Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Indonesia Youth Congress: Pernyataan Presiden Jokowi Boleh Memihak dan Kampanye Dinilai Dapat Merusak Demokrasi dan Indikasi Abuse of Power

Indonesia Youth Congress: Pernyataan Presiden Jokowi Boleh Memihak dan Kampanye Dinilai Dapat Merusak Demokrasi dan Indikasi Abuse of Power Presiden Joko Widodo memberikan arahan kepada penjabat kepala daerah se-Indonesia di Istana Negara, Jakarta, senin (30/10/2023). Dalam arahannya Presiden meminta penjabat kepala daerah dapat mengendalikan inflasi di daerah, menjaga iklim investasi, mengalokasikan dana untuk bantuan sosial, dan menjaga netralitas ASN pada Pemilu 2024. | Kredit Foto: Antara/Hafidz Mubarak A
Warta Ekonomi, Jakarta -

Dewan Pimpinan Pusat Indonesian Youth Conggress (DPP IYC) menggelar diskusi publik dengan tema “Presiden Nyatakan Dirinya Boleh Kampanye dan Memihak: Abuse of Power?”.

Diketahui, kegiatan diskusi ini dengan menghadirkan narasumber Pakar Komunikasi Politik Universitas Gadjah Mada Nyarwi Ahmad, Robi Nurhadi Pengamat Politik Universitas Nasional dan Praktisi Pemilu dan Demokrasi Neni Nurhayati.

Kegiatan tersebut dilaksanakan melalui aplikasi Zoom Meeting, Jum’at (26/01/2024) pukul 14.00 WIB-selesai dan dihadiri oleh sejumlah mahasiswa, perguruan tinggi, organisasi kemahasiswaan dan kepemudaan.

Hasnu Ibrahim Dewan Pimpinan Pusat Indonesian Youth Congress mengatakan, sebagai perkumpulan Kongres Pemuda Indonesia kami berkewajiban dalam menjaga stabilitas politik, stabilitas sosial dan keberlangsungan konsolidasi demokrasi substantif di Indonesia dan serta menjamin Pemilu dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasi dan jujur dan adil menuju pungut hitung pada 24 Februari 2024 nanti.

Indonesian Youth Congress, kata Hasnu, meyakini bahwa Pemilu Demokratis, Integritas dan Bermartabat hanya dapat dilahirkan dari 4 komponen penting; pertama, Penyelenggara Pemilu (KPU, Bawaslu, DKPP) yang Profesional. Artinya penyelanggara Pemilu yang “tidak nakal dan tidak genit” atau di bawah tekanan peserta pemilu atau rezim yang sedang berkuasa. 

Hasnu melanjutkan, kedua, peserta pemilu (Parpol, Tim Sukses dan Relawan) yang mengedepankan ide dan gagasan konkrit yang menyentuh persoalan public. Ketiga, pemilih yang rasional. Tidak tergiur dengan “gimmick dan framing politik” yang menyesatkan, dan keempat, pemerintah (Presiden, Menteri, Lembaga Negara, Birokrasi/ASN, TNI. Polri, Gubernur, Bupati, dan Kepala Desa) yang cawe-cawe, nakal bahkan berlaku tidak netral. 

“Selama 4 komponen ini tidak tertib, maka pemilu demokratis, integritas, legitimate, dan bermartabat jauh panggang dari api,” jelas Hasnu.

Hasnu menuturkan, kegiatan ini sebagai respon cepat Indonesian Youth Congress usai mendengarkan pernyataan terbaru Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang seolah-olah memberikan sinyal, bahwa Presiden Jokowi tidak bersikap netral dan dapat memihak pada paslon tertentu.

“Apa yang dipertaruhkan jika pernyataan Presiden Jokowi dibiarkan begitu saja dan menggantung di ruang publik? Kami berpandangan, pernyataan Jokowi tersebut akan berdampak luas bagi stabilitas sosial dan stabilitas politik bahkan berpotensi mengancam persatuan bangsa dan hal ini berindikasi Presiden Jokowi berindikasi pada praktik “Abuse of Power in election“ (Penyalahgunaan Kekuasaan pada proses pemilu),” pungkas Hasnu.

Selain itu, lanjut Hasnu, Indonesian Youth Congress juga menilai, bahwa pernyataan ini akan sangat berbahaya bagi berjalannya praktik demokrasi menjelang hari pencoblosan pada 14 Februari 2024 mendatang. Selain itu, diizinkannya unsur jabatan Presiden dan Menteri untuk melakukan kampanye secara terbuka pun akan menimbulkan conflict of interest dan berimplikasi pada rangkaian praktik kecurangan di lapangan.

Baca Juga: Pakar Komunikasi Politik UGM: Budaya Politik Feodalistik Membuat Presiden Diposisikan Sebagai Raja dan Cenderung Abuse of Power dalam Pemilu

Pahadal, jelas Hasnu, Presiden Jokowi selaku kepala negara dan pemerintahan seharusnya bertugas untuk menjalankan mandat konstitusi yang menghendaki agar Pemilu 2024 dapat berjalan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Selain mengontrol bawahannya untuk taat pada konstitusi, keteladanan untuk berbuat fair ness itu seharusnya dimunculkan oleh Presiden. Sayangnya, lewat berbagai pernyataan dan indikasi, Presiden nampak sangat berpihak pada salah satu Paslon yakni Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.

Hasnu menyentil, apakah pernyataan Jokowi ini masih dianggap sepele? Keberpihakan Presiden tentu tidak dapat dianggap sepele, sebab Presiden memiliki kontrol penuh atas instrumen pertahanan-keamanan yang mana dapat mengarahkan dukungan masyarakat. Dalam beberapa peristiwa pun ketidaknetralan unsur Aparatur Sipil Negara (ASN) atau perangkat desa tanpa diikuti oleh langkah penegakan hukum. Berbagai indikasi ini akhirnya menciptakan nuansa bahwa Pemilu memang diselenggarakan secara curang dan berpihak pada salah satu Paslon.

“Statement yang diucapkan oleh Jokowi menunjukan bahwa Presiden memiliki standar moral yang rendah dan tidak memahami etika demokrasi. Penyelenggara negara seharusnya tidak memanfaatkan jabatannya untuk kepentingan politik elektoral menjelang Pemilu. Hal tersebut bahkan diatur secara tegas pada Pasal 281 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur pejabat yang kampanye untuk  tidak menggunakan fasilitas dalam jabatannya serta  menjalani cuti di luar tanggungan negara. Kalau Presiden ingin cuti untuk kampanye? Kepada siapa Presiden akan bercuti?” pungkas Hasnu Dewan Pimpinan Pusat Indonesian Youth Congress.

Menurut Hasnu, pernyataan ini akan rawan disalahgunakan, sebab pejabat yang akan ikut kontestasi ataupun mendukung salah satu pasangan calon akan menyalahgunakan kewenangannya sehingga dipastikan terjadi abuse of power. Hal ini bahkan telah terjadi, tercermin dari politik bagi-bagi bantuan sosial (bansos) yang dilakukan para Menteri dalam kabinet seperti halnya Menteri Koordinator Perekonomian, Airlangga Hartarto dan Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan. Alih-alih menegur para menteri dan meminta agar fokus di akhir masa jabatan, pernyataan Jokowi juga hanya akan membuat kinerja pemerintahannya tidak berjalan efektif di akhir periode.

Baca Juga: Jokowi Pilih Memihak, Wapres Tegaskan Tetap Bersikap Netral

Mengapa dinilai abuse of power, lanjut Hasnu, kita tahu betul Presiden punya modal politik yang sangat mapan (sumber daya) dari pusat sampai daerah, dan presiden juga mempunyai sumber dana (logistik) yang kuat. Padahal, prinsip utama dalam pemilu demokratis, bahwa proses electoral wajib dilaksanakan secara “fair ness” dan presiden Jokowi disaat bersamaan, usai menyampaikan pernyataan tersebut, telah menunjukkan  serta memberikan pesan politik kepada public “Bahwa Presiden Jokowi tidak netral dan dia akan berkampanye untuk putra sulungnya Gibran Raka Buming Raka”. 

“Pemantaun kami dilapangan, terlihat fakta yang terjadi selama proses tahapan pemilu berlangsung, di mana segala sumber daya kekuasaan, anggaran dan program pemerintahan saat ini diduga digunakan untuk memenangkan Capres dan Cawapres tertentu yang dikarbit habis-habisan oleh istana” tutup Hasnu.

Maka dari itu, harap Hasnu, kita berharap betul bahwa Bawaslu dengan segala kekuatan dan kewenangannya yang diperintahkan Undang-undang, agar memantau secara ketat netralitas Presiden Jokowi, Menteri, Birokrasi dan TNI-Polri menjelang Pemilu 2024. Kemudian, kita berharap betul adannya partisipasi massif dari public (Akademisi, Praktisi, Mahasiswa, Media) untuk memantau/mengawasi secara ketat Pilpres 2024 nanti dengan cara melaporkan setiap bentuk kecurangan dan pelanggaran pemilu kepada pihak yang berwajib.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Amry Nur Hidayat

Advertisement

Bagikan Artikel: