pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Aldi Ginastiar

Advertisement

Bagikan Artikel: