Anggota Tim Hukum Ganjar Pranowo dan Mahfud MD, Annisa Ismail, mengungkap tiga skema besar nepotisme yang dilakukan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam proses Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
Hal itu Annisa ungkap dalam sidang perdana Perselisihan Hasil Pemilu (PHPU) di Gedung MK, Jakarta, Rabu, (27/3/2024) siang.
Skema pertama, tutur Annisa, tindak nepotisme yang dilakukan Jokowi dalam rangka mempermudah putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka, sebagai peserta di Pilpres.
Sebagai peserta Pilpres, langkah dipermudah melalui putusan Mahkamah Konstitusi tentang batas usia capres dan cawapres minimal 40 tahun dan berpengalaman sebagai kepala daerah tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.
Baca Juga: Ganjar: Ada Intimidasi, Bansos yang Tiba-Tiba Masif, Aparat Terlibat, kita ke MK
"Nepotisme yang dilakukan guna memastika Gibran Rakabuming Raka memiliki dasar untuk maju sebagai kontestan dalam Pilpres 2024 yang dimulai dengan dimajukannya Gibran Rakabuming Raka sebagai Calon Walikota Surakarta," kata Annisa dalam sidang perdana PHPU di Gedung MK, Jakarta.
Keikutsertaan Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Anwar Usman, dibalik keputusan tentang batas usia capres dan cawapres juga dinilai sebagai tindak nepotisme Jokowi.
Sebagaimana diketahui, Anwar Usman merupakan paman dari Gibran. Melalui keputusannya, Anwar Usman pun dinyatakan terbukti melanggar etika melalui kemanisme Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).
Tindak nepotisme kedua yang dilakukan Jokowi, tutur Annisa, dalam hal menyiapkan jaringan melalui Pejabat (Pj) Gubernur di beberapa wilayah sebelum berlansungnya pemungutan suara Pemilu pada 14 Februari 2024 lalu.
Baca Juga: Ganjar Pranowo: Hari Ini Kami Menggugat...
"Dimulai dengan dimajukannya orang-orang dekat Presiden Joko Widodo untuk memegang jabatan penting sehubungan dengan pelaksabaan pilpres 2024. Khususnya ratusan pejabat kepala daerah," ungkapnya.
Tindak nepotisme terakhir, kata Annisa, memastikan Pemilihan Presiden (Pilpres) berlansung satu putaran dengan pasangan Prabowo-Gibran pemenangnya.
Upaya tersebut dilakukan dengan berbagai upaya, kata Annisa, mulai dari pertemuan persoalan dengan pejabat hingga politisasi berbagai kebijakan di tingkat pemerintah pusat.
"Pertemuan-pertemuan dengan berbagai pejabat di berbagai lini, mulai dari pemerintah pusat hingga pemerintah desa, yang kemudian dikombinasikan dengan politisasi bansos. Sebagaimana terlihat dari aspek waktu pembagian, aspek jumlah yang dibagikan, aspek pembagi bantuan sosial, dan tentunya aspek penerima bansos," pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Andi Hidayat
Editor: Amry Nur Hidayat
Advertisement