Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kaesang dan Menemukan Kembali Pemimpin Muda di Indonesia

Oleh: Andreas Mazland, Alumni Program Studi Sejarah Universitas Andalas

Kaesang dan Menemukan Kembali Pemimpin Muda di Indonesia Kredit Foto: PSI
Warta Ekonomi, Jakarta -

Data dari Pew Research Center menunjukkan bahwa rata-rata usia pemimpin nasional hari ini ialah 62 tahun. Dilihat dari data itu, tentu usia pemimpin kita tidak dapat disebut sebagai orang muda atau mewakili kaum muda walau ada kalangan yang mengistilahkan bahwa muda tidak diukur dari usia, tetapi jiwa. Saya pikir istilah itu hanya citra palsu belaka untuk menyebut bahwa mereka juga mewakili kaum muda.

Ajaibnya, kaum tua yang mendominasi gelanggang politik kita dan mengaku berjiwa muda itu sering kali bersikap tidak adil dengan mengasosiasikan generasi yang secara umur masih muda sebagai anak ingusan, bocah kemaren sore, bau kencur, dan sebagainya. Mereka menganggap seakan-akan kaum muda belum layak untuk memimpin Indonesia pada hari depan yang diimpikan para pendiri bangsa karena kurangnya pengalaman dan kebijaksanaan dalam hidup.

Baca Juga: Kaesang, Generasi Muda dan Isu-Isu Papua

Padahal, jika kita tinjau dari peta perjalanan sejarah bangsa kita, kalangan yang membawa suluh kemerdekaan bagi Indonesia justru orang-orang berusia muda. Rata-rata usia mereka 30 tahunan, usia yang hari ini dianggap secara angka belum kompeten di dalam kancah perpolitikan nasional. Soekarno yang fotonya selalu menempel sebagai latar sebuah partai berlogo banteng menuntun bangsa ini menuju kemerdekaan pada usia 26 tahun. Banyak lagi nama lain yang berusia 20 dan 30 tahunan yang bergerak untuk kemerdekaan pada tahun-tahun awal republik ini dirintis sehingga tidak dapat disebutkan satu per satu.

Lalu, mengapa hari ini generasi muda kita justru dipandang sinis dan dianggap sebagai manusia kelas dua dalam gelanggang politik kita? Apakah hal itu layak kita sebut sebagai penyakit? Lantas, adakah kaum muda kita yang mampu mematahkan pandangan merendahkan yang dilayangkan kaum tua kepada generasi muda Indonesia hari ini?

Menyambut Era Baru Generasi Muda

Saya jelas tidak tahu jawaban pasti atas pertanyaan itu. Akan tetapi, ada secercah harapan pada Kaesang Pangarep, anak muda berusia 28 tahun, inovatif, berjiwa besar, dan punya pikiran moderat yang baru-baru ini dilantik sebagai ketua umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Alih-alih memilih partai besar, sebagai putra Jokowi, yang punya keistimewaan, sebagaimana abang dan iparnya, Kaesang justru memilih PSI sebagai kendaraan politiknya, yang notabene merupakan partai kecil dan tidak punya perwakilan di Senayan, dengan segala risikonya pada hari depan.

Tentu saja itu pilihan yang berat. Namun, keberaniannya itu paling tidak mesti diapresiasi. Lagi pula, Kaesang bukanlah tipikal tokoh yang pangkal telinganya tipis ketika dikritik. Ia justru menerima semua kritikan, segala tuduhan, dan syak wasangka, tanpa melakukan pembelaan apa-apa. Ia benar-benar tak melakukan pembelaan apa-apa, malah melontarkan ucapan “siap salah” ketika dihabisi saat dilantik menjadi ketua umum PSI tak lama setelah ia mendaftarkan diri.

Lupakan soal itu. Saya justru menyoroti dan melihat secercah harapan datangnya era baru politik kita saat ia dilantik menjadi ketua umum PSI. Sikapnya benar-benar jauh dari tradisi politik kita yang kaku, kolot, dan menjaga raut muka agar terlihat bijaksana. Kaesang justru tampil lepas, bahkan bergurau, tidak bersekat, dan bersahabat. Orang mungkin menilai Kaesang membawa nilai baru ke gelanggang politik kita. Akan tetapi, saya menilai bahwa Kaesang justru ingin menghidupkan kembali nilai-nilai lama sebagaimana awal mula berdirinya republik ini: semua sama rata. Apa pun pangkatnya, panggilannya tetap “bung”. Nuansa politik seperti itu benar-benar kita rindukan setelah sekian lama terjebak dalam suasana politik yang buruk dan keluar dari jalur yang dicita-citakan para pendiri republik.

Baca Juga: IKN Terancam, Kaesang Pangarep Ungkit Soal Aturan Main

Kalaulah para petinggi-petinggi politik kita yang mengaku berjiwa muda itu mengolok-ngolok usia Kaesang, secara tidak langsung, bukankah mereka juga ikut serta mengolok-ngolok Soekarno yang mendengungkan “… beri aku sepuluh pemuda maka akan kugoncangkan dunia”? Atau memang itu tujuannya sebab mereka marah kepada Soekarno sebab menyindir mereka dengan ungkapan,  “Beri aku 1.000 orang tua akan kucabut semeru dari akarnya ...” Karena tidak punya keberanian untuk marah kepada Soekarno, mereka akhirnya melampiaskannya kepada Kaesang. Entahlah. Itu mungkin hanya prasangka saya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Aldi Ginastiar

Advertisement

Bagikan Artikel: