Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

CCS Sebagai Pendorong Perekonomian Indonesia

CCS Sebagai Pendorong Perekonomian Indonesia Ilustrasi: Wafiyyah Amalyris K
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pemerintah Indonesia mengumumkan kemajuan strategis dalam penerapan teknologi Carbon Capture and Storage (CCS) yang ditujukan sebagai komitmen untuk pembangunan berkelanjutan.

Deputi Bidang Kedaulatan Maritim dan Energi, Kementrian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) Jodi Mahardi mengatakan, Indonesia, dengan kapasitas penyimpanan CO2 potensial yang mencapai 400 hingga 600 gigaton di depleted reservoir dan saline aquifer, berdiri di garis depan era industri hijau. 

"Potensi ini memungkinkan penyimpanan emisi CO2 nasional selama 322 hingga 482 tahun, dengan perkiraan puncak emisi 1.2 gigaton CO2-ekuivalen pada tahun 2030," ujar Jodi dalam keterangan tertulis yang diterima, Selasa (26/12/2023). 

Jodi mengatakan, sebagai pelopor di ASEAN dalam penerapan regulasi CCS, dan berperingkat pertama di Asia menurut Global CCS Institute, Indonesia telah membangun fondasi hukum yang kuat. 

Regulasi ini termasuk Permen ESDM 2/2023 tentang CCS di industri hulu migas, Perpres 98/2021 tentang nilai ekonomi karbon, dan Peraturan OJK 14/2023 tentang perdagangan karbon melalui IDXCarbon. 

"Kita juga menuju penyelesaian Peraturan Presiden yang akan lebih memperkuat regulasi CCS," ujarnya. 

Lanjutnya, dalam upaya mencapai Net Zero Emission pada 2060, Indonesia berambisi mengembangkan teknologi CCS dan membentuk hub CCS. 

Inisiatif ini tidak hanya akan menampung CO2 domestik tetapi juga menggali kerja sama internasional. Ini menandakan era baru bagi Indonesia, di mana CCS diakui sebagai 'license to invest' untuk industri rendah karbon seperti blue ammonia, blue hydrogen, dan advanced petrochemical. 

"Pendekatan ini akan menjadi terobosan bagi perekonomian Indonesia, dengan membuka peluang industri baru dan menciptakan pasar global untuk produk-produk rendah karbon," ucapnya. 

Selain itu, ia melihat bahwa CCS memerlukan investasi besar. MOU antara pemerintah Indonesia dan ExxonMobil baru-baru ini mencakup investasi 15 miliar USD dalam industri bebas emisi CO2. 

Sebagai perbandingan, proyek CCS Quest di Kanada membutuhkan 1.35 miliar USD untuk kapasitas 1.2 juta ton CO2 per tahun. Data ini menyoroti pentingnya alokasi penyimpanan CO2 internasional dalam memfasilitasi investasi awal yang besar untuk proyek CCS.

Dengan negara-negara tetangga seperti Malaysia, Timor Leste, dan Australia juga bersaing berupaya menjadi pusat CCS regional, penting bagi Indonesia untuk memanfaatkan kesempatan ini sebagai pusat strategis dan geopolitik.

"Inisiatif ini diharapkan tidak hanya membantu Indonesia dalam mencapai tujuan lingkungan global, tetapi juga mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan inovatif," ungkapnya

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Djati Waluyo
Editor: Amry Nur Hidayat

Advertisement

Bagikan Artikel: