Uni Eropa resmi menabuh genderang perang dagang baru dengan China. Blok Benua Biru tersebut menaikkan tarif mobil listrik yang diimpor dari negeri tirai bambu.
Kebijakan ini tentunya memicu teguran keras dari China, mengingat Uni Eropa merupakan pasar yang penting dan berkembang bagi industri otomotif.
Dalam aturan baru yang diketok pada Rabu waktu setempat, Uni Eropa memutuskan menetapkan tambahan tarif antara 17,4% hingga 38,1% untuk mobil listrik dari China. Ini di luar biaya masuk yang sebelumnya sudah ada, yaitu sebesar 10%. Dalam hitungan tertinggi, maka tingkat keseluruhan maksimal yang harus dibayar bisa mencapai 50%. Kebijakan ini menyebabkan China meradang.
Menurut keterangan Komisi Uni Eropa, biaya masuk tersebut saat ini bersifat sementara, namun akan diberlakukan mulai 4 Juli mendatang jika pembicaraan dengan otoritas China tidak membuahkan hasil untuk mencapai resolusi.
Kemudian, tarif ini akan diberlakukan secara definitif mulai November, kecuali jika ada mayoritas negara-negara Uni Eropa atau 15 negara yang mewakili setidaknya 65% populasi blok tersebut memilih untuk menentang kebijakan ini.
Baca Juga: Neta Harap 6.000 Mobil Listrik Mengaspal di Indonesia Tahun Ini
Penyelidikan khusus oleh Komisi Eropa diluncurkan pada Oktober 2023 untuk menentukan apakah harga kendaraan listrik China terlalu rendah karena subsidi yang merugikan produsen mobil Eropa.
Penyelidikan ini sementara menyimpulkan bahwa industri kendaraan listrik di China mendapat keuntungan dari subsidi yang tidak adil, dengan tarif 10% yang jauh lebih rendah dibandingkan tarif di negara-negara seperti Amerika Serikat atau India, yang menyebabkan ancaman kerugian ekonomi bagi produsen Eropa.
Menurut Komisi Eropa, kendaraan listrik buatan China 20% lebih murah dibandingkan dengan kendaraan Eropa. Hal ini membantu impor mobil listrik, termasuk merek-merek barat seperti Tesla dan BMW yang memiliki pabrik di China, meroket dalam beberapa tahun terakhir. Data dari Eurostat menunjukkan bahwa impor kendaraan listrik dari China ke Uni Eropa meningkat dari 57.000 unit pada 2020 menjadi 437.000 unit pada 2023.
Uni Eropa mengungkapkan bahwa merek-merek China seperti BYD, Geely, dan SAIC meningkatkan pangsa pasar karena subsidi besar-besaran dari Beijing yang membantu mereka menjual dengan harga lebih murah dibandingkan merek-merek Eropa.
Baca Juga: Gulirkan PosIND Goes Green, Pengiriman Barang Bakal Gunakan Mobil Listrik
Kebijakan Uni Eropa ini mengikuti sikap protektif Amerika Serikat yang sudah terlebih dahulu memberlakukan kenaikan tarif signifikan terhadap kendaraan listrik China, hingga melipatgandakannya menjadi 100%.
Amerika Serikat juga memberlakukan tarif 25% hingga 50% pada sejumlah produk China lainnya, termasuk baterai litium-ion, sel surya, dan beberapa mineral penting lainnya. Pejabat barat khawatir bahwa lapangan kerja dan industri-industri penting yang strategis akan terhapus oleh impor murah dari China.
Perusahaan-perusahaan besar seperti BYD, Geely, dan SAIC terkena dampak langsung dari kebijakan tarif ini. BYD dikenakan biaya tambahan terendah sebesar 17,1%, Geely dikenakan biaya masuk 20%, dan SAIC dikenakan tarif tertinggi sebesar 38,1%. Uni Eropa berjanji akan memberikan keringanan kepada produsen kendaraan listrik lainnya di China asalkan mereka bersedia bekerja sama dengan penyelidikan yang dilakukan oleh Uni Eropa.
Tesla, yang memiliki pabrik mobil listrik di China, juga berada dalam pengawasan Uni Eropa. Komisi Uni Eropa menyatakan bahwa Tesla dapat menerima tarif yang dihitung secara individual pada tahap selanjutnya.
Perang dagang antara China dan Uni Eropa ini tentu akan berdampak serius pada ekonomi masing-masing negara dan dunia. Eropa merupakan mitra dagang utama kedua bagi China, sementara bagi Indonesia, kegaduhan ini bisa memberikan dampak tidak langsung mengingat China adalah mitra dagang penting bagi tanah air.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement