Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) telah resmi disahkan. Pengesahan itu berlangsung dalam Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat RI di Gedung Nusantara II DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (05/12/2023).
Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi menyatakan penyempurnaan atas pengaturan ruang digital itu memiliki arti penting untuk mewujudkan kepastian hukum.
Baca Juga: Revisi UU ITE, Pemerintah Tambah Pasal Baru Atur Perlindungan Anak
“Perubahan UU ITE didasarkan pada upaya memperkuat jaminan pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain. Untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat yang demokratis, agar terwujud keadilan, ketertiban umum, dan kepastian hukum,” kata Menkominfo dikutip dalam keterangannya, Selasa (5/12/2023).
Menurut Menkominfo, UU ITE telah mengalami dua kali perubahan sejak diundangkan, Pertama, perubahan menjadi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 yang menunjukkan dinamika dan keinginan masyarakat akan adanya penyempurnaan pasal-pasal UU ITE, khususnya akan ketentuan pidana konten ilegal.
“Delapan tahun sejak perubahan pertama, masih ada kebutuhan penyesuaian. Hal ini menunjukkan bahwa hukum perlu menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat dan perkembangan hukum, baik secara nasional maupun global,” ungkapnya.
Adapun dalam perubahan kedua, Menkominfo menekankan arti penting dalam mewujudkan keadilan, ketertiban umum, dan kepastian hukum di masyarakat.
Baca Juga: Revisi UU ITE, Menkominfo Budi: Ada 14 Pasal Eksisting Berubah dan 5 Pasal Tambahan
“Dinamika pembahasan tersebut memperkaya dan menghasilkan substansi RUU Perubahan Kedua UU ITE ke arah yang jauh lebih progresif dan komprehensif. Semua pembahasan ditujukan untuk memperkuat kebijakan nasional, untuk memenuhi dan melindungi kepentingan masyarakat luas,” tegas Menkominfo.
Perubahan dan Penambahan
RUU Perubahan Kedua UU ITE disampaikan Presiden Joko Widodo kepada Ketua DPR RI melalui Surat Nomor R-58/PRES/12/2023 tanggal 16 Desember 2021. Dalam surat tersebut Presiden menugaskan Menteri Komunikasi dan Informatika dan Menteri Hukum dan HAM untuk mewakili Presiden dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) guna mendapatkan persetujuan bersama.
Baca Juga: ID Digital dalam UU ITE, Kominfo: Demi Keamanan Data
Pembahasan RUU Perubahan Kedua UU ITE melalui 14 (empat belas) kali Rapat Panitia Kerja (Panja) antara Pemerintah dengan Komisi I DPR RI. Selanjutnya Panja Pembahasan RUU menugaskan Tim Perumus (Timus) dan Tim Sinkronisasi (Timsin) agar seluruh rumusan substansi RUU, termasuk penjelasannya disempurnakan dan disinkronisasi berdasarkan teknis penulisan perundang-undangan dan kaidah Bahasa Indonesia yang baik.
Pada 21 November 2023, Panja Pembahasan RUU menyetujui laporan dari Timus dan Timsin RUU. Komisi I DPR RI dan Pemerintah kemudian menggelar Rapat Kerja pada 22 November 2023 dalam rangka Pembicaraan Tingkat I, dan telah menyetujui naskah RUU tentang Perubahan Kedua atas UU ITE untuk dibawa ke Pembahasan Tingkat II Sidang Paripurna untuk disahkan.
Berdasarkan Rapat Panja serta Rapat Tim Perumus (Timus) dan Tim Sinkronisasi (Timsin) telah menyelesaikan pembahasan dan menyepakati perubahan 14 pasal eksisting dan penambahan 5 pasal RUU Perubahan Kedua UU ITE.
Beberapa norma pasal yang disempurnakan antara lain mengenai alat bukti elektronik (Pasal 5), sertifikasi elektronik (Pasal 13), transaksi elektronik (Pasal 17), perbuatan yang dilarang (Pasal 27, Pasal 27 (a), Pasal 27 (b), Pasal 28, Pasal 29, dan Pasal 36 beserta ketentuan pidana (Pasal 45, Pasal 45 (a) dan Pasal 45 (b)), peran pemerintah (Pasal 40), dan kewenangan penyidik pegawai negeri sipil (Pasal 43).
Baca Juga: Soal Hukum Karet UU ITE, Kominfo: Ada Perubahan di Pasal 27 dan 45
Perubahan kedua UU ITE juga melengkapi materi yang meliputi identitas digital dalam penyelenggaraan sertifikasi elektronik (Pasal 13 (a)), perlindungan anak dalam penyelenggaraan sistem elektronik (Pasal 16 (a) dan Pasal 16 (b)), kontrak elektronik internasional (Pasal 18 (a)), serta peran pemerintah dalam mendorong terciptanya ekosistem digital yang adil, akuntabel, aman, dan inovatif (Pasal 40 (a)).
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rena Laila Wuri
Editor: Aldi Ginastiar
Tag Terkait:
Advertisement