Dinilai Memanfaatkan Jabatan sebagai Menhan, Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Minta Jokowi Pecat Prabowo
Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Demokratis mendesak Presiden Jokowi memecat Prabowo Subianto dari jabatannya sebagai Menteri Pertahanan.
Prabowo dinilai kerap menggunakan jabatannya untuk melakukan kampanye politik.
"Kami mendesak, Presiden Joko Widodo harus memecat Prabowo Subianto dari jabatan Menteri Pertahanan karena diduga kuat kerap menggunakan jabatannya untuk melakukan kampanye politik,” kata Ketua PBHI Julius Ibrani dalam keterangan resmi.
Koaliis, kata Julius juga mendesak Jokowi segera memerintahkan Kemhan untuk menghentikan penggunaan anggaran yang tidak sesuai dengan bidang pertahanan.
Selain itu, Jokowi juga harus memastikan tidak ada penggunaan sumber daya negara dan anggaran negara untuk kepentingan pemenangan salah satu capres atau paslon pada Pemilu 2024.
Lebih lanjut, Julius menjelaskan Prabowo Subianto yang juga merupakan capres nomor urut 02 telah menyalahgunakan kewenangannya sebagai Menhan dalam proyek pembangunan sumur bor di Sukabumi dan bedah rumah di Cilincing.
“Koalisi Masyarakat Sipil memandang, kehadiran Prabowo Subianto pada peresmian sumur bor di Sukabumi, Jawa barat dan program beda rumah di daerah Cilincing, Jakarta Utara yang dijalankan oleh Universitas Pertahanan (Unhan) patut diduga kuat sebagai penyalahgunaan kekuasaan, jabatan dan fasilitas negara untuk kepentingan politik pemilu 2024,” ujar Ketua PBHI Julius alius Ibrani dalam keterangan resmi, Sabtu (6/1/2024).
Julius menuturkan anggaran kedua proyek tersebut bersumber dari Kementerian Pertahanan (Kemhan) yang dijalankan melalui Universitas Pertahanan (Unhan) dengan dalih program pengabdian kepada masyarakat.
Lebih jauh, dalam pelaksanaan proyek bedah rumah di Cilincing, juga terdapat keterlibatan anggota Babinsa TNI yang ditengarai melakukan pendataan KTP dan KK warga.
Keterlibatan Babinsa TNI telah dikonfirmasi oleh Kapuspen TNI Brigjen Nugraha Gumilar yang menyatakan, pendataan KTP dan KK warga yang dilakukan oleh Babinsa untuk mendukung proyek Bedah Rumah.
“Kegiatan tersebut terindikasi kampanye politik, di mana kedudukan Prabowo Subianto sebagai Menteri Pertahanan hanya lah akal-akalan untuk dapat mengakses fasilitas dan sumber daya negara dari jabatan yang didudukinya,” ujarnya.
Julius mengingatkan penyalahgunaan kekuasaan untuk kepentingan kampanye merupakan kejahatan pidana pemilu yang mencederai prinsip penyelenggaraan pemilu yang jujur, adil dan bebas.
Is juga menyampaikan indikasi penyalahgunaan sumber daya negara tersebut sulit untuk dibantah mengingat kedua proyek tersebut, yaitu pembangunan sumur bor dan proyek bedah rumah warga yang anggarannya disalurkan melalui Unhan tidak ada keterkaitannya dengan tugas dan fungsi Menhan.
“Prabowo Subianto sebagai Menhan seharusnya fokus pada tugas dan fungsinya dalam membangun dan memperkuat pertahanan negara dalam menghadapi ancaman eksternal dari negara lain,” ujar Julius.
Julius menuturkan manfaat pembangunan sumur bor air dan proyek bedah rumah warga memang bisa dirasakan secara langsung oleh masyarakat, tapi hal ini seharusnya menjadi fungsi dan tugas kementerian terkait, bukan urusan Kemhan.
Pengalokasian anggaran Kemenhan melalui Unhan untuk proyek pembangunan sumur bor air dan bedah rumah warga, kata Julius juga menunjukan Prabowo Subianto selaku Menhan tidak memiliki prioritas kebijakan pembangunan pertahanan, bahkan anggaran pertahanan dialokasikan secara tidak tepat untuk proyek yang tidak berkaitan dengan urusan pertahanan negara.
Tak hanya itu, koalisi juga menilai keterlibatan aparat Babinsa dalam kegiatan pendataan KTP dan KK warga di Cilincing, Jakarta Utara secara nyata merupakan pelanggaran terhadap UU TNI.
Pendataan tersebut bukanlah tugas TNI dan bahkan mengingat kegiatan tersebut terindikasi menjadi kampanye Capres Prabowo Subianto, keterlibatan Babinsa TNI dapat dikatakan sebagai bentuk dukungan baik langsung maupun tidak langsung terhadap kampanye politik.
"Dengan demikian, Babinsa TNI telah menyalahi tugas pokok TNI dan melanggar prinsip netralitas yang diatur di dalam UU TNI dan seharusnya dihukum secara pidana sebagaimana perintah tegas Panglima TNI,” ujar Julius.
Lebih dari itu, Julius berkata indikasi penyalahgunaan kekuasaan dan kampanye terselubung Prabowo Subianto bukan terjadi sekali saja.
Sebelumnya, dugaan yang sama pernah dilakukan, seperti dalam kasus peresmian sumur bor air di Kabupaten Banyumas dan Kabupaten Kuningan, Rakerda APDESI Jawa Barat, dan Sarasehan kemandirian pondok pesantren yang diselenggarakan oleh Kemenag.
“Prabowo Subianto terindikasi menjadi calon presiden yang diduga banyak menyalahgunakan kekuasaan dan jabatannya dalam konteks kepentingan kampanye dan membangun dukungan dalam kontestasi politik elektoral,” ujarnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Advertisement