Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Soal Power Wheeling, Pakar Energi: Power Wheeling Banyak Merugikan Negara

Soal Power Wheeling, Pakar Energi: Power Wheeling Banyak Merugikan Negara Kredit Foto: Istimewa
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pakar energi dari Universitas Gajah Mada Tumiran menilai belum ada urgensi terkait dengan pasal power wheeling dalam RUU Energi Baru dan Terbarukan (EBET) menyusul besarnya risiko bagi negara.

“Power wheeling belum mendesak untuk dibahas. Dan Indonesia memang belum butuh skema power wheeling karena permintaan atau demand listrik masih tergolong rendah. Sementara kebutuhan listrik yang disediakan negara masih melimpah,” kata Tumiran yang juga mantan anggota Dewan Energi Nasional periode 2009-2019. 

Untuk itu, jelasnya, sebelum menerapkan power wheeling ada baiknya pemerintah dan DPR membahas regulasi yang memudahkan untuk investasi. “Dengan meningkatnya investasi, demand listrik meningkat.”

Baca Juga: Selain Langgar UUD 45, Peneliti UGM Sebut Power Wheeling Bakal Kerek Tarif Listrik

Saat ini, kepada media, Tumiran menjelaskan bahwa kebutuhan pasokan listrik masih mampu dipenuhi oleh negara. “Nah, untuk apa mewadahi swasta atau pihak-pihak lain untuk menggunakan transmisi listrik milik negara. Secara gamblang, Indonesia belum perlu skema power wheeling,” katanya.

Selain dari kaca mata investasi, Tumiran juga menjelaskan bahwa power wheeling bukan hanya soal penggunaan transmisi bersama. “Ini juga terkait dengan daya, frekuensi, serta tegangan yang dihasilkan. Jangan sampai penerapan power wheeling justru menggangu keandalan listrik negara yang saat ini sudah baik.”

Menurutnya, power wheeling juga merupakan merupakan model transaksi listrik yang biasa dikenal dalam struktur liberalisasi pasar ketenagalistrikan dengan menciptakan skema Multi Buyer Multi Seller (MBMS). “Banyak pembeli banyak penjual. Ini liberal sekali.” 
Baca Juga: Pakar Energi Nilai Power Wheeling Berisiko Mengganggu Keandalan Listrik Nasional

Dengan adanya liberalisasi pada sistem ketenagalistrikan, kata Tumiran, risiko lainnya adalah kenaikan tarif listrik.

“Negara akan sulit menentukan tarif listrik, karena produsen listrik bukan hanya dari negara. Kan power wheeling mengakomodasi produsen listrik swasta yang akan menggunakan transmisi listrik milik negara,” jelas Tumiran.

Tumiran beranggapan, pemerintah dan DPR lebih baik berkonsentrasi pada regulasi lain yang mampu membuat investasi makin menggeliat. 

“Bukan malah fokus pada power wheeling yang membuka kesempatan asing dan swasta masuk dalam sistem ketenagalistrikan yang secara UUD harus dikuasai oleh negara. Risiko kerugian negara pun lebih besar,” katanya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: