Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Jika Freeport Tak Perpanjang, Indonesia Justru Bingung Bayar Karyawan dan Pemeliharaan

Jika Freeport Tak Perpanjang, Indonesia Justru Bingung Bayar Karyawan dan Pemeliharaan Kredit Foto: PTFI
Warta Ekonomi, Jakarta -

Menteri Investasi/Kepala BKPM, Bahlil Hadalia, mengungkapkan perkembangan terbaru terkait upaya penambahan saham Freeport Indonesia sebesar 10% lagi dari 51% menjadi sekitar 61%.

Bahlil menjelaskan bahwa penambahan saham ini merupakan bagian dari strategi jangka panjang pemerintah untuk memastikan keberlanjutan operasi dan pendapatan Freeport.

Bahlil menjelaskan bahwa produksi Freeport diprediksi akan menurun setelah 2035 karena cadangan hasil eksplorasi mulai menurun.

"Produksi Freeport pada 2038 tidak akan sebesar sekarang dan otomatis pendapatannya juga akan menurun," ujarnya.

Masa kontrak Freeport akan berakhir pada 2041, dan saat ini Freeport bukan lagi milik Freeport-McMoRan sepenuhnya karena saham pemerintah Indonesia sudah mencapai 51%.

Pertanyaan berikutnya adalah siapa yang akan menjamin operasi Freeport untuk mendapatkan pendapatan jika kontrak tidak diperpanjang.

"Produksi Freeport saat ini sudah di underground dan eksplorasi di underground membutuhkan waktu 10 hingga 15 tahun. Jika kontrak tidak diperpanjang, maka akan terjadi kekosongan operasi selama 5 hingga 10 tahun," jelas Bahlil.

Dampaknya akan sangat signifikan bagi PT Freeport Indonesia yang mayoritas sahamnya dimiliki pemerintah.

"Bagaimana membayar gaji, melakukan pemeliharaan, dan menjaga lapangan pekerjaan? Apakah kita harus melakukan PHK? PDRB Papua, yang 70% mengandalkan Freeport, akan terdampak besar," tambahnya.

Baca Juga: Indonesia Sudah Balik Modal dari Akuisisi Freeport, Ini Kata Bahlil

Karena itu, pemerintah merasa penting untuk melakukan antisipasi dalam rangka proses perpanjangan kontrak Freeport.

"Kita telah mengusulkan penambahan saham untuk negara dan pembangunan smelter di Papua," kata Bahlil. Ia menekankan bahwa bahan baku dari Papua seharusnya juga diolah di Papua, bukan di tempat lain seperti Gresik.

Bahlil juga menyoroti pentingnya melibatkan masyarakat dan pengusaha lokal Papua dalam proses ini. "Anak-anak Papua harus dilibatkan dalam pembangunan smelter, jangan hanya menjadi penonton. Dari gunti rambu sampai gunting kuku, semua pengusaha Jakarta yang mengerjakan, itu tidak fair," tegasnya.

Dalam proses perpanjangan kontrak ini, pemerintah telah membahasnya lebih dari satu tahun. "Kita telah mencapai tahap final untuk penambahan saham 10% untuk pemerintah Indonesia," tutup Bahlil.

Keputusan ini diharapkan dapat memberikan manfaat maksimal bagi pemerintah dan masyarakat Papua serta memastikan keberlanjutan operasi Freeport yang penting bagi ekonomi Indonesia.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Amry Nur Hidayat

Advertisement

Bagikan Artikel: