Kredit Foto: Humas.polri
Indonesia Audit Watch (IAW) menyampaikan temuannya terkait dugaan tindak pidana penambangan minyak mentah ilegal atau minyak cong di Sumatera Selatan (Sumsel) yang diolah menjadi BBM.
Sekretaris Pendiri IAW, Iskandar Sitorus mengatakan hingga kini kegiatan penambangan ilegal masih ada, meski beberapa waktu sempat berhenti.
"Beberapa bulan tiarap tidak produksi, tapi kini marak lagi,” ujar Iskandar dalam keterangannya, Jumat (2/8/2024).
Karenanya IAW mendesak Polda Sumsel untuk responsif dan segera bertindak cepat. Terlebih, kata Iskandar, Kapolda Sumsel masuk dalam Satgas Penanggulangan kegiatan eksploitasi sumur migas ilegal (Illegal Drilling) dan penyulingan minyak ilegal (Illegal Refinery).
"Saya yakin Bapak Kapolda mendengar dan segera melakukan action di lapangan, tanpa pandang bulu,” tegasnya.
Iskandar menambahkan perkara penambangan minyak mentah ilegal atau minyak cong Palembang sudah dalam kondisi mengkhawatirkan, karena peredarannya sudah meluas.
"Masyarakat tinggal menunggu realisasi Kapolda Sumsel beserta jajarannya di lapangan, kita tunggu Kapolda turun gunung. Apalagi beliau sudah sampaikan komitmennya," tuturnya.
Sebelumnya, Kapolda Sumatera Selatan Irjen Pol A Rachmad Wibowo memerintahkan personel jajarannya yang tergabung dalam Satgas Illegal Drilling dan Illegal Refinery menindak tegas pelaku pengeboran dan pengolahan minyak tanpa izin di sejumlah daerah setempat.
"Personel Polda yang merupakan bagian Satgas Illegal Drilling dan Illegal Refinery diperintahkan untuk tidak ragu melakukan tindakan tegas kepada siapapun pelakunya karena aktivitas ilegal itu telah menimbulkan kerusakan lingkungan, banyak korban jiwa, dan kerugian negara," kata Rachmad dikutip dari Antara.
Dia menjelaskan, Penjabat Gubernur Sumsel Elen Setiadi pada akhir Juli 2024 telah resmi menandatangani Surat Keputusan (SK) pembentukan Satuan Tugas (Satgas) Penanggulangan Illegal Drilling dan Illegal Refinery di provinsi setempat.
Surat keputusan Gubernur Nomor 510 Tahun 2024 itu menjadi dasar satgas untuk melakukan kegiatan dan penindakan di lapangan.
Tercantum dalam SK tersebut, Gubernur Sumsel sebagai Ketua Satgas yang memiliki tanggung jawab menetapkan arah kebijakan operasi penanggulangan illegal drilling dan illegal refinery.
Sementara jajaran Forkopimda lainnya (Pangdam II Sriwijaya, Kapolda Sumsel, Kajati, Kepala Pengadilan Tinggi, Kabinda, Danrem 044/Gapo, Sekda Provinsi, Danlanal serta Danlanud) sebagai wakil ketua satgas.
Dalam SK tersebut dirincikan penugasan satgas terbagi dalam empat sub satgas di antaranya preventif, penegakan hukum dan rehabilitasi.
Hal tersebut dimaksudkan agar penanganan illegal drilling dan illegal refinery bisa dilakukan secara tuntas, katanya.
Menyikapi SK satgas tersebut, pihaknya selaku wakil ketua satgas bergerak cepat melakukan konsolidasi internal di lingkup Polda Sumsel dan jajarannya untuk memastikan tugas tiap-tiap sub satgas dapat dilaksanakan dan diimplementasikan secepatnya di lapangan.
Keberadaan satgas penanggulangan illegal drilling dan illegal refinery tersebut perlu disosialisasikan untuk diketahui dan diindahkan oleh masyarakat luas dengan tujuan agar kegiatan ilegal yang telah memakan banyak korban, kerusakan lingkungan serta banyaknya kerugian negara yang ditimbulkan tersebut bisa dihentikan dan tidak berkelanjutan.
“Untuk eksistensi, saya tegaskan bahwa satgas ini akan segera bertindak di lapangan secara efektif sesuai dengan target yang ditentukan,” tegasnya.
Sementara itu, bagi masyarakat yang sampai saat ini masih berkecimpung di bidang illegal drilling dan illegal refinery, Kapolda mengingatkan untuk meninggalkan kegiatan tersebut, karena sudah melanggar hukum.
"Saya mengimbau masyarakat yang masih bekerja di rantai kegiatan ilegal tersebut untuk secara kesadaran beralih profesi. Satgas ini terdiri dari banyak instansi yang terlibat dan memiliki peran sesuai bidangnya. Kami akan komunikasi intensif, pemerintah daerah dengan masyarakat untuk memberikan solusinya,” jelasnya.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, maraknya kegiatan illegal drilling dan illegal refinery di wilayah Sumsel telah menimbulkan banyak korban, kerusakan lingkungan serta kerugian negara bernilai triliunan rupiah.
Terakhir kejadian ledakan dan kebakaran akibat penambangan dan pengolahan minyak ilegal di Sungai Lilin, Kabupaten Musi Banyuasin pada Juni-Juli 2024 yang merenggut lima nyawa dan kerugian negara mencapai Rp4,8 triliun.
"Hal tersebut membuat saya menyebut sebagai tragedi kemanusiaan dan perlu dilakukan langkah penanganan yang konkrit oleh seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) terkait untuk menghentikan kegiatan ilegal itu," ujar Kapolda Sumsel.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement