Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Secercah Harapan Kesejahteraan Guru melalui Keberpihakan dan Komitmen Cawapres Gibran Rakabuming

Oleh: Tegar Jaya Putra Tama, Aktivis Pegiat Ekonomi Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta

Secercah Harapan Kesejahteraan Guru melalui Keberpihakan dan Komitmen Cawapres Gibran Rakabuming Kredit Foto: Istimewa
Warta Ekonomi, Jakarta -

Dalam menghadapi tantangan kebutuhan hidup yang semakin sulit, mencari pekerjaan menjadi suatu keharusan bagi setiap individu guna mencukupi kebutuhan mereka. Namun, perlu diakui bahwa persaingan di dunia pekerjaan sangat ketat, karena semua orang berusaha memperoleh pekerjaan yang layak untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Saat ini, banyak orang bersaing untuk mendapatkan pekerjaan yang tidak hanya memenuhi kebutuhan masa sekarang, tetapi juga mengantisipasi kehidupan yang akan datang.

Dalam konteks pekerjaan, terdapat beragam aspek yang dapat menimbulkan ketidakpuasan atau kepuasan, yang menjadi dasar dalam menjalani tugas pekerjaan. Penting untuk dicatat bahwa ketidakpuasan tidak hanya tergantung pada sifat pekerjaan itu sendiri, melainkan juga dipengaruhi oleh individu yang menjalankannya. Setiap orang memiliki keinginan untuk mencari kepuasan dalam pekerjaannya, namun tidak selalu mudah untuk mencapainya karena adanya berbagai hambatan yang dapat menghalangi. Ketidakpuasan muncul sebagai konsekuensi dari hambatan tersebut, menghalangi individu untuk mencapai kepuasan yang diinginkan sesuai dengan posisi atau keterlibatannya dalam pekerjaan tersebut. Sifat ketidakpuasan sangat bergantung pada tujuan yang ingin dicapai oleh individu dalam pekerjaan atau keterlibatannya di dalamnya, dan kepuasan yang dicari oleh setiap individu dapat bervariasi. Sebuah pekerjaan yang memberikan kepuasan pada seseorang belum tentu memberikan kepuasan yang sama kepada orang lain.

Baca Juga: Gibran dan Patron Baru Anak Muda dalam Dunia Politik

Mengutip pernyataan Davis yang dikemukakan dalam karya Fandy Tjiptono berjudul Manajemen Jasa (1995), disajikan bahwa individu dalam konteks organisasi kerja menghadapi beragam tantangan sepanjang tahapan kehidupannya. Dimulai dari dorongan keinginan untuk bekerja, individu kemudian terlibat dalam proses memilih pekerjaan, merencanakan karier di masa depan, menetapkan sikap terhadap tugas-tugas pekerjaan, menyesuaikan diri dengan lingkungan kerja termasuk dinamika organisasi, hingga mempertimbangkan kemungkinan perubahan pekerjaan atau kenaikan jabatan, serta berupaya meningkatkan kemampuan dan prestasi kerja. Selain itu, individu juga mungkin dihadapkan pada berbagai kendala, seperti kesulitan atau hambatan dalam pelaksanaan tugas pekerjaan, dan kebutuhan untuk meraih imbalan serta penghargaan (reward) sebagai pengakuan atas kontribusi yang diberikan dalam lingkungan kerjanya.

Permasalahan-permasalahan yang muncul menjadi tampak karena individu-individu dalam menjalani aktivitas kerjanya memiliki tujuan serta membawa aspek-aspek pribadi seperti kebutuhan, aspirasi, sikap, minat, dan kemampuan yang terus berproses dan berinteraksi dengan perubahan serta perkembangan lingkungan organisasi kerjanya. Hal serupa terjadi pada seorang guru, di mana mereka juga dihadapkan pada beragam tantangan dalam menjalankan tugas sebagai pendidik. Kompleksitas masalah yang dihadapi oleh para guru menjadi sumber ketidakpuasan terhadap aktivitas kerjanya, namun perlu dicatat bahwa kebanyakan guru tidak meninggalkan profesi mereka semata-mata karena faktor-faktor ketidakpuasan yang telah disebutkan. Lebih sering, keputusan untuk meninggalkan profesi guru biasanya terkait dengan peluang mendapatkan pekerjaan yang menawarkan kondisi materi yang lebih baik.

Menurut Supriyanto (1997), kesejahteraan guru saat ini masih tergolong rendah, tidak sebanding dengan dedikasi yang mereka berikan. Gaji, sebagai aspek utama dalam kesejahteraan guru, menjadi hal pokok yang memengaruhi kondisi mereka. Namun, kesejahteraan guru juga mencakup faktor-faktor lain seperti kelancaran dalam kenaikan pangkat, kepastian karir, dan hubungan antar pribadi. Secara hakiki, sejahtera tidak dapat hanya diukur dari segi materi, melainkan juga mencakup pemenuhan kebutuhan lahir maupun batin, termasuk sandang, pangan, dan papan.

Dulu, kriteria sejahtera mungkin cukup dengan makan pagi dan malam serta memiliki rumah dan pakaian seadanya. Namun, kini definisi sejahtera sudah mengalami perubahan. Tidak hanya mencakup kebutuhan dasar seperti sandang, pangan, dan papan, tetapi juga melibatkan aspek-aspek lebih kompleks. Semua orang, termasuk guru yang setiap harinya terlibat dalam keterikatan dengan waktu dan tempat, memerlukan kesejahteraan yang mencakup berbagai aspek.

Guru, yang sering kali dianggap sebagai pahlawan tanpa tanda jasa, bekerja keras tanpa membedakan status sosial, gender, atau latar belakang ekonomi. Mereka mendidik dan membina setiap anak dengan harapan agar tumbuh menjadi individu cerdas, berkualitas, dan bertanggung jawab. Tanggung jawab moral yang diberikan negara kepada mereka, sesuai dengan amanah Pembukaan Undang–undang Dasar 1945, menunjukkan bahwa guru memiliki peran penting dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.

Kesejahteraan guru bukan hanya menjadi kepentingan pribadi, tetapi juga menjadi inti dari pelayanan pendidikan. Dengan menerapkan sistem insentif yang adil, diharapkan dapat menghasilkan komitmen guru untuk memberikan pelayanan optimal dan terbaik bagi masyarakat. Meskipun demikian, tampaknya dari aspek ini, terdapat kendala dalam mencapai kesejahteraan yang sepenuhnya terwujud dalam kehidupan guru masa kini.

Janji cawapres Gibran Rakabuming Raka untuk meningkatkan kesejahteraan aparatur sipil negara (ASN), khususnya guru, dengan menaikkan gaji adalah suatu langkah positif yang dapat memperbaiki kondisi kehidupan para tenaga pendidik. Kesejahteraan guru memiliki dampak langsung pada kualitas pendidikan dan pembangunan sumber daya manusia suatu bangsa.

Kenaikan gaji dapat menjadi motivasi bagi para guru untuk memberikan kontribusi terbaik dalam mendidik generasi masa depan. Hal ini dapat meningkatkan profesionalisme, dedikasi, dan kinerja mereka. Seiring dengan itu, peningkatan kesejahteraan guru juga dapat menciptakan lingkungan kerja yang lebih stabil dan memberikan penghargaan atas peran kunci yang dimainkan oleh para pendidik dalam mencerdaskan bangsa.

Namun, penting untuk memastikan bahwa peningkatan gaji diimbangi dengan upaya pembenahan secara menyeluruh dalam sektor pendidikan, termasuk peningkatan fasilitas, pelatihan, dan dukungan sistem yang memadai. Selain itu, perlu adanya kebijakan yang berkelanjutan untuk menjaga kesejahteraan guru dan mencegah masalah administratif atau birokratis yang mungkin muncul seiring dengan perubahan kebijakan ini.

Dalam menyikapi janji tersebut, evaluasi dan transparansi dalam implementasinya akan menjadi kunci keberhasilan. Dukungan penuh dari pemerintah dan kerja sama antar stakeholder menjadi faktor penting untuk mencapai peningkatan kesejahteraan yang berkelanjutan bagi ASN, terutama para guru yang memiliki peran strategis dalam membangun masa depan bangsa.

Namun disisi lain, dalam mewujudkan kesejahteraan di sektor pendidikan, penting untuk mengakui bahwa tidak hanya guru ASN yang layak mendapatkan kenaikan gaji, tetapi juga perlu memperhatikan kesejahteraan guru honorer. Guru honorer, meskipun memberikan kontribusi besar dalam mendidik generasi masa depan, sering kali menghadapi tantangan finansial yang signifikan.

Guru honorer sering kali bekerja dengan dedikasi tinggi meskipun diperlakukan sebagai tenaga pengajar sementara. Mereka berperan penting dalam penyediaan pendidikan, namun kondisi kesejahteraan mereka sering kali tidak sebanding dengan dedikasi dan peran strategis yang mereka mainkan dalam mencerdaskan bangsa.

Kenaikan gaji yang merata antara guru ASN dan guru honorer dapat menjadi langkah positif dalam menyeimbangkan pengakuan dan apresiasi terhadap semua tenaga pendidik. Hal ini tidak hanya akan memberikan insentif finansial bagi guru honorer, tetapi juga dapat meningkatkan motivasi, profesionalisme, dan kualitas pengajaran secara keseluruhan.

Baca Juga: Mayoritas Pemilih Ingin Pilpres 2024 Sekali Putaran, M. Qodari Ajak Datang ke TPS Pilih Prabowo-Gibran

Pentingnya memperhatikan kesejahteraan guru honorer juga mencerminkan komitmen untuk menghargai kontribusi mereka dalam membangun fondasi pendidikan yang kuat. Oleh karena itu, kebijakan yang meratakan kenaikan gaji antara guru ASN dan guru honorer tidak hanya akan meningkatkan kesejahteraan individual tetapi juga mendukung kesinambungan pendidikan yang berkualitas.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Aldi Ginastiar

Advertisement

Bagikan Artikel: