Banyak masyarakat yang bertanya-tanya apa sebenarnya keuntungan dari kebijakan nasional dari hilirisasi industri kelapa sawit. Hal ini tentu saja bisa dimaklumi lantaran masih belum adanya sosialiasi yang massif dari pihak terkait tentang keuntungan dari hilirisasi.
Dikutip dari laman infopublik.id, Senin (8/7/2024), Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menjelaskan beberapa dampak positif yang luas bagi perekonomian nasional dari kebijakan hilirisasi, khususnya kelapa sawit.
Baca Juga: Ironi dalam Kampanye Hitam Terhadap Sawit di India
Hilirisasi industri kelapa sawit ini dimaknai sebagai upaya strategis meningkatkan nilai tambah komoditas kelapa sawit melalui proses pengolahan agar menjadi produk turunan yang memiliki nilai jual yang lebih tinggi.
Dalam keterangannya, Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin, Putu Juli Ardika, membeberkan beberapa keuntungan yang telah didapatkan dari program hilirisasi industri kelapa sawit.
Keuntungan pertama adalah optimalisasi penyerapan hasil produksi petani rakyat atau smallholder. Kedua, penyediaan bahan pangan, nonpangan, dan bahan bakar terbarukan. Sedangkan yang ketiga adalah membangkitkan ekonomi produktif berbasis industri pengolahan.
Selain itu, hilirisais industri kelapa sawit bisa meningkatkan perolehan devisa negara dari ekspor produk hilir, berkontribusi pada keuangan negara melalui penerimaan pajak dan bukan pajak, serta menyuplai kebutuhan dunia terhadap pangan serta energi atau feeding and energizing the world.
Baca Juga: Wejangan Guru Besar IPB untuk Prabowo: Sawit Bisa Jadi Senjata
Di sisi lain, Kemenperin menerapkan juga bauran kebijakan atau policy mix secara konsisten dalam menjalankan program hilirisasi industri kelapa sawit. Hal tersebut berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2015 tentang Rencana Induk Pengembangan Industri Nasional tahun 2015 – 2035 serta beberapa peraturan tentang Kebijakan Industri Nasional.
Menurut Putu, ada dua kebijakan utama dalam mempercepat pertumbuhan populasi industri hilir kelapa sawit. Yakni kebijakan fiscal tariff bea keluar progresif sesuai rantai nilai industri, lalu insentif perpajakan bagi investasi baru atau perluasan sektor industri oleofood, oleochemical, dan biofuel.
“Kedua kebijakan ini sangat efektif dalam mendorong hilirisasi industri kelapa sawit,” kata Putu.
Baca Juga: Senyum Industri Sawit, Harga CPO Beranjak Naik Bawa Dampak Positif
Dalam sejarahnya, sambung Putu, hilirisasi industri kelapa sawit dinilai konsisten dijalankan sejak tahun 2007 lalu. Pada saat itu, ekspor minyak sawit mentah atau CPO mencapai 60% dari total ekspor kelapa sawit nasional. Padahal, CPO digunakan sebagai bahan baku industri pangan, non pangan, serta biofuel di negara-negara tujuan ekspor sehingga nilai tambahnya kurang dinikmati oleh sektor domestik.
“Melalui kebijakan bea keluar yang berorientasi pro-industri, pertumbuhan kapasitas produksi industri minyak goreng, oleofood, oleokimia, dan biodiesel meningkat secara signifikan,” tutur Putu.
Kemudian pada tahun 2010, kapasitas refinery atau pabrik pengolahan CPO hanya sekitar 25 juta ton. Akan tetapi, kapasitas refinery meningkat tiga kali lipat menjadi 75 juta ton melalui kebijakan hilirisasi pada tahun 2022 lalu.
Baca Juga: BPDPKS: Kita Support Semua Pihak di Industri Sawit
“Sementara itu, kapasitas terpasang pabrik biodiesel saat ini telah mencapai 17,5 juta ton per tahun, kemudian kapasitas terpasang industri oleofood mencapai 2,7 juta ton per tahun, dan kapasitas terpasang industri oleokimia mencapai 11,6 juta ton per tahun. Pencapaian gemilang ini merupakan hasil konsistensi kebijakan hilirisasi industri kelapa sawit dalam periode yang panjang,” jelasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Aldi Ginastiar
Tag Terkait:
Advertisement