Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kementerian ESDM Ungkap Besarnya Potensi Green Hydrogen di Indonesia

Kementerian ESDM Ungkap Besarnya Potensi Green Hydrogen di Indonesia Kredit Foto: PLN
Warta Ekonomi, Jakarta -

Sekretaris Jendral Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Dadan Kusdiana mengatakan, Indonesia memiliki potensi green hydrogen cukup besar, tergambar dari besarnya potensi daripada Energi Baru Terbarukan (EBT) yang berada di angka 3,600 Giga Watt (GW). 

"Green hydrogen dapat diproduksi dari sumber EBT. Total, potensi EBT di Indonesia sekitar 3.600 GW, berpotensi digunakan untuk produksi green hydrogen," ujar Dadan saat dikonfirmasi Warta Ekonomi, Jumat (29/12/2023).

Dadan mengatakan, saat ini belum ada green hydrogen yang secara komersial dimanfaatkan di Indonesia. Pemanfaatan hidrogen di Indonesia saat ini berkisar 1,75 juta ton per tahun, untuk keperluan industri pupuk, petrokimia dan juga untuk refinery, dan ini semua dipoduksi menggunakan bahan bakar fosil dengan teknologi reforming

Meski begitu, ia menyebut bahwa PT PLN telah mampu melakukan produksi green hydrogen yang berasal dari pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) dan juga Renewable Energy Certificate (REC).

"PLN Muara Karang telah berhasil memproduksi green H2 sebesar 52 ton per tahun dengan menggunakan solar PV dan REC  yg dimanfaatkan sendiri sebesar 8 ton per tahun untuk cooling generator," ujarnya. 

Baca Juga: Sukses Produksi Green Hydrogen, Kini PLN Siapkan Stasiun Pengisian Untuk Rantai Pasok di Sejumlah Daerah

berdasarkan roadmap net zero emission yang dikembangkan oleh Kementerian ESDM, permintaan hidrogen rendah karbon dari berbagai sektor diproyeksikan akan tumbuh pada tahun 2031 - 2060. 

"Berdasarkan roadmap NZE, green hydrogen akan mulai digunakan pada sektor transportasi pada tahun 2031, dan sektor Industri tahun 2041," ucapnya.

Dadan menyebut, green hydrogen juga dapat menjadi salah satu alternatif untuk dekarbonisasi dari sektor transportasi. Dimana, berdasarkan roadmap tersebut penggunaan hidrogen rendah karbon atau green hydrogen untuk transportasi akan dimulai dengan 26.000 barel minyak (setara dengan 0,04 TWh untuk transportasi truk) di tahun 2031 dan meningkat menjadi 52,5 juta barel minyak (setara 89 TWh untuk transportasi perkapalan dan truk) di tahun 2060. 

Kemudian untuk sektor industri, penggunaan hidrogen rendah karbon akan dimulai dengan 2,8 TWh di tahun 2041 dan meningkat menjadi 79 TWh di tahun 2060. 

Baca Juga: Ini Inovasi PLN dalam Produksi Green Hydrogen

Dimana, total sektor industri tersebut, industri logam, keramik, dan kertas diperkirakan mencapai 29 TWh pada tahun 2060. Selain itu, dalam peta jalan dekarbonisasi PLN, sektor pembangkitan listrik diperkirakan akan menyerap lebih dari 220 TWh hidrogen pada tahun 2060 untuk menggantikan pembangkit berbasis gas dan co-firing batu bara. 

"Green hydrogen bisa menjadi salah satu alternatif untuk dekarbonisasi di sektor transportasi. Targetnya 2031 green hydrogen akan dimulai pada sektor transportasi berat dan jarak jauh. Untuk mobil kecil atau penumpang, fuel cell vehicle (green hydrogen) juga dapat didorong untuk diversifikasi dari mobil listrik baterai," ungkapnya.

Lanjutnya, meskipun sampai dengan saat ini belum ada aturan khusus yang mengatur mengenai industri green hydrogen, Kementerian ESDM melalui Direktorat Jendral EBTKE akan mengusulkan KBLI baru khusus hidrogen, dimana kajiannya akan dimulai tahun 2024. 

"Disamping itu, Komtek Hidrogen juga telah dibentuk, dan akan mulai menyusun standar hidrogen tahun 2024. Salah satu standar yang akan dibuat adalah terkait spesifikasi low carbon hydrogen. Regulasi-regulasi pendukung akan disiapkan. Di RUU EBET juga sudah memasukkan pengembangan  energi baru, salah satunya hydrogen," tutupnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Djati Waluyo
Editor: Annisa Nurfitri

Advertisement

Bagikan Artikel: