Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Disinggung Soal Etika dan Putusan MK, Timnas AMIN: Yang Kemarin Itu Pincang

Disinggung Soal Etika dan Putusan MK, Timnas AMIN: Yang Kemarin Itu Pincang Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Mataram -

Ketua Dewan Pakar Tim Nasional (Timnas) Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar (AMIN), Hamdan Zoelva menegaskan, persoalan etik dalam putusan Mahkamah Konstitusi terkait batas minimal usia capres-cawapres menyangkut kepentingan bangsa dan negara.

Hak itu dia ungkap dalam acara Desak Anies di Nusa Tenggara Barat (NTB), Selasa (19/12/2023). Adapun pernyataan itu dia ungkap menyusul pertanyaan publik terkait pertanyaan Calon Presiden (Capres) nomor urut 1, Anies Baswedan, pada Capres nomor urut 2, Prabowo Subianto, dalam acara debat kandidat perdana di kantor KPU, Jakarta, Selasa (12/12/2023) lalu.

“Ini bukan persoalan move on tidak move on. Tapi ini adalah persoalan bangsa dan persoalan negara. Kita tahun 2001 ada Tap MPR mengenai etika berbangsa dan bernegara. Seluruh warga negara sampai kapan pun harus memiliki dan menghormati etika,” kata Hamdan dikutip dari YouTube resmi Anies Baswedan, Selasa (19/12/2023).

Hamdan menilai, etika menyangkut perilaku baik dan buruk. Bahkan, dia juga mengaitkan etika dengan budaya malu. Dia menilai, seseorang yang tidak memiliki etika, kerapkali tak tahu malu. 

“Kalau di Jepang itu, kalau budaya malunya terganggu, harakiri dia. Kalau orang Bugis Makassar budaya siri. Budaya itu yang memberi dorongan kepada kita untuk selalu berbuat baik, berbakti kepada bangsa dan negara,” jelasnya. 

Baca Juga: Kritik Masifnya Pembangunan Infrastruktur, Anies: Kalau Manusianya Tak Dikembangkan, Mubazir

Hamdan menilai, etika mesti menjadi pedoman dalam berperilaku. Dalam putusan pengadilan, dia menilai mesti ada tiga dasar yang dikedepankan, yakni hukum, etiknya, dan penerimaan sosial. 

“Yang kemarin itu ya jadi pincang. Karena itu, kalau ada pelanggaran etik berat dalam pengadilan, menurut undang-undang kekuasaan kehakiman, putusan itu harus dianggap tidak sah, karena kehilangan landasan etiknya. Dan harus diproses ulang,” tegasnya. 

“Hukumnya sah. Tapi karena etiknya tidak terpenuhi, penolakan sosial terjadi. Jadi kakinya cuma satu, runtuhlah negara hukum. Hukum bisa ditekuk. Hukumnya benar, tapi etikanya tidak. Itu runtuh negara hukum. Karena etik yang membuat hukum itu memiliki kekuatan. Tanpa etik, hukum itu bisa lumpuh,” tandasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Andi Hidayat
Editor: Amry Nur Hidayat

Advertisement

Bagikan Artikel: