Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Lingkaran Setan, Rahasia Dibalik Korupsi Rp271 Triliun

Lingkaran Setan, Rahasia Dibalik Korupsi Rp271 Triliun Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Korupsi merupakan fenomena yang unik, terutama ketika melibatkan kerugian negara hingga 271 triliun. Banyak orang beranggapan bahwa inti korupsi adalah menerima uang dari sumber yang tidak sah dan kemudian menggunakan uang tersebut untuk membeli apa saja. Namun, prosesnya tidak semudah itu. 

CEO Ternak Uang, Raymond Chin mengatakan ada beberapa tahap yang harus dilalui jika uang hasil korupsi ingin digunakan untuk kebutuhan sehari-hari atau untuk membeli barang-barang mewah.

Baca Juga: Kejagung Didesak Usut Keterlibatan Aparat Instansi Terkait dan Perusahaan Lain dalam Mega Korupsi PT Timah

1. Kasus Korupsi PT Timah Tbk

Mari kita lihat kasus korupsi PT Timah Tbk sebagai contoh. Dalam kasus ini, PT Timah Tbk, yang pendapatannya selama lima tahun terakhir di atas triliun, dituduh memindahkan uang ke kantong pribadi beberapa individu. Prosesnya tidak semudah yang banyak orang pikirkan.

Pada suatu hari, PT Timah Tbk menyadari bahwa produksi timah mereka menurun, meskipun mereka memiliki lahan yang luas. Setelah penyelidikan, mereka menemukan bahwa masalahnya berasal dari penambang ilegal yang menahan timah dan tidak langsung mengirimkannya ke PT Timah Tbk.

"Seharusnya, langkah yang baik dan wajar adalah menindak penambang ilegal tersebut. Namun, muncul ide untuk memperkaya diri sendiri melalui kerjasama dengan penambang ilegal ini. Misalnya, PT Timah Tbk membeli timah dengan harga yang lebih tinggi dari harga pasar, yaitu Rp200.000 per kilogram, meskipun timah tersebut diperoleh secara ilegal," ucap dia, dikutip dari kanal YouTubenya Senin (22/04). 

Kronologi kasus ini menunjukkan bahwa, Harvey Moeis salah satu tersangka, menelepon direktur PT Timah Tbk untuk "bekerja sama" dengan penambang ilegal ini. 

Dugaan ini berlangsung dari tahun 2018 hingga 2019. PT Timah Tbk membeli timah dari penambang ilegal dengan harga dua kali lipat dari harga pasar.

Namun, dalam laporan keuangan, mereka mencatat pembelian tersebut dengan harga pasar, yaitu Rp100.000 per kilogram. Selisih Rp100.000 tersebut dibuat seolah-olah sebagai biaya sewa dengan smelter, padahal tidak ada biaya sewa tersebut.

2. Proses Pencucian Uang

Setelah mendapatkan keuntungan dari penambangan ilegal, Harvey Moeis ingin membagi hasil keuntungan tersebut. Namun, uang dari penambangan ilegal ini tidak bisa langsung ditransfer ke rekeningnya. Inilah tahap kedua, yaitu proses pencucian uang, di mana uang haram yang sebenarnya tidak bisa diakui dan sulit untuk digunakan, diproses hingga bisa masuk ke rekening dan diakui sebagai pendapatan yang sah.

Setiap proses ini memiliki tiga langkah. Pertama, uang haram ditempatkan dalam sistem keuangan. Kedua, uang tersebut dicuci melalui serangkaian transaksi untuk menghilangkan jejak asal-usulnya. Ketiga, uang tersebut kembali ke ekonomi formal dan tampak seperti pendapatan sah.

Dengan demikian, korupsi dan pencucian uang bukanlah proses yang sederhana. Ini melibatkan serangkaian langkah yang rumit dan sering kali melibatkan banyak pihak. Meski demikian, penting untuk diingat bahwa tindakan ini tidak hanya merugikan negara, tetapi juga merusak integritas sistem keuangan dan ekonomi kita.

Baca Juga: 77 Persen Masyarakat Puas dengan Kinerja Jokowi, Beri Bantuan ke Rakyat Kecil Jadi Alasan Terbanyak

Setelah mendapatkan keuntungan dari penambangan ilegal, fase pencucian uang atau dalam bahasa yang lebih populer dikenal sebagai "alat cuci dosa" ini, Harvey Moeis meminta para penambang ilegal untuk mengeluarkan keuntungan mereka dalam bentuk dana Corporate Social Responsibility (CSR).

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Naeli Zakiyah Nazah
Editor: Aldi Ginastiar

Advertisement

Bagikan Artikel: