Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Hidrogen Hijau untuk Kendaraan dan Industri Nasional

Hidrogen Hijau untuk Kendaraan dan Industri Nasional Kredit Foto: Djati Waluyo
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pengembangan Green Hidrogen atau hidrogen hijau oleh PT PLN (Persero) menjadi sebuah angin segar bagi Indonesia yang tengah mengejar target Net Zero Emissions (NZE) pada 2060.

Pasalnya, hidrogen hijau menjadi salah satu energi yang mampu membantu untuk mengurangi penggunaan bahan bakar fosil dan juga mencapai target dekarbonisasi yang sudah dicanangkan. 

Keputusan PLN untuk memproduksi green hydrogen dapat menjadi fondasi kuat dalam hal memanfaatkan potensi sumber daya yang cukup melimpah di Indonesia, meskipun belum ada regulasi untuk barang tersebut. 

Sekretaris Jendral Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Dadan Kusdiana mengatakan, Indonesia memiliki potensi green hydrogen cukup besar, tergambar dari besarnya potensi daripada Energi Baru Terbarukan (EBT) yang berada di angka 3,600 Giga Watt (GW). 

"Green hydrogen dapat diproduksi dari sumber EBT. Total, Potensi EBT di Indonesia sekitar 3.600 GW, berpotensi digunakan untuk produksi green hydrogen," ujar Dadan saat dikonfirmasi Warta Ekonomi, Jumat (29/12/2023).

Dadan mengatakan, pemanfaatan hidrogen di Indonesia saat ini berkisar 1,75 juta ton per tahun, untuk keperluan industri pupuk, petrokimia dan juga untuk refinery,  dan ini semua dipoduksi menggunakan bahan bakar fosil dengan teknologi reforming

Dimana, berdasarkan roadmap NZE yang dikembangkan oleh Kementerian ESDM, permintaan hidrogen rendah karbon dari berbagai sektor diproyeksikan akan tumbuh pada tahun 2031 - 2060. 

"Berdasarkan roadmap NZE, green hydrogen akan mulai digunakan pada sektor transportasi pada tahun 2031, dan sektor Industri tahun 2041," ucapnya.

Baca Juga: Jalan Energi Hijau, 21 Green Hydrogen Plant Diresmikan PLN

Dadan menyebut, green hydrogen juga dapat menjadi salah satu alternatif untuk dekarbonisasi dari sektor transportasi. 

Berdasarkan roadmap tersebut penggunaan hidrogen rendah karbon atau green hydrogen untuk transportasi akan dimulai dengan 26.000 barel minyak (setara dengan 0,04 TWh untuk transportasi truk) di tahun 2031 dan meningkat menjadi 52,5 juta barel minyak (setara 89 TWh untuk transportasi perkapalan dan truk) di tahun 2060. 

Kemudian untuk sektor industri, penggunaan hidrogen rendah karbon akan dimulai dengan 2,8 TWh di tahun 2041 dan meningkat menjadi 79 TWh di tahun 2060. 

Dimana, total sektor industri tersebut diperkirakan mencapai 29 TWh pada tahun 2060. Selain itu, dalam peta jalan dekarbonisasi PLN, sektor pembangkitan listrik diperkirakan akan menyerap lebih dari 220 TWh hidrogen pada tahun 2060 untuk menggantikan pembangkit berbasis gas dan co-firing batu bara. 

"Green hydrogen bisa menjadi salah satu alternatif untuk dekarbonisasi di sektor transportasi.  Targetnya 2031 green hidrogen akan dimulai pada sektor transportasi berat dan jarak jauh. Untuk mobil kecil/penumpang, fuel cell vehicle (green hydrogen) juga dapat didorong untuk diversifikasi dari mobil listrik baterai," ungkapnya.

Meski begitu, ia menyebut bahwa PT PLN telah mampu melakukan produksi green hidrogen yang berasal dari pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) dan juga Renewable Energy Certificate (REC).

"PLN Muara Karang telah berhasil memproduksi green H2 sebesar 52 ton per tahun dengan menggunakan solar PV dan REC  yang dimanfaatkan sendiri sebesar 8 ton per tahun untuk cooling generator," ujarnya. 

Sebelumnya, PLN sebagai perusahaan listrik pelat merah telah meresmikan sebanyak 21 green hydrogen plant sebagai upaya mendorong percepatan NZE Indonesia. 

"Ini perintahnya sebulan maka hari ini tepat sebulan setelah itu meningkat dari 1 menjadi 21 green hydrogen production ini luar biasa," ujar Direktur Utama PT PLN (Persero) Darmawan Prasodjo dalam peresmian Green Hydrogen Plant, Senin (20/11/2023). 

Darmawan mengatakan, dengan percepatan pembangunan tersebut maka secara otomatis excess capacity mengalami peningkatan. 

Dimana dahulu hanya berada di angka 50 ton dengan yang bisa excess capacity sekitar 41 sampai 43 ton, dapat di tingkatkan menjadi 191 ton dengan ada yang bisa excess capacity mencapai 124 ton. 

"Artinya, tadinya hanya 150 mobil Hidrogen bisa meningkat menjadi 424 mobil hidrogen," ujarnya. 

Ekosistem Kendaraan Berbasis Hidrogen

Darmawan mengatakan, peresmian ini hanya langkah awal yang dimana bagian selanjutnya adalah dengan membangun pilot project ekosistem hydrogen based transportation

"Pertama akan dibangun di Senayan tapi juga akan dibangun green hydrogen fueling station di berbagai lokasi sehingga nanti bisa terbangun suatu ekosistem transportasi yang berbasis green hydrogen," ucapnya. 

Baca Juga: Sukses Produksi Green Hydrogen, Kini PLN Siapkan Stasiun Pengisian Untuk Rantai Pasok di Sejumlah Daerah

Lanjutnya, PLN akan membangun ekosistem kendaraan berbasis pada hidrogen kemudian juga dari pembangkit listrik tenaga panas bumi kita juga akan segera kita prediksi hidrogen akan dapat berkembang. 

Dengan begitu, perseroan juga mendorong peningkatan kemampuan sumber daya manusia (SDM) untuk dapat menciptakan ekosistem baru. 

"Kemudian kedepannya tentu saja bagaimana kita bisa skilling up bahwa ini menjadi suatu ekosistem yang baru," ungkapnya.

Kebutuhan Industri

Vice President Director PT Toyota Astra Motor (TAM), Henry Tanoto mengatakan, perlu adanya ekosistem yang kuat dari hulu hingga hilir untuk dapat menciptakan adopsi secara lancar dari kendaraan berbasis bahan bakar minyak (BBM) ke bahan bakar rendah emisi. 

"Bukan sekedar regulasi, tapi bagaimana membuat ekosistem yang mendukung termasuk didalam nya regulasi yang memudahkan hulu hingga ke hilur dari produsen hingga konsumen," ujar Henry. 

Henry mengatakan, dengan adanya support dari sisi regulasi tentu membantu memudahkan adopsinya, disamping itu diperlukan juga support lain seperti penyediaan infrastruktur energi yang mencukupi.

Dengan tersedianya ekosistem yang saling memenuhi, maka akan memudahkan banyak hal, baik dari pilihan barang yang masuk hingga kemudahan bagi konsumen untuk melakukan adopsi. 

Dimana, pada saat konsumen sudah memilih penggunaan jadi mudah dan banyak yang lain.

"Maka rasanya impact-nya akan besar dimana potensi market bisa membesar dan berkontribusi lebih banyak lagi ke penurunan emisi khususnya dari sisi mobilitas," ujarnya. 

Baca Juga: PLN Gandeng HDF Prancis Kembangkan Pembangkit Fuel Cell Hybrid

Dengan melihat potensi di Indonesia dan juga PLN yang akan segera membangun stasiun pengisian bahan bakar hidrogen untuk kendaraan, maka dapat dikatakan sudah cukup siap dari sisi bahan baku, pemroses-an dan lainnya. 

Menurutnya, dengan adanya peralihan dari kendaraan berbasis BBM ke berbasis energi hijau maka akan menciptakan beberapa keunggulan. 

"Pertama artinya pengurangan bahan bakar fossil berkurang dan emisi lebih rendah. Selain itu, kedua juga energi ini lebih cepat pengisian nya dengan jarak tempuh yang lumayan jauh," ungkapnya. 

Sebagaimana diketahui, Toyota sudah memiliki model Mirai yang dijual secara umum di beberapa tempat seperti Jepang, Amerika Serikat dan beberapa negara di Eropa dimana infrastrukturnya sudah siap semenjak kurang lebih tahun 2015. 

Dimana, Toyota Mirai ini menggunakan teknologi Fuel Cell EV (FCEV), dengan energi sources Hidrogen.

"Fuel cell EV ini adalah salah satu bagian dari berbagai teknologi ramah lingkungan yang disediakan, selain Battery EV, Hybrid EV, Plug-In Hybrid EV maupun ICE yang sekarang orientasinya semakin ke arah ramah lungkungan untuk mobilitas rendah emisi.  Apalagi selain kendaraan penumpang, teknologi FCEV ini juga terbuka lebar potensi penggunaannya untuk di ranah komersil," jelasnya. 

Regulasi Green Hidrogen

Dadan mengatakan, Kementerian ESDM melalui Direktorat Jendral EBTKE akan mengusulkan KBLI baru khusus hidrogen, dimana kajiannya akan dimulai tahun 2024. 

"Di samping itu, Komtek Hidrogen juga telah dibentuk, dan akan mulai menyusun standar hidrogen tahun 2024. Salah satu standar yang akan dibuat adalah terkait spesifikasi low carbon hydrogen. Regulasi-regulasi pendukung akan disiapkan. Di RUU EBET juga sudah memasukkan pengembangan  energi baru, salah satunya hydrogen," ujar Dadan. 

Baca Juga: Kementerian ESDM Buka Kemungkinan Ekspor Green Hydrogen dari Indonesia

Disisi lain, Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto mengatakan, hidrogen merupakan salah satu sumber EBT yang cukup potensial dan sudah pasti masuk ke dalam Rancangan Undang-undang (RUU) Energi Baru Energi Terbarukan (EBET) yang sedang digodok oleh pemerintah dan DPR. 

"Ya ini kan salah satu sumber energi baru dan energi terbarukan yang potensial.  Sudah barang tentu RUU EBET mengakomodasi sumber energi ini," ujarnya. 

Lanjutnya, untuk dapat memaksimalkan potensi yang ada. Mulyanto menyebut, saat ini akan diarahkan untuk secara lebih detail mengembangkan potensialitas ini menjadi aktual.  

"Perlu kita kembangkan produksinya secara lebih massif dengan keekonomian yang kompetitif di bandingkan dengan sumber EBET lainnya," ucapnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Djati Waluyo
Editor: Annisa Nurfitri

Advertisement

Bagikan Artikel: