Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Survei NSN: PSI dan Gerindra Naik Tajam, PDIP Ditinggalkan

Survei NSN: PSI dan Gerindra Naik Tajam, PDIP Ditinggalkan Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Giring Ganesha (kanan) berjalan bersama Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto saat tiba di DPP PSI, Jakarta, Rabu (2/8/2023). Pertemuan tersebut membahas sejumlah hal terkait Pemilu 2024. | Kredit Foto: Antara/Hafidz Mubarak A

Setelah sama-sama berada di dalam pemerintahan, kini hubungan antara PDIP dan Gerindra kembali mengalami keretakan. Masing-masing mengusung pasangan capres-cawapres, di mana Jokowi yang merupakan tokoh PDIP lebih mendukung Prabowo ketimbang Ganjar Pranowo.

Dukungan Jokowi terhadap Prabowo memberikan insentif elektoral bagi Gerindra, dan sebaliknya menurunkan elektabilitas PDIP. “Terjadi migrasi pemilih Jokowi dengan kecenderungan untuk mengalihkan suaranya kepada Gerindra, sehingga elektabilitasnya naik signifikan,” jelas Riandi

Baca Juga: Survei NSN: Kuatnya Elektabilitas Prabowo-Gibran, Jokowi Tak Abu-abu Lagi!

Pada Pemilu 2014 dan 2019, perolehan suara Gerindra hanya berkisar 13 persen, tetapi sekarang berpeluang naik mendekati 20 persen. Sementara PDIP yang sebelumnya stabil pada kisaran 19 persen bisa jadi merosot, kembali pada perolehan suara pada Pemilu 2009 yang hanya 14 persen.

Buah manis coattail effect Pilpres tidak hanya dirasakan Gerindra, tetapi juga PSI. “Asosiasi kuat PSI dengan Jokowi berimbas pada lonjakan elektabilitas, di mana PSI gencar mengkampanyekan diri sebagai partai Jokowi dan menggaungkan spirit Jokowisme,” terang Riandi.

PSI menunjuk Kaesang Pangarep yang merupakan putera Jokowi sebagai ketua umum pada akhir September 2023, hingga mengerek elektabilitas menembus ambang batas parlemen sebesar 4 persen. PSI lalu memberikan dukungan kepada pasangan Prabowo-Gibran pada arena Pilpres.

Sementara itu partai-partai lain cenderung masih stabil, di antaranya Golkar yang masih menduduki posisi tiga besar dengan elektabilitas 8,8 persen. Menyusul pada urutan berikutnya ada PKB (7,4 persen), Demokrat (7,2 persen), dan PKS (4,4 persen). 

Partai-partai lain meraih elektabilitas di bawah 4 persen, meskipun masih berpeluang lolos jika memperhitungkan margin of error. Di antaranya ada PAN (3,2 persen), Nasdem (2,6 persen), PPP (2,0 persen), Perindo (1,7 persen), dan Gelora (1,2 persen).

“Partai-partai papan menengah tersebut masih harus berjuang untuk bisa menembus ambang batas parlemen, di tengah minimnya coattail effect yang bisa diraih dalam situasi pemilu serentak yang berbarengan dengan Pilpres,” Riandi menerangkan.

Selebihnya adalah partai-partai papan bawah yang kecil peluangnya bisa melenggang ke Senayan. Di antaranya adalah PBB (0,7 persen), Hanura (0,6 persen), Ummat (0,5 persen), dan Garuda (0,1 persen). Lalu ada partai baru PKN dan Buruh yang masih nihil dukungan.

“Pada setiap gelaran pemilu, partai baru dan non-parlemen selalu menghadapi tantangan yang berat mengingat sistem multipartai yang berlaku lebih menguntungkan bagi partai-partai besar,” pungkas Riandi. Masih ada 18,4 persen responden yang menyatakan tidak tahu/tidak jawab.

Baca Juga: Ingatkan KPU Kerja Maksimal untuk Pemilu 2024, Jokowi: Sedikit Tidak Cermat Langsung Berdampak pada Kepercayaan Masyarakat

Survei Nusantara Strategic Network (NSN) dilakukan pada 23-27 Desember 2023, secara tatap muka kepada 1.200 responden mewakili seluruh provinsi di Indonesia. Metode survei adalah multistage random sampling, dengan margin of error ±2,9 persen dan pada tingkat kepercayaan 95 persen.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Aldi Ginastiar

Advertisement

Bagikan Artikel: