Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

10 Juta Gen-Z Menganggur, Mungkinkah Indonesia Emas 2045?

10 Juta Gen-Z Menganggur, Mungkinkah Indonesia Emas 2045? Kredit Foto: Antara/Sulthony Hasanuddin
Warta Ekonomi, Jakarta -

Forum Guru Besar "INSAN CITA" bersama dua ekonom Institute For Development of Economics and Finance (INDEF) mengadakan diskusi panel bertajuk “10 Juta Gen-Z Menganggur, Mungkinkah Indonesia Emas 2045?”.

Diskusi online yang diadakan pada tanggal 2 Juni 2024 ini menghadirkan beberapa pembicara terkemuka, seperti Prof. Memed Sueb, Dr. Tauhid Ahmad, Eisha M Rachbini, Ph.D., dan Ir. Arif Minardi. 

Para pembicara mengupas tantangan yang dihadapi Indonesia dalam upaya mencapai visi Indonesia Emas 2045, terutama dalam konteks tingginya angka pengangguran di kalangan generasi muda.

Eisha M Rachbini, Ph.D.: Visi Indonesia Emas 2045 dan Tantangan Ekonomi

Eisha M Rachbini, Ph.D. memaparkan bahwa visi Indonesia Emas 2045 adalah untuk keluar dari middle-income trap dan menjadi negara maju dengan PDB terbesar kelima di dunia. 

Dalam periode 2016-2045, ekonomi Indonesia diproyeksikan tumbuh 5,7 persen per tahun melalui reformasi struktural, pemanfaatan bonus demografi, kemajuan teknologi, dan peningkatan daya saing ekonomi. Sayangnya, pada Q1 2024, pertumbuhan ekonomi hanya mencapai 5,1% yoy, lebih rendah dari target yang diperlukan untuk mencapai visi ini.

Pandemi Covid-19 memberikan dampak jangka panjang yang signifikan terhadap perekonomian Indonesia, sehingga menyebabkan penurunan produktivitas, learning loss, dan job loss. Bonus demografi yang diperkirakan mencapai puncaknya pada 2030-2040 harus dimanfaatkan sebaik mungkin. 

Namun, tren data menunjukkan rasio ketergantungan akan meningkat kembali pada tahun 2035 dan mencapai di atas 50% pada tahun 2045. Hal ini menandakan Indonesia harus segera mengoptimalkan potensi bonus demografi dalam periode 2020-2035.

Rachbini menyoroti pentingnya percepatan pendidikan dan pelatihan vokasi, reskilling dan upskilling, serta pembangunan padat karya untuk mengantisipasi disrupsi. Transformasi ekonomi melalui hilirisasi dan industri sektor prioritas juga sangat diperlukan.

Baca Juga: Sambut Indonesia Emas 2045, Jabar Fokus Garap 3 Sektor Pembangunan

Dr. Tauhid Ahmad: Apakah Indonesia Siap untuk Visi Indonesia Emas 2045?

Dr. Tauhid Ahmad menyoroti visi abadi negara Indonesia dalam UUD 45 yang menyatakan "Merdeka, Bersatu, Adil dan Makmur". 

Sementara itu, visi Indonesia Emas 2045 mencakup lima aspek, yaitu pendapatan per kapita setara negara maju, kemiskinan menuju 0%, peningkatan kepemimpinan dan pengaruh internasional, peningkatan daya saing SDM, dan penurunan emisi gas rumah kaca menuju emisi nol bersih. 

Namun, ia mempertanyakan apakah Indonesia memiliki kompetensi untuk mencapai visi tersebut, terutama dalam meningkatkan kepemimpinan internasional dan daya saing SDM.

Pasalnya, indikator capaian RPJPN mencatat bahwa beberapa target ambisius belum terwujud. GNI per kapita, kontribusi PDB maritim, peringkat GPI, indeks rasio gini, kontribusi Kawasan Indonesia Timur, dan Human Capital Index, semuanya menunjukkan target yang masih sangat menantang. 

Tauhid juga mengkritisi target kemiskinan menuju 0% sebagai "sangat tidak tepat" mengingat tingkat kemiskinan saat ini masih 9,36%.

Prof. Memed Sueb: Tingginya Angka Pengangguran di Kalangan Gen Z

Prof. Memed Sueb menyebitkan data yang mengkhawatirkan mengenai pengangguran di kalangan Gen Z. Ada sebanyak 9,9 juta orang di Indonesia yang termasuk dalam kategori NEET (Not in Employment, Education, or Training), dengan angka pengangguran mencapai 7,2 juta orang. Sebagian besar dari mereka diketahui memiliki tingkat pendidikan SMA (29,05%) dan SMK (27,66%).

Sueb menyoroti bahwa pengangguran terbuka didominasi oleh Gen Z, khususnya kelompok usia 15-19 tahun (29,08%) dan 20-24 tahun (17,02%). 

Penyebab utama pengangguran ini adalah ketidakcocokan antara kompetensi pencari kerja dan kebutuhan pasar kerja, pertumbuhan ekonomi yang lebih kecil dibandingkan pertumbuhan angkatan kerja, iklim investasi yang kurang kondusif, serta kurang efektifnya informasi pasar kerja.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Amry Nur Hidayat
Editor: Amry Nur Hidayat

Advertisement

Bagikan Artikel: