Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Obsesi Pemerintahan Jokowi Terhadap Nikel Disebut Berdampak pada Lingkungan, Kubu Anies Baswedan: Sangat Destruktif!

Obsesi Pemerintahan Jokowi Terhadap Nikel Disebut Berdampak pada Lingkungan, Kubu Anies Baswedan: Sangat Destruktif! Kredit Foto: Antara/Sulthony Hasanuddin
Warta Ekonomi, Jakarta -

Co Captain Timnas Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN) Thomas Lembong menilai pemerintah terlalu obsesif pada nikel dan kebijakan seperti hilirisasi yang berdampak pada lingkungan hidup.

Hal ini Tom sampaikan di acara diskusi publik “Pandangan Capres/Cawapres 2024-2029 terhadap Kebijakan Industri, Hilirisasi, dan Perubahan Iklim” yang diselenggarakan Centre For Strategic And International Sudies (CSIS) Indonesia, Rabu (6/12/23).

Kadar nikel yang tak tinggi pada tanah Indonesia menurut Tom berdampak pada luasan kerusakan yang ditimbulkan.

“Dampak pada lingkungan hidup, karena kadar nikel di tanah kita begitu rendah baik aspek penambangan nikelnya maupun pengolahannya sangat destruktif pada lingkungan hidup. Untuk mendapatkan satu kilo atau satu ton nikel itu jumlah tanah yang harus digarap dan digali dan diproses itu sangat besar sementara setelah nikelnya dikeluarkan dari tanah tersebut tanah itu jadi beracun, kalau kita menggali tanah itu jadi tidak toxic itu kan menambah ongkos luar biasa.

Baca Juga: Kubu Anies Baswedan Bongkar 3 Masalah Kebijakan Hilirisasi Pemerintahan Jokowi: Tidak Berorientasi Pasar!

Tom juga mengungkapkan segala infrastruktur yang digunakan untuk nikel yang diklaim lebih ramah lingkungan untuk bahan bakal kendaraan listrik pada dasarnya menggunakan batu baru.

Hal tersebut menurut Tom juga berpengaruh pada ketertarikan pasar Eropa dan Amerika yang mempertimbangkan dampak lingkungan tadi.

“Semua smelter nikel ini menggunakan pembangkit tenaga batu bara, jadi ironisnya ketika kita ingin baterai untuk mobil listrik justru manufaktur dan pengolahan nikel ini bertambah banyak pada emisi gas kaca yang memperparah krisis iklim ini. Ini kenapa negara maju seperti Amerika dan Eropa sangat sungkan beli nikel kita karena mereka tahu emisi karbon nikel kita tinggi sekali sementara smelter tempat lain menggunakan tenaga hidro dll yang emisi karbonnya jauh lebih rendah,” ungkapnya.

Tom mengungkapkan hilirisasi era Jokowi khususnya nikel tidak berorientasi pada pasar yang mana menurutnya akan melahirkan dampak lanjutan di mana pembeli akan merasa tersandera dengan harga tinggi.

Akibat dari situasi ini, maka kemungkinan besar pembeli atau nasabah akan mencari opsi bahan baku lain untuk keperluannya.

“Jadi nasabah/pembeli kita tidak mau disandera dengan harga tinggi, ketersediaan yang bergantung kepada sentimen pemerintah, akhirnya mereka beralih pada bahan baku lain,” jelasnya sebagaimana dilihat live di kanal Youtube CSIS Indonesia.

Di awal kebijakan hilirisasi menurut Thomas masih relevan di mana penggunaan nikel sebagai bahan baku baterai masih tinggi yang menurutnya sampai 70 persen.

Namun kekinian menurut Thomas hal itu makin tidak relevan karena mahalnya nikel dan tidak stabilnya pemasokan karena ekspor nikel Indonesia dibuka-tutup.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Bayu Muhardianto
Editor: Bayu Muhardianto

Advertisement

Bagikan Artikel: