Pemerintah memutuskan untuk melakukan terminasi atau mengembalikan 50 kontrak kerja sama blok Minyak dan Gas (migas) ke negara.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian ESDM Tutuka Ariadji mengatakan, Sebelas blok di antaranya berasal dari blok migas non konvensional (MNK), biasanya dikenal sebagai Shale Gas maupun Coalbed Methane (CBM) yang telah lama dikembangkan.
Baca Juga: Fokus Temukan Sumber Migas Baru, PetroChina Mau Bor Dua Sumur Eksplorasi
"Dari 50 blok terminasi, sebetulnya ada 11 unconvensional atau minyak non konvensional yang kita kenal dengan shale gas oil atau yang sekarang lebih banyak itu sebenarnya yang Coal bed Methane (CBM) yang sudah lama dikembangkan," ujar Tutuka dalam keterangan tertulis yang diterima, Jumat (20/10/2023).
Tutuka mengatakan, pemanfaatan shale gas oil sendiri memerlukan teknologi khusus berupa seperti fracking atau fracturing, yang mahal dan menimbulkan risiko.
Namun komoditas minyak ini yang membuat Amerika Serikat berubah dari importir minyak terbesar menjadi eksportir.
CBM atau gas metana sendiri merupakan sumber energi yang efisien dan bersih yang tersebar di Indonesia dan prospek untuk dikembangkan secara ekonomis.
Baca Juga: Tak Cuma Mencetak Sejarah, Penemuan Geng North Dorong Peningkatan Investasi Hulu Migas
Nilai kalor metana murni adalah 35,9 MJ/m3, yang setara dengan nilai kalor dari 1,2 kg batubara standar, sehingga manfaat dari sumber energi CBM digunakan tidak hanya mengurangi risiko produksi batubara, tetapi juga memperoleh energi bersih dan mengurangi pencemaran lingkungan.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Djati Waluyo
Editor: Aldi Ginastiar
Advertisement