Peringati 16 HAKtP, KemenPPPA Serukan Perlindungan Perempuan dari Segala Bentuk Kekerasan
Momentum peringatan 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (HAKtP) yang berlangsung dari 25 November hingga 10 Desember mendorong berbagai upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan di seluruh penjuru dunia.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) kembali berperan aktif dalam memperingati 16 HAKtP melalui beragam rangkaian kegiatan, dimulai dengan talk show ‘Perlindungan Perempuan dari Segala Bentuk Kekerasan’ di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia pada Jumat, (1/12/2023).
“Urgensi perlindungan perempuan di lingkup rumah tangga, khususnya dalam kasus Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) merupakan bentuk kekerasan tertinggi yang terjadi pada perempuan di Indonesia. Kenyataan ini menjadi urgensi pentingnya upaya perlindungan perempuan hingga ke dalam lingkup rumah tangga karena kekerasan dalam bentuk apapun akan berdampak secara signifikan terhadap kesehatan dan kesejahteraan perempuan yang menjadi korban,” ungkap Asisten Deputi Perlindungan Hak Perempuan dalam Rumah Tangga dan Rentan Kemen PPPA, Eni Widiyanti.
Baca Juga: KemenPPPA Ajak Konten Kreator Ramaikan Konten Ramah Anak
Eni mengungkapkan talk show ini menjadi awal mula dari berbagai rangkaian kegiatan memperingati 16 HAKtP dan menjadi wadah untuk bertukar pikiran, serta berbagi praktik baik dalam upaya mencegah dan menurunkan tingkat kekerasan terhadap perempuan baik itu KDRT, Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), Kekerasan Berbasis Gender (KBG), hingga Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO).
Kekerasan terhadap Perempuan (KtP) merupakan isu krusial yang memerlukan perhatian serius, komitmen, dan aksi nyata dari semua pihak.
“Beberapa peraturan seperti Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT), Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (UU TPPO), dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) hadir menjadi payung hukum perlindungan perempuan dari kekerasan dalam segala bentuk," tutur Eni.
"Melalui talk show ini kami berharap dapat memperjelas kebijakan, implementasi, tantangan, dan rekomendasi terhadap isu dan permasalahan dalam perlindungan hak perempuan dari segala bentuk kekerasan yang dihadapi, serta memperteguh jalinan kolaborasi dan sinergi multipihak dalam upaya perlindungan, penghapusan, dan peningkatan kesejahteraan perempuan,” lanjutnya.
Senada dengan Eni, Asisten Deputi Perlindungan Hak Perempuan Pekerja dan Tindak Pidana Perdagangan Orang Kemen PPPA, Priyadi Santosa menyoroti pentingnya komitmen, sinergi, dan kolaborasi dalam menangani kasus TPPO di Indonesia.
“TPPO merupakan kejahatan luar biasa yang penanganan dan pencegahannya pun perlu dilakukan secara serius dan kerja sama semua pihak, baik itu yang tergabung ke dalam Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang (GT PP TPPO) maupun pihak terkait lainnya. Kompleksitas kasus TPPO tidak dapat diselesaikan seorang diri, tetapi memerlukan dukungan dalam upaya pencegahan dan penanganan yang berkelanjutan,” ujar Priyadi.
Lebih lanjut, Plt. Asisten Deputi Pelayanan Perempuan Korban Kekerasan Kemen PPPA, Ratih Rachmawati menekankan peran penting dari Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) di setiap Provinsi dan Kabupaten/Kota sebagai tempat aman bagi korban yang membutuhkan perlindungan.
“Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2023 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2020 tentang Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak mengamanatkan penyediaan layanan rujukan akhir kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang diimplementasikan melalui UPTD PPA di setiap Provinsi dan Kabupaten/Kota. Di UPTD PPA tidak hanya menerima laporan semata tetapi menjadi ruang aman apabila korban perempuan dan anak membutuhkan perlindungan,” jelas Ratih.
Baca Juga: KemenPPPA Dorong Perempuan Harus Paham dan Sadar Hukum
Dalam kesempatan tersebut, turut hadir beberapa narasumber yang berpengalaman dan kompeten di bidangnya pada sesi diskusi panel, seperti AKBP Ema Rahmawati dari Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (UPPA) Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Kepolisian Republik Indonesia (Polri) yang berbagi kisah terkait peran penyidik dalam memberikan perlindungan terhadap korban KDRT dengan memperhatikan nilai kemanusiaan; Jaksa Ahli Madya pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung Republik Indonesia, Robert Parlindungan Sitinjak yang menegaskan bahwa keadilan restoratif, atau upaya penyelesaian perkara di luar pengadilan tidak dapat diterapkan dalam kasus kekerasan seksual; Direktur Pembinaan Administrasi Peradilan Agama Mahkamah Agung, Nur Djannah Syaf yang menyoroti perlindungan maksimal perempuan korban kekerasan; Devi Asmarani dari Magdelene.co yang mengingatkan kembali pentingnya penegakan hukum untuk kasus-kasus kekerasan seksual dengan mengacu kepada UU TPKS; dan Founder Perempuan Berkisah, Alimah Fauzan yang mengajak masyarakat untuk memberikan dukungan bagi perempuan korban kekerasan dengan menghadirkan ruang bercerita.
Seusai diskusi panel, KemenPPPA bekerjasama dengan Kalyanamitra dan Universitas Indonesia meluncurkan 3 (tiga) buku yang menyoroti upaya perlindungan dari kekerasan terhadap perempuan, produk kebijakan dan payung hukum perlindungan perempuan dari kekerasan, serta rekomendasi organisasi relevan dalam fokus penanganan kekerasan terhadap perempuan dan bentuk kolaborasi yang dapat dilakukan.
Adapun ketiga buku tersebut bertajuk Profil Perlindungan Hak Perempuan, Implementasi Kebijakan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, dan Profil Lembaga Masyarakat.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rena Laila Wuri
Editor: Amry Nur Hidayat
Advertisement