Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Perkebunan Inti Rakyat Jadi Triggering Effect Buat Kebun Sawit

Perkebunan Inti Rakyat Jadi Triggering Effect Buat Kebun Sawit Kredit Foto: Antara/Basri Marzuki

Di sisi lain, pembukaan areal perkebunan kelapa sawit baru juga berpotensi menimbulkan serangkaian masalah lingkungan seperti konversi hutan, lahan pangan atau pertanian lainnya, lahan gambut, dan biodiversity loss. Tak hanya lingkungan, masalah sosial seperti konflik agrarian dan pelanggaran HAM juga bisa memperburuk citra sawit hingga menjadikannya sebagai high-risk commodity di Uni Eropa.

“Kondisi di atas menjadi tantangan dalam implementasi kewajiban untuk memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat. Hal ini menunjukkan dibutuhkan alternatif model kemitraan lain pada perkebunan sawit rakyat yang lebih sustainable dan inklusif,” ungkap PASPI.

Baca Juga: Pemerintah Amerika Lirik Indonesia sebagai Percontohan Sawit Dunia

Kemitraan Revolusioner

Menurut PASPI, untuk menjawab berbagai tantangan tersebut, pemerintah mulai memformulasi bentuk lain dari kemitraan yang terakomodir dalam UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang kemudian ditindaklanjuti dengan peraturan teknis pada PP Nomor 26 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Pertanian serta Peraturan Menteri Pertanian No. 18 Tahun 2021 tentang Fasilitas Pembangunan Kebun Masyarakat 

Ketiga regulasi tersebut tetap mewajibkan korporasi perkebunan untuk memfasilitas pembangunan kebun masyarakat seluas 20% dari luas IUP. Akan tetapi, kewajiban kemitraan tersebut dapat dikonversikan setara dengan kegiatan usaha produktif seperti kegiatan pada subsistem hulu, subsistem kegiatan budidaya, subsistem hilir, subsistem penunjang, fasilitas kegiatan peremajaan dan lain sebagainya.

PASPI menilai jika model baru kemitraan dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 18 Tahun 2021 mampu menjawab sekaligus menjadi solusi atas tantangan serta permasalahan yang dihadapi oleh perkebunan sawit rakyat. Akan tetapi, dibutuhkan inovasi kemitraan yang revolusioner apabila ingin kembali menorehkan prestasi perkembangan perkebunan yang revolusioner. 

“Model kemitraan yang dimaksud adalah korporasi membantu perkebunan sawit rakyat untuk “naik kelas” dengan cara membentuk koperasi petani sawit rakyat dengan unit usaha integrasi hulu-hilir,” jelas PASPI.

Sejatinya, pengupayaan koperasi petani sawit rakyat untuk terlibat dalam industri hulu dan hilir merupakan bagian dari proses industrialisasi. Petani dapat menikmati nilai tambah yang lebih besar melalui koperasi. Pasalnya, petani tidak hanya mendapatkan keuntungan dari harga jual TBS semata, melainkan juga dari produk hilir seperti olahan minyak makan merah, minyak goreng, biodiesel, dan sebagianya.

Baca Juga: Selesaikan Masalah Regulasi Sawit, Indonesia Diminta Tiru Malaysia

PASPI berharap perkebunan sawit rakyat mencapai revolusi baru berupa produktivitas yang tinggi, daya saing yang tinggi, lebih sustainable, mandiri dan punya daya tawar yang kuat dengan pengembangan koperasi petani sawit yang terintegrasi hulu-hilir dengan model kemitraan yang lebih maju.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Aldi Ginastiar

Advertisement

Bagikan Artikel: