Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Peran Penting Industri Panas Bumi dalam Kebijakan Transisi, Ketahanan Energi dan Ekonomi Nasional

Peran Penting Industri Panas Bumi dalam Kebijakan Transisi, Ketahanan Energi dan Ekonomi Nasional Petugas melakukan pengawasan dan pemeriksaan operasional di Pembangkit Listrik tenaga Panas Bumi (PLTP) Lahendong, Tomohon, Sulawesi Utara, Kamis (29/7/2021). PLTP pertama di Sulut yang dibangun secara bertahap pada 2001-2011 tersebut memiliki empat pembangkit dan telah beroperasi penuh dengan kapasitas maksimal 4x20 Mega Watt (MW), serta mampu melayani 60.000-80.000 rumah dengan kisaran rata-rata daya 1.300 VA di wilayah Sulawesi Utara - Gorontalo. | Kredit Foto: Antara/Adwit B Pramono

Berdasarkan review terdapat sejumlah risiko yang harus dihadapi oleh pengembang dalam pengusahaan panas bumi di Indonesia, diantaranya: (1) risiko kegagalan eksplorasi; (2) risiko finansial akibat tata waktu dan struktur pasar dalam industri panas bumi; (3) hambatan regulasi dan tatakelola (PJBL, TKDN, perizinan, kepemilikan aset, ketidaksesuaian insentif pemerintah dengan kebutuhan pengembang) ; (4) kebutuhan modal awal yang cukup besar; (5) durasi pengembangan relatif lama; dan (6) lokasi geografis sumber daya panas bumi di daerah terpencil. Sejumlah kendala tersebut menjadi penyebab harga jual listrik panas bumi di Indonesia dinilai masih cukup relatif mahal.  

Permasalahan pengembangan dan pengusahaan panas bumi di negara yang lain pada dasarnya juga relatif sama dengan permasalahan yang dihadapi di Indonesia.

Akan tetapi, dengan terobosan kebijakan yang dilakukan, sejumlah negara tercatat berhasil mendorong harga listrik panas bumi menjadi kompetitif bahkan lebih murah dari rata-rata BPP listrik nasional negara yang bersangkutan.

Diantara negara yang tercatat telah berhasil adalah: (1) Amerika Serikat; (2) Kenya; (3) Iceland; (4) New Zealand; dan (5) Mexico.

Kenya dan Iceland tercatat sebagai negara yang cukup serius dalam mengembangkan dan mengusahakan energi panas bumi.

Porsi produksi listrik panas bumi dari Kenya dan Iceland pada tahun 2023 masing-masing mencapai 29 % dan 26 % dari total produksi listrik mereka.

Porsi EBT dalam bauran produksi listrik Kenya dan Iceland pada tahun 2023 masing-masing adalah 80 % dan 96 % terhadap total produksi listrik nasional mereka.  

Philipina juga tercatat menjadi negara yang cukup serius dalam pengembangan dan pengusahaan energi panas bumi. Meskipun harga listrik panas bumi di Philipina tercatat masih lebih tinggi dari rata-rata BPP listrik nasional, perkembangan listrik panas bumi di negara tersebut cukup signifikan.

Kapasitas terpasang listrik panas bumi Philipina pada tahun 2023 dilaporkan mencapai 48 % dari total sumber daya panas bumi yang mereka miliki. Berbeda dengan Kenya dan Iceland, sekitar 74 % listrik Philipina diproduksikan dari pembangkit berbasis fosil, 43 % diantaranya dari PLTU.

Mengingat ketersediaan sumber daya yang besar dan sejumlah potensi manfaat yang akan diperoleh, memformulasikan dan mengimplementasikan terobosan kebijakan dalam pengembangan dan pengusahaan panas bumi perlu dilakukan oleh para stakeholder pengambil kebijakan.

Sejumlah terobosan kebijakan yang dilakukan oleh Kenya, Iceland, dan Philipina yang telah terbukti berhasil meningkatkan pengusahaan dan pemanfaatan panas bumi pada masing-masing negara tersebut kiranya dapat dijadikan sebagai lesson learn untuk pengembangan dan pengusahaan panas bumi di Indonesia.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Advertisement

Bagikan Artikel: